Selama ini aku percaya saja hubungan ini akan baik-baik saja walau di tempa jarak yang jauh. Tapi suatu hari, ucapan sahabatku membuatku sedikit resah hingga terbesit niat ku untuk memberi kejutan kepada suami di rumah dinasnya di kota lain.
Tetapi bukan hanya suamiku yang terkejut, aku pun terkejut mendapati ada wanita lain di rumah dinas suamiku. Apalagi aku memergoki mereka tengah berduaan di terik panas siang ini. Ternyata selama ini suamiku dijaga oleh wanita lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Konsultasi Cerai
Bab 21
Konsultasi Cerai
Beberapa hari setelah kejadian bertemu Mas Heru di kantor aku memblokir kontak Mas Heru dan keluarganya. Aku menjadi tidak fokus bekerja karena mereka selalu meneror untuk meminta ganti rugi yang ku anggap tidak jelas itu.
Satu persatu keluarga Mas Heru pun juga mulai mencari ku ke kantor. Untungnya mereka di tahan oleh keamanan kantor karena tidak dalam urusan kepentingan pekerjaan.
Aku selalu bisa menghindari mereka dari pintu lainnya. Bahkan sering kali karyawan kantor memberikan jalan untuk menghindari bertemu mereka.
Memang tidak ada malunya satu keluarga itu. Bahkan sifat mereka bisa di ketahui orang-orang kantor dari perdebatanku terakhir kali dengan Mas Heru di taman kantor ini. Dari percakapan-percakapan kami, tentu mereka bisa menilai bagaimana Mas Heru, sehingga mereka lebih melindungiku dengan menghindari pertemuan antara aku dan keluarga Mas Heru.
Lama-lama aku sudah kebal dengan rasa malu yang di ciptakan oleh keluarga Mas Heru. Aku sudah menguatkan hati ku, dengan mengatakan bukan aku yang salah dalam hal yang terjadi akhir-akhir ini.
***
Hari ini aku mendatangi kantor Advokat untuk menyelesaikan lebih cepat proses perceraianku. Salinan video asli Rara bisa di jadikan bukti untuk memperkuat permohonan perceraianku.
Semoga saja masalah ini cepat berakhir. Sudah cukup banyak tenaga dan emosi ku terkuras disini. Bahkan air mata pun tak kuasa lagi mengalir.
"Bagaimana soal rumah Pak? Apa masih memungkinkan bagi Saya untuk bisa memiliki kembali rumah pemberian orang tua saya itu?" Tanya ku kepada Pak Sandi yang mengurus proses perceraianku.
"Jika ada surat jual beli sebelumnya seperti tanda jadi atau bahkan saksi kemungkinan bisa kita persoalkan. Namun hasilnya masih belum bisa kita pastikan. Apalagi saat dalam menyerahkan hak kepemilikan nama atas rumah itu, Ibu melakukannya dengan sesadar-sadarnya tanpa ada paksaan."
Aku menghela napas berat mendengar ucapan Pak Sandi. Tentu saat itu aku dalam keadaan sadar dan dengan rela menuruti keinginan Mas Heru untuk mengubah kepemilikan rumah atas namanya. Sungguh cinta buta menjerumuskan hidupku sendiri. Jika seperti itu, kemungkinan terburuk aku tidak bisa mengambil kembali hak rumah itu.
Tuhan, begitu berat jalan yang harus aku lalui.
"Tapi Ibu bisa meminta hak gono gini." Kembali Pak Sandi berucap.
Pikiranku langsung cerah mendengar kabar itu. Bukannya aku materialis atau gila harta. Tetapi aku sungguh tidak rela jika harus mengikhlaskan hak ku kepada orang seperti Mas Heru.
Aku pun menceritakan harta apa saja yang aku beli dalam rumah itu. Bahkan nafkah yang tidak pernah di berikan Mas Heru sepenuhnya. Aku tidak pernah menerima gaji Mas Heru, untuk kebutuhan hari-hari aku menggunakan uangku sendiri karena waktu ku pun lebih banyak sendiri dari pada bersama Mas Heru. Uang hasil kerja Mas Heru hanya ku nikmati saat kami makan bersama di luar jika ia pulang dari dinasnya.
"Baiklah, kita usahakan untuk mendapatkan hak gono gini. Nanti, tolong ibu minta rekening koran bank selama Ibu menikah dengan Pak Heru. Dari sana kita bisa melihat berapa kali Pak Heru mentransfer sejumlah uang ke rekening Ibu." Saran Pak Sandi.
"Mas Heru tidak pernah sekalipun mentransfer uang ke rekening saya Pak."
"Justru itu bagus, untuk menguatkan permintaan harta gono gini. Rekening koran itu bisa kita gunakan sebagai bukti."
Aku setuju atas saran Pak Sandi.
"Baik Pak. Saya akan segera ke bank untuk meminta rekening koran atas rekening saya."
Sesi konseling pun berakhir menjelang sore. Aku pamit pulang setelah menjabat tangan Pak Sandi dan mengucapkan Salam.
Pergi ke kantor Advokat hari ini cukup memuaskan bagiku. Walau rumah belum tentu bisa kembali, setidaknya aku masih bisa menuntun hak ku yang lainnya. Ya, dari sini aku belajar untuk menjadi sedikit egois demi hak yang seharusnya menjadi milikku.
Aku pun pulang menuju kosan ku. Namun sebelum itu, aku singgah di sebuah mini market untuk membeli beberapa camilan, minuman, dan kebutuhan lainnya yang tinggal sedikit juga untuk stok, agar tidak kesusahan ketika membutuhkan.
Yang tadinya hanya beberapa, akhirnya mengisi penuh satu keranjang yang sedang aku pegang. Aku tersenyum sendiri melihat kelakuanku. Ya, ketika orang lain stres karena masalah mereka dan mengurangi n*af*s*u makan mereka, aku berbeda. Aku memperbanyak stok makanan ringan dan camilan untuk menghibur diriku. Jika pun tidak habis, akan ada Rara dan Jihan, anak kosan yang pernah menyapaku pertama kali untuk menghabiskan stok makanan-makanan itu.
Semenjak aku tinggal dikosan, Rara sering main ke tempatku karena jarak tempat tinggal kami jadi tidak begitu jauh. Di tambah Jihan yang sering bergabung dengan kami, suasana kamar kos ku jadi begitu ramai.
Jihan anak yang sangat rajin dan Sholeha menurutku. Ia jarang terlihat keluar kosan jika tidak ada keperluan mendesak. Anak-anak lain mungkin menghabiskan waktu dengan jalan-jalan atau sekedar nongkrong dengan teman-temannya. Tetapi Jihan tidak. Gadis muda itu lebih menyukai belajar.
Aku melihat Jihan seperti melihat diriku dimasa lalu yang ingin segera menyelesaikan kuliahnya agar segera bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Ku tawari menggunakan laptopku untuk mempermudah dirinya mengerjakan tugas-tugas kampusnya. Gadis itu awalnya menolak, namun ketika ku ceritakan sedikit kisah ku di masa lalu ketika menjadi seorang mahasiswa seperti dirinya, ia mulai mau menerima bantuan kecil dari ku. Bahkan kini ia sudah menjadi akrab denganku.
Jihan juga sering mengajakku ke masjid terdekat untuk sholat berjamaah bersama ketika aku ada di kosan. Sungguh aku salut terhadap gadis muda yang tidak melupakan kewajiban lima waktunya meski dunia kini begitu penuh godaan.
Aku baru saja tiba di kosan ketika maghrib baru saja tiba.
"Kak, tidak ke masjid?" Tanya Jihan yang melihat kedatanganku.
"Sepertinya Kakak sholat disini saja Ji. Kamu mau ke masjid?" Tanya ku kepada Jihan yang sepertinya baru selesai mengambil wudhu.
"Disini saja Kak. Kak nanti habis maghrib Jihan ke kamar Kakak ya? Ada tugas."
"Iya, masuk aja ya. Pintu tidak Kakak kunci."
Jihan membalas ucapan ku dengan jari tangan yang menunjukkan kode oke. Lalu gadis itu segera masuk ke kamarnya yang berada tepat di samping kamarku.
Aku pun segera masuk ke kamar ku, bergegas membersihkan diri untuk segera menjemput waktuku untuk menyembah dan memohon kepada sang Khaliq.
"Rabbisyrahli shadri wayassyirlo amrI wahlul uqdatam mil-lisani yafqahu qauli. Ya Allah , lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, agar mereka mengerti perkataanku. Tidak ada satu kebaikanpun yang kami rasakan dalam hidup kami, kecuali itu anugrahmu, ya Allah. Dan… tidak ada satupun keburukan yang kami dapatkan dalam hidup kami, kecuali karena kesalahan-kesalahan kami sendiri, ya Allah..."
Bersambung...
Note : jangan lupa untuk selalu like dan komen setiap bab ya, karena jejak kalian sangat berharga bagi Author. Terima kasih 🙏😊
gak sadar apa ya kalau gak dipungut kel.fandi entah gimana nasibnya.dicampakan orangtuanya di pinggir jalan.