NovelToon NovelToon
Palasik Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Palasik Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / Hantu / Tumbal
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

Sebuah dusun tua di Sumatra Barat menyimpan kutukan lama: Palasik, makhluk mengerikan berupa kepala tanpa tubuh dengan usus menjuntai, yang hanya muncul di malam hari untuk menyerap darah bayi dan memakan janin dalam kandungan. Kutukan ini ternyata bukan hanya legenda, dan seseorang harus menyelami masa lalu berdarah keluarganya untuk menghentikan siklus teror yang telah berumur ratusan tahun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Lembah Waktu yang Terlupakan

Langkah kaki mereka menggema lirih di sepanjang lorong sempit menuju pusat dimensi antara. Sosok berjubah merah telah menghilang, meninggalkan jejak cahaya samar di udara yang perlahan memudar.

Bahri menggenggam batu penuntun, yang kini memanas seperti bara. Ia tahu mereka makin dekat ke inti ruang waktu, tempat kekuatan Palasik mencapai puncaknya.

"Lembah Waktu berada di balik gerbang batu itu," ujar Bahri sambil menunjuk dinding tinggi berlumut dengan simbol pusaran di tengahnya.

Reno menatap dinding itu, lalu bertanya, "Apa maksudnya kita akan melawan waktu?"

"Di sana, waktu berjalan tak wajar. Bisa melompat, bisa melambat. Bisa memutar balik luka yang telah disembuhkan, atau membuat kita lupa siapa diri kita."

Ucup menelan ludah. "Jangan-jangan aku balik jadi bayi nanti. Aduh... belum sempat kawin..."

Ajo mencubit lengan Ucup. "Kalau balik jadi bayi, minimal kau diam."

Bahri menempelkan telapak tangan ke simbol pusaran. Suara seperti siulan angin mulai terdengar, lalu dinding itu berdenyut dan membuka perlahan. Di baliknya, lembah luas tersaji. Langitnya berwarna keperakan, dan setiap langkah membuat rerumputan berubah warna.

Lembah itu tidak seperti dunia nyata. Suara detik jam terdengar di udara, namun tak berasal dari satu arah. Mereka menyusuri jalan setapak batu yang bercahaya, dan di kejauhan terlihat pohon tua menjulang dengan cabang melengkung membentuk lorong waktu.

Tiba-tiba, Ucup terhenti. Di depannya berdiri sosok dirinya sendiri—tapi lebih tua, rambut memutih, dan wajah lelah.

"Aku...?"

Sosok itu berkata, "Jangan teruskan. Kau akan kehilangan semua yang kau cintai. Waktu tidak berpihak pada mereka yang ingin mengubah nasib."

Ucup terguncang. Tapi Ajo menepuk bahunya. "Jangan dengarkan. Ini cuma tipu daya lembah. Kalau kau percaya, kau hilang."

Ucup menarik napas dalam-dalam dan berjalan menerobos sosok itu, yang langsung larut menjadi debu.

Bahri dan Reno juga mengalami hal serupa. Reno melihat dirinya di masa kecil, menangis sendirian di tanah pemakaman. Bahri melihat ayahnya yang telah lama meninggal, duduk di batu dengan wajah penuh luka.

"Kau gagal, Bahri," ujar sosok itu. "Kau buka gerbang ini. Semua karena kau."

Bahri menunduk, tapi kemudian membakar selembar daun sirih dan mengusapkannya ke tanah. "Aku memang gagal... tapi aku sedang menebusnya."

Sosok itu lenyap.

Mereka tiba di pusat lembah. Di sana, sebuah menara batu berdiri dengan jam besar di puncaknya. Jarumnya bergerak mundur cepat.

Dari balik bayangan menara, muncullah sosok perempuan tua dengan kepala tak utuh. Hanya wajah, rambut panjang, dan leher memanjang. Tubuhnya melayang tanpa raga.

"Palasik utama..." desis Reno.

Makhluk itu menatap mereka. Matanya kosong, tapi dalam.

"Kalian... para pejalan waktu. Aku sudah menanti ribuan tahun. Kalian pikir bisa menutup waktu begitu saja? Waktu adalah aku. Aku adalah waktu."

Bahri mengangkat batu penuntun. Cahaya biru menyala terang.

"Kami tidak akan membunuhmu. Tapi kami akan mengurungmu. Waktu ini harus dikembalikan ke porosnya."

Palasik tertawa. Suaranya melengking. "Kalau bisa! Tapi sebelumnya... hadapi dahulu siapa yang akan kalian korbankan!"

Dari tanah muncul sosok-sosok kenangan mereka yang berubah menjadi bayangan hitam. Mereka menyerang dari segala arah. Ajo melindungi Ucup, Reno mengayunkan kerisnya, dan Bahri membentuk lingkaran pelindung.

Pertempuran itu bukan soal fisik semata, tapi pertarungan antara keyakinan dan masa lalu.

Ketika mereka hampir kalah, Ucup berteriak, "Hei, Palasik! Mau lawan kami? Hadapi yang asli, jangan bayangan!"

Ia melempar garam suci yang ia campur dengan kacang. Tak disangka, ledakan kecil terjadi, menghancurkan dua sosok bayangan.

"Itu... campuran baru?" tanya Ajo kagum.

"Kacang... adalah harapan terakhir kita," jawab Ucup bangga.

Mereka mulai bangkit, satu per satu, dan memperkuat diri. Palasik tertua mengerang, tubuhnya mulai retak.

Bahri akhirnya menyelesaikan mantra penyegel waktu, dan cahaya dari jam besar menyatu dengan batu penuntun. Waktu berhenti. Palasik membeku.

"Cepat! Segelkan!" teriak Bahri.

Reno dan Ajo menancapkan dua tongkat kayu warisan ke tanah. Sebuah cahaya melingkar terbentuk. Palasik menghilang, diserap ke dalam cahaya dan menghilang tanpa suara.

Semua jadi hening.

Langit lembah berubah cerah. Rerumputan tak lagi berubah warna. Jam besar berhenti berdetak.

Bahri menatap rekan-rekannya. "Kita berhasil. Tapi belum selesai. Kita harus kembali ke dunia nyata. Sebelum waktu kita habis."

Langkah mereka terasa berat. Udara di Lembah Waktu yang semula mencekam kini sunyi, tenang, namun tetap memberi tekanan tak kasat mata. Bahri menggenggam batu penuntun yang mulai meredup, pertanda energi dari dimensi antara mulai menghilang.

"Kita harus menemukan jalan keluar sebelum semua tertutup," kata Bahri lirih.

Ucup mengangkat alis. "Jangan-jangan kita malah nyasar kayak anak ilang dari piknik."

Ajo nyengir, walau tubuhnya masih gemetar. "Kau ini... nggak bisa serius dikit? Kita baru aja ngalahin Palasik!

"Justru karena itu. Harus santai biar jantungku nggak meledak."

Reno berjalan paling depan. Matanya tajam mengawasi sekitar. Mereka kembali ke jalur batu, kini bercahaya redup. Pohon waktu di kejauhan terlihat semakin memudar.

"Kalau kita telat, pohon itu akan hilang dan kita tak bisa kembali ke dunia nyata," jelas Bahri.

Mereka mempercepat langkah. Namun di tengah jalan, tiba-tiba tanah bergetar. Dari celah tanah muncul tangan-tangan hitam yang mencengkeram kaki mereka.

"Apa lagi ini?!" teriak Ajo.

"Sisa-sisa energi Palasik," jawab Bahri. "Mereka ingin menarik kita agar terjebak selamanya."

Ucup spontan mengambil karung dari tasnya dan melemparkan segenggam kacang ke tangan-tangan itu. Beberapa melepas cengkeraman dan terdengar suara seperti cicitan tikus.

"Tuh kan, kacang lagi yang nyelamatin! Aku bakal buka toko cemilan kalau selamat!"

Bahri menaburkan garam dan membaca mantra. Cahaya biru menyebar di tanah, menghentikan pergerakan tangan-tangan itu. Mereka segera melompat melewati celah dan sampai di kaki Pohon Waktu.

Pohon itu kini retak di beberapa tempat. Cabangnya mengeluarkan embun bercahaya.

"Letakkan batu penuntun di tengah akar," perintah Bahri.

Reno menunduk dan meletakkan batu tersebut. Tiba-tiba cahaya kuat menyelimuti mereka. Dunia sekitar berputar cepat, waktu terasa mundur, lalu membeku.

Saat mereka membuka mata, mereka telah kembali ke dusun. Malam telah berganti pagi. Embun menempel di daun-daun, dan suara ayam jantan terdengar dari kejauhan.

"Hidup! Kita hidup!" teriak Ucup sambil menjatuhkan diri di tanah.

Ajo menatap sekeliling. "Tapi... ini bukan dusun kita. Lihat rumah-rumahnya. Lebih tua. Seperti zaman dahulu."

Bahri terdiam. Ia mengambil sejumput tanah dan menciumnya.

"Kita kembali... tapi ke masa lalu."

"Hah?! Maksudmu kita salah arah waktu?!"

"Bisa jadi. Lembah Waktu tak mengarahkan kita secara akurat. Kita harus hati-hati. Salah langkah, kita bisa terjebak di abad yang tak kita kenal."

Tiba-tiba terdengar teriakan dari ladang. Seorang perempuan tua berlari ke arah mereka.

"Tolong! Anak-anak di kampung hilang satu per satu! Kami percaya... Palasik kembali!"

Reno menghela napas panjang. "Kayaknya tugas kita belum selesai."

Ucup bangkit sambil mengibaskan celananya. "Yah... kacangnya udah habis pula."

Mereka saling pandang. Dunia mungkin berbeda, waktu mungkin berubah, tapi musuh mereka tetap sama—Palasik, sang hantu kepala yang tak pernah benar-benar lenyap.

1
Hesti Bahariawati
tegang
Yuli a
mereka ini bercandaan mulu ih...

biar nggak tegang kali ya... kan bahaya...😂😂
Yuli a
ada ya.... club anti miskin.... jadi pingin ikutan deh...🤭🤭
Yuli a
mampir kesini rekom KK @Siti H katanya penulisannya tertata rapi dan baik...
semangat Thor... semoga sukse...
Siti H
Semoga Sukses Thor. penulisanmu cukup baik dan tatabahasa yang indah.
Yuli a: atau karma ajian jaran goyang sih...🤔
Siti H: tapi sekilas doang... cuma jadi Pemeran viguran, klau gak salah di gasiang tengkorak🤣
total 5 replies
Siti Yatmi
ajo JD bikin suasana ga seremmm
Siti Yatmi
wk2 ajo ada2 aja...org lg tegang juga
Siti Yatmi
ih....takut....
Yuli a: ih... takut apa...?
total 1 replies
Siti Yatmi
baru mulai baca eh, udah serem aja..wk2
Yuli a: 👻👻👻👻👻👻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!