Sebagai seorang istri Maysa adalah seorang istri yang pengertian. Dia tidak pernah menuntut pada sang suami karena wanita itu tahu jika sang suami hanya pegawai biasa.
Maysa selalu menerima apa pun yang diberi Rafka—suaminya. Hingga suatu hari dia mengetahui jika sang suami ternyata berbohong mengenai pekerjaannya yang seorang manager. Lebih menyakitkan lagi selama ini Rafka main gila dengan salah seorang temannya di kantor.
Akankah Maysa bertahan dan memperjuangkan suaminya? Atau melepaskan pria itu begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Yakin ingin berpisah
Maysa masih berdiam diri di ruang tamu. Jujur dia juga belum sanggup melihat rumah tangganya hancur seperti ini, tetapi bertahan pun dia lebih tidak sanggup lagi. Mungkin ini memang takdir yang harus dia jalani. Takdir yang tidak pernah dia sangka, bahkan dalam bayangan sekalipun.
"Assalamualaikum," ucap Riri yang baru saja pulang bekerja.
"Waalaikumsalam," jawab Maysa sambil berusaha mengusap air matanya.
"Kakak, kenapa menangis? Apa gara-gara Kak Rafka? Aku tadi lihat dia di ujung jalan. Dia tadi habis dari sini, ya?" tanya Riri. Maysa hanya mengangguk. Gadis itu sudah tahu cerita tentang kakaknya dari sang mama. Dia juga sangat sedih melihat Maysa seperti ini. Akan tetapi, dia lebih tidak rela jika kakaknya harus diduakan.
"Kakak, aku tahu Kakak adalah wanita yang kuat. Tuhan memberikan cobaan ini untuk kakak agar Kakak menjadi wanita yang hebat. Aku yakin ada hikmah dibalik semua ini."
"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu pernah lihat Kak Rafka bersama dengan wanita lain?" tanya Maysa dengan menatap adiknya.
"Kakak tahu dari mana? Mama yang cerita?" tanya Riri. Maysa hanya mengangguk tanpa mengucapkan satu kata pun. "Aku cuma nggak mau ikut campur dengan urusan rumah tangga Kakak. Lagi pula aku yakin sepandai-pandainya orang menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga, jadi lebih baik Kakak yang tahu sendiri daripada mendengarnya dari mulutku. Mungkin itu akan menyakitkan, tapi aku yakin itu akan menjadi pelajaran untuk Kakak. Aku tahu setiap orang pasti bisa berubah, tetapi aku tidak yakin dengan Kak Rafka. Apalagi keluarganya juga tidak ada yang tegas pada Kak Rafka."
"Tapi kemarin papa mukulin dia, kok!"
"Percuma juga memukulnya sekarang, semuanya juga sudah terlambat. Dipukulin kayak gimana juga aku yakin, Kak Rafka nggak mungkin ninggalin selingkuhannya itu karena apa yang dilakukan orang tua Kak Rafka, tidak pernah membuat anak yang jera dan mengakui kesalahannya."
"Ri, jangan melimpahkan kesalahan Mas Rafka pada orang tuanya. Aku yakin Papa Irfan dan mama Isyana sudah berusaha. Hanya saja Mas Rafka memang sulit untuk dikendalikan."
"Kenapa Kakak masih membela keluarga mereka, sih! Sudah jelas-jelas mereka menghianati Kakak."
"Mereka memang mengkhianatiku, tapi aku tahu alasan mereka jadi, tidak perlu diperpanjang lagi. Lagi pila Kakak juga sudah mengambil keputusan."
"Keputusan apa?" tanya Riri yang penasaran.
"Sudah, ayo kita ke dalam. Kakak mau mandi, badan udah bau nggak enak," jawab Maysa mengalihkan pembicaraan. Biarlah itu menjadi rahasianya. Wanita itu meninggalkan adiknya dan pergi menuju kamar. Dia ingin membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.
"Ih, kakak mah suka ngalihin pembicaraan. Kakak ambil keputusan apa?" rengek Riri sambil mengikuti kakaknya menuju kamar.
Sementara itu, Rafka memilih untuk pulang ke rumahnya sendiri. Jika nanti dia ke rumah orang tuanya. Sudah pasti dia akan dicecar berbagai pertanyaan dia terlalu malas untuk menanggapi ocehan seluruh keluarganya. Terutama Mia yang saat ini masih di rumah orangtuanya.
*****
"Ma, aku sudah menerima tawaran Bu Rina. Mungkin setelah ini aku akan sangat sibuk. Maafkan aku yang harus kembali merepotkan Mama untuk menjaga Eira," ucap Maysa.
Saat ini keduanya ada di ruang keluarga usai menikmati makan malam, ada Riri juga di sana. Sedangkan Eira sudah tidur. Mama Rafiqah tersenyum dengan menggenggam telapak tangan putrinya. Dia akan selalu mendukung apa pun yang dilakukan Maysa.
"May, Mama tidak pernah merasa repot dengan kehadiran Eira. Mama justru sangat bahagia bisa ditemani seorang cucu diusia Mama sekarang ini. Jangan merasa membebani Mama."
Maysa tersenyum. Mamanya memang orang yang paling menyayanginya dan tidak pernah mengharapkan imbalan sedikitpun. Beruntunglah dia dilahirkan dari rahim wanita itu.
"Satu lagi, Ma ... aku akan menggugat cerai Mas Rafka."
Mama Rafiqah terdiam. Dia sebenarnya masih ingin Maysa mempertahankan rumah tangganya. Akan tetapi, wanita itu juga tidak bisa memaksa putrinya bertahan ditengah rasa sakit. Apalagi Rafka juga tidak berusaha memperbaiki kesalahannya, malah semakin menjadi.
"Apa pun keputusanmu, Mama akan selalu mendukungmu. Jika memang itu adalah yang terbaik untukmu, lakukanlah!"
"Terima kasih, Ma. Aku tidak akan pernah bisa membalas apa yang sudah Mama lakukan padaku selama ini. Mama adalah malaikatku. Sekali lagi, terima kasih," ucap Maysa sambil memeluk mamanya.
Mama Rafiqah membalas pelukan putrinya. Dia bahagia melihat putrinya bahagia, begitupun sebaliknya. "Kalianlah malaikat Mama. Hanya kalian yang Mama miliki di dunia ini."
"Aku juga mau dipeluk!" seru Riri yang kemudian ikut memeluk mamanya. Mama Rafiqah terkekeh sambil memeluk kedua putrinya. "Aku juga akan selalu mendukung Kakak. Kalau perlu, aku akan berhenti bekerja dan membantu Kakak mendirikan butik itu."
"Terima kasih, mudah-mudahan aku tidak mengecewakan banyak orang."
"Asal kamu berusaha dan selalu berdoa, insya Allah Tuhan akan memberi kemudahan," sahut Mama Rafiqah. "Sudah larut, ayo, kita tidur! Besok kalian harus bekerja."
"Iya, Ma," sahut Maysa dan Riri bersamaan.
Ketiganya kembali ke kamar masing-masing. Begitu sampai di kamar, Maysa menatap wajah putrinya yang tertidur. Ada rasa sakit kala mengingat bahwa Eira akan semakin kehilangan kebersamaan dengan papanya. Gadis kecil itu memang tidak begitu dekat dengan Rafka. Beberapa hari tinggal di sini, tidak sekalipun dia mencari papanya.
Maysa kembali mengingat almarhum papanya yang meninggal saat dirinya masih SMP. Dia sangat kehilangan saat itu karena papanya memang sangat dekat dengan anak-anaknya. Bahkan Riri sampai demam karena saking rindunya. Andai saja Rafka bisa seperti beliau.
Bukan maksudnya membandingkan atau meminta sang suami seperti almarhum papanya. Setidaknya Rafka bisa memberi sedikit waktunya untuk Eira. Dari dulu setiap pulang kerja dia langsung istirahat. Maysa tahu pria itu capek, tetapi bukankah bercanda bersama dengan anak bisa menjadi obat lelah? Kenapa bagi Rafka tidak?
Apalagi dalam setahun ini. Rafka selalu pulang larut, saat putrinya sudah tertidur. Pagi hari pun hanya sedikit obrolan, tidak ada canda tawa seperti yang dia harapkan.
Maysa menghela napas panjang. Wanita itu memejamkan matanya, tidak ingin terus berlarut dalam kesedihan. Saat ini dia sudah memiliki tujuan. Biarlah waktu yang mengobati semua lukanya. Mengenai Eira, mudah-mudahan gadis kecil itu bisa menerima jalan hidupnya dengan tetap tersenyum.
Saat Maysa hampir terlelap, dering ponsel menyadarkannya kembali. Tertera nama ibu mertua di sana. Dia belum siap berbicara dengan wanita paruh baya itu. Pasti Mama Ishana akan membujuknya untuk kembali bersama dengan Rafka.
Maysa sangat tahu jika mertuanya sangat pandai merayu karena tutur katanya yang begitu lembut. Dia tidak ingin termakan rayuannya. Sampai kapan pun wanita itu tidak akan mengubah pendiriannya. Apalagi sampai mau menerima dimadu.
Ponsel kembali berdering. Mama Ishana tidak menyerah saat panggilan itu diabaikan. Dia masih ingin berbicara dengan menantunya. Maysa yang tidak tega pun akhirnya menggeser tombol hijau.
"Halo, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Nak. Bagaimana kabar kamu dan Eira?" tanya Mama Ishana yang berada di seberang.
"Alhamdulillah, aku dan Eira baik-baik saja. Ada apa, ya, Ma. Malam-malam begini telepon?"
"Kamu ada di mana? Di rumah bersama Rafka, kan?"
.
.
.
mknya muka nya familiar
sayang nya sama Eira tulis bgt
entah dia dari keluarga yg penuh tekanan,semua udah dia atur dia dia harus ngikutin semua aturan itu.
dan dia udah punya jodoh sendiri
kadang bingung ya..sama lelaki.
udah punya yg spek bidadari malah nyari yg kyk gelandang.
yah... begitu lah seni nya peselingkuhan.
lu makan aja tu pilihan lu
kadang bingung ya..sama lelaki.
udah punya yg spek bidadari malah nyari yg kyk gelandang.
yah... begitu lah seni nya peselingkuhan.
lu makan aja tu pilihan lu