Jika sebelumnya kisah tentang orang miskin tiba-tiba berubah menjadi kaya raya hanyalah dongeng semata buat Anna, kali ini tidak. Anna hidup bersama nenek nya di sebuah desa di pinggir kota kecil. Hidupnya yang tenang berubah drastis saat sebuah mobil mewah tiba-tiba muncul di halaman rumahnya. Rahasia masa lalu terbuka, membawa Anna pada dunia kekuasaan, warisan, dan cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichi Gusti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daniel Utama Wijaya
Keesokan pagi.
Anna mematut diri di depan cermin. Kemeja putih yang dibelikan oleh William kemarin melekat pas di tubuhnya. Rambutnya diikat tinggi dan dibuat tidak mengembang dengan menyemprot hair spray secukupnya. Menurut Anna penampilan nya hari ini cukup rapi.
Ting.Tong.
Bel pertanda dari Tony berbunyi, Anna pun segera keluar dan berangkat bersama dengan Tony yang juga tampak sangat rapi hari ini.
Mereka sepakat untuk berangkat lebih pagi karena Anna harus mencetak bahan rapat yang tadi malam disiapkan bersama William.
Tidak seperti kemarin yang terlihat santai. Suasana kantor Anna pagi ini terkesan menegangkan. Sebagai orang pertama yang tiba di ruangan sekretaris, Anna telah menyiapkan sepuluh rangkap bahan yang dikerjakannya semalam.
"Pagi Mbak Sherly!" sapa Anna kepada senior nya itu.
Sherly terlihat sibuk di layar komputernya. "Ya. Kenapa?" tanya Sherly mengalihkan pandangan nya dari layar komputer ke arah Anna. Sherly tampak terkejut sesaat lalu kembali menatap layar komputernya. Baju yang dipakai Anna membuat tekanan darahnya naik, namun ia terpaksa tidak meladeni Anna dulu karena pagi ini ada email dari sekretaris direktur WG Mall yang harus diperiksa dan disiapkan sebagai bahan tambahan untuk meeting nanti. "Bahan yang kamu pegang itu, buang saja ke tempat sampah!"
Suara tawa tertahan terdengar dari arah meja Naura.
"Saya sudah bekerja seharian bahkan melewati jam kerja untuk mengerjakan ini, Mbak!" Anna pura-pura tidak sadar kalau ia sudah dikerjai. Suaranya bergetar. Pintar juga akting-ku, puji Anna kepada diri sendiri.
Naura mendekat ke arah Anna. "Kamu pikir ini perusahaan ecek-ecek? Gak mungkin untuk meeting penting diserahkan kepada anak bawang seperti kamu!" Naura merampas berkas yang berada di tangan Anna.
"JANGAN!!" seru Anna berusaha mengambil kembali berkas-berkas itu dari tangan Naura.
Naura melempar bahan-bahan itu ke lantai. "Apaan sih! Jangan lebay deh! Udah dibilangin juga, bahan-bahan meeting itu sudah disusun oleh Risha di ruang meeting. Berkas yang lo bikin ini GA GUNA, TAU!!"
Anna tidak menggubris kalimat Naura. Ia terpaksa memungut bahan-bahan itu dari lantai.
Plok! Plok! Plok!
Tepuk tangan terdengar dari pintu masuk ruang sekretaris yang terbuka lebar.
Seorang pria tampan berpakaian jas lengkap tampak memasuki ruangan sekretaris Wijaya Grup.
"Pak Daniel!!" ruang sekretaris bergema saat para sekretaris itu berdiri dari tempat duduk masing-masing, menyapa dan memberi hormat dengan sedikit menundukkan badan kepada pria tampan itu.
Daniel Utama Wijaya membalas sapaan itu dengan anggukan lalu tatapan nya tertuju kepada Anna yang masih sibuk merapikan berkas-berkas yang baru saja dipungutnya sambil berjongkok di lantai. Daniel merasa belum pernah melihat sosok itu sebelumnya, sehingga dapat mengambil kesimpulan bahwa gadis itu adalah karyawan baru.
"Sambutan kepada orang baru?!" pertanyaan itu mengarah kepada Sherly yang terlihat pucat di meja nya. Sherly langsung melangkah mendekat ke arah Daniel.
"Bukan seperti yang Pak Daniel pikir," ucap gadis itu berusaha bersikap elegan. "Anna sekretaris baru, wajar saja salah di hari-hari pertama bekerja."
Daniel tampak diam sejenak, lalu mengangguk. Tatapan nya tidak lepas dari Anna yang tidak menggubris kehadiran nya, dan malah duduk di kursi nya serta masih sibuk merapikan berkas.
"Anna, ke sini!" panggil Sherly, melihat rasa ingin tahu Daniel terhadap sekretaris baru itu.
Anna yang baru sadar akan kehadiran pria asing itu mengalihkan pandangan dari berkas-berkas di tangan nya ke arah Daniel. Mengikuti perintah Sherly, Anna berdiri dari kursi lalu melangkah mendekat ke arah Daniel dan Sherly.
"Anna Pratiwi Wijaya. Sekretaris baru." Anna memberi salam hormat tanpa mengulurkan tangan.
Daniel sempat terkejut mendengar nama belakang Anna, namun ia yakin nama Wijaya tidak hanya milik keluarganya.
"Saya yakin kamu belum mengenal saya." Daniel mengulurkan tangan. Bukan hal yang biasa ia lakukan, tapi entah kenapa aura gadis cantik yang berpenampilan membosankan ini menarik dirinya untuk melakukan itu. "Daniel Utama Wijaya," ucap Daniel. "Kebetulan kita punya nama belakang yang sama."
Anna menyambut uluran tangan itu, tidak menggubris kalimat terakhir yang diucapkan Daniel. Namun saat berusaha menarik tangan nya, jemari nya digenggam dengan erat oleh pria itu.
Bangsat! Anna hanya bisa mengumpat dalam hati. Apa maksud pria ini tidak mau melepaskan tangannya? Dan Anna yakin ia sekarang menjadi objek tatapan seisi ruangan. Daniel Utama Wijaya? rasanya pernah dengar! Anna berusaha mengingat sesuatu. Ahh! Iya. Kartu nama itu! Anna ingat peristiwa dirinya jatuh dari ojek.
"Ehem." Sebuah dehaman dari belakang Daniel membuat suasana absurd di ruang sekretaris itu berubah menjadi menegangkan.
Pria paling berkuasa di tempat itu tampak menatap dingin ke arah Daniel. "Kau salah masuk ruangan, Pak Daniel! Ruang meeting masih di tempat yang sama, belum pindah ke sini."
Daniel melepas tangan Anna, lalu tersenyum miring. "Santai, Bro! Gue hanya melihat-lihat dan menyapa para sekretaris kantor pusat Wijaya Group."
"Oh. Bagus sekali kalau begitu." William berkata sarkas. "Anna! Bahan yang kemarin sudah selesai?" tanya William ke arah Anna.
Dengan wajah terkejut Sherly dan Naura ikut menatap ke arah Anna.
"Sudah Pak!" jawab Anna bergegas ke meja nya dan mengambil berkas-berkas yang tadi sempat dilempar oleh Naura.
"Bagus! Kamu ikut ke ruang rapat untuk membagikan berkas itu!" perintah William yang langsung berbalik.
"Baik, Pak!"
Bisik-bisik pun terdengar.
"Katanya mau ke ruang rapat?!" protes Anna saat ia harus mengikuti William ke ruang direktur utama.
William menutup pintu di belakangnya setelah membiarkan Anna masuk. Pria itu menatap tajam ke arah Anna yang saat ini juga sedang menatap ke arah nya. William menggertak geraham nya. Marah, kepada diri sendiri yang tidak bisa mengontrol diri. Ia juga marah kepada Anna yang baru saja berjabat tangan erat dengan Daniel. Ia juga marah tentang... "Kenapa rambut itu masih diikat?" komentar William kepada rambut Anna.
Anna terpana.
Hah?! Dia bawa gue ke ruangan ini cuma buat komentar soal rambut? "Apa salahnya dengan rambut diikat begini? Bukankah lebih rapi?" tanya Anna menentang.
William mengulurkan tangan merapikan kemeja Anna yang sebenarnya masih dalam posisi yang tepat, wangi parfum loundry menggoda indra penciuman nya. "Kemeja ini akan lebih terlihat cantik jika orang yang mengenakannya menerapkan model rambut yang sesuai!" ucap William dengan pelan saat ujung jarinya mengikuti lekuk kerah kemeja itu.
Hawa panas penuh tekanan melingkupi dua orang itu.
Anna merasakan napasnya sesak. "Apaan sih! Jangan melewati batas Anda, Pak William!" geram Anna menyembunyikan wajahnya yang terasa panas, bersemu merah. Tindakan William yang terkesan memberikan sentuhan sensual membuat Anna makin yakin bahwa William memang seorang pria cabul.
William terdiam. Ucapan serta tatapan mata Anna segera menyadarkan dirinya yang seperti pria mabuk. William mundur selangkah, lalu kembali memasang wajah dingin dan kaku nya. "Maaf!" ucapnya hampir tak terdengar, lalu membuka pintu meninggalkan ruangan itu.