Pria di kursi roda itu suami si pemilik tubuhku ini? Tapi kenapa pria itu menatap benci pada tubuh ini?
"Kau keluar penjara dengan selamat, tapi di rumah ini siksaan sebenarnya sudah menunggu mu! Kau mendorongku sampai aku lumpuh, kini giliranmu merasakan neraka di rumah ini!"
Sial! Gue mati di tangan tunangan dan sahabat gue sendiri, kini Roh gue malah kesasar masuk ke tubuh wanita yang dibenci suaminya sendiri!
Apa ada hal yang lebih mengenaskan lagi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemesraan Di Pagi Hari.
Eric membaringkan tubuh Amber yang tertidur kelelahan setelah berkeliling dari camp militer. Mereka kini sudah pulang, Eric menarik selimut menyelimuti tubuh Amber lalu mengecup kening wanita itu lembut.
Pria yang perasaannya sedang kacau itu karena mendengar pengakuan dari Amber, melangkahkan kakinya masuk ke ruangan buku memijit tombol. Rak buku terbelah menjadi dua memperlihatkan satu pintu rahasia, ia menekan kode beberapa angka lalu pintu terbuka. Eric masuk ke dalam menutup pintu di belakang nya sampai tertutup.
Eric mengambil kalung militer Erren dari kotak kayu, meraba belakang kalung itu disana ada inisial dia dan Erren. "Aku harus bagaimana? Erren, apa kamu masih hidup diluar sana? Jika kamu sudah meninggal, dimana jasadmu? Jika kamu masih hidup datanglah padaku, aku harus mengakhirinya denganmu sebelum aku memulai hubunganku dengan Amber. Aku tau kamu sudah berkorban untukku, kamu rela menahan tembakan peluru yang akan menembusku. Kamu meninggal untukku, tapi Erren... hatiku kini tergetar oleh Amber. Maafkan aku karena pernah berjanji padamu, takkan pernah ada wanita lain di hatiku. Bahkan saat aku menikah dengan Katlin, aku berjanji akan menceraikannya setelah misi kita selesai. Kini, aku telah mengkhianatimu... hatiku kini milik Amber. Maaf... maaf...." lirihnya.
Sekali lagi Eric menatap kalung milik Erren lalu menaruh kembali di dalam kotak. Dia lalu berbalik keluar dari sana, tapi semalaman dia diam di dalam ruangan buku menata hatinya.
Tiba-tiba ada sebuah email masuk, kedua mata Eric terbelalak. "Erren!"
***
Dua hari kemudian Eric dan Amber pindah ke rumah pribadi milik Eric, itu sebuah rumah sederhana dengan taman dan kebun luas juga sebuah kolam renang di pinggir rumah. Rumah dengan 2 lantai itu berada jauh dari rumah tetangga disana, sengaja untuk menjaga privasi mereka.
Eric berjalan mendekati Amber yang sedang berada di dapur, mungkin wanita itu sedang menyiapkan sarapan. Kepala Eric melongok dari atas bahu Amber, perbedaan tinggi mereka sekitar 23cm. Amber dengan tinggi 165 cm dan Eric sekitar 188 cm. Pria militer itu memeluk pinggang Amber dari belakang, menaruh dagunya di bahu wanita yang sedang sibuk itu.
"Amber, aku bilang mulai sekarang urusan memasak biar aku yang mengerjakannya. Lihat terlurnya gosong," jahil Eric.
Amber memutar bola matanya, "Makan saja jika kau mau, kalau tidak enak buang saja. Aku memang tidak bisa masak, tapi kalau hanya telur gulung aku masih bisa. Matamu buta, mana ada telur ini gosong! Sekarang ambilkan piring."
"Siap Nyonya," tapi bukannya menurut, Eric malah mengecup tengkuk polos Amber.
Tubuh Amber seketika bergetar, "Kau memancingku pagi-pagi, Capt! Kau tau aku akan mulai pergi bekerja, cih!"
Eric terkekeh, tangan panjangnya melewati lengan Amber ia mematikan kompor listrik. Ia memutar tubuh Amber, wanita itu kini berhadapan dengannya, "Aku sudah terbiasa dengan kehadiranmu, mulai hari ini dan selanjutnya aku pasti akan kesepian tanpamu di sampingku."
Amber membuka mulutnya ingin mengatakan kenapa Eric mengatakan ucapan seperti itu padahal pria itu tidak pernah sekalipun mengatakan menyukainya atau pun mengatakan mencintainya. Tapi Amber akhirnya tersenyum, sikap Eric yang baik dan penuh perhatian padanya lebih dari cukup, untuk saat ini. Ia mengalungkan kedua tangannya di leher pria tinggi itu. "Aku juga akan merindukanmu, kirim fotomu setiap 1 jam sekali. Dengan wajah berbeda, tak boleh sama."
"Ahhh... apakah hanya wajahku? Bagaimana jika aku sedang mandi telanjang, atau tidur siang telanjang, mau aku foto seluruh tubuhku?" Eric tersenyum nakal.
"Itu akan bahaya Eric, aku tidak bisa fokus bekerja nanti. Jika sudah begitu, aku akan segera berlari pulang. Xixixi..."
"Amber, ini adalah kompensasiku meminta mu memenuhi hasratku. Tapi, jika mendengar perkataanmu barusan sepertinya kau yang menikmati hubungan di atas ranjang? Hm?" ejek Eric.
"Karena aku bukan memberikan kompensasimu, Eric. Tapi aku secara sukarela memberikan tubuhku, menyerahkan seluruh jiwa dan hatiku untukmu."
Degh! Degh! Degh!
Jantung Eric berdegup kencang, ia menatap mata bening Amber. Tak ingin berkata-kata lagi, ia memeluk pinggang istrinya menempelkan tubuh mereka. Kemudian ia mengangkat tubuh Amber ke atas counter table, mencium bibir wanita itu penuh gairah. "Amber... Amber..." bibirnya turun ke leher jenjang wanita itu, mengecup disana.
Amber terbawa suasana, kepalanya menengadah ke belakang. Ia melengkungkan tubuhnya ke depan, kedua tangannya memeluk kepala Eric. Bibir pria itu turun ke ke bagian kedua dadanya, tangan Eric bergerak membuka kancing kemeja kerjanya. "Ahhhh... Eric... Aku harus bekerja..." lirih Amber disela gairahnya.
"Jika telat, aku yang akan menelepon Papa..." Tangan nakal Eric mulai melucuti semua pakaian yang sudah menempel rapi di tubuh langsing istrinya.
Eric membawa tubuh Amber dalam pangkuannya berpindah ke meja lebar di dapur, membaringkan tubuh Amber di atasnya. Dengan sekali sentakan Eric memasukkan miliknya ke dalam milik Amber, dengan perlahan tapi pasti ia menggerakkan pinggulnya menarik dan mendorongkan senjata miliknya menindih tubuh Amber di bawahnya berulang-ulang lalu pinggulnya bergerak cepat, akhirnya keduanya mengerrang penuh kepuasan.
"Hahhh... hahh... sepertinya aku rela mati dalam pelukanmu, Eric." Gumam Amber seraya mengatur nafasnya.
"Sebelum kamu mati, aku akan membunuh diriku sendiri. Aku tak ingin hidup di dunia, dimana tidak ada kamu di dalamnya..." Jawab Eric.
Begitu lah keduanya saling mengungkapkan perasaan cinta tanpa kata-kata aku mencintaimu. Tanpa mereka sadari, kalimat aku mencintaimu yang tak pernah terucapkan suatu hari akan menjadi boomerang yang membuat keretakan dalam hubungan mereka.