"JANGAN LUPA LIKE PERBAB YA!"
Reyhan Pratama dipertemukan dengan seorang wanita shalihah yang dulu pernah ditolaknya saat akan dijodohkan beberapa tahun lalu membuatnya sedikit menyesal tentang masa lalunya.
Wanita itu sekarang sudah bercadar namanya Annisa Putri, wanita shalihah yang sangat lembut dan sekarang sangat disukai oleh Asyifa putrinya Reyhan.
Akankah mereka bisa memperbaiki masa lalu mereka?
Jika ada penulisan atau kata-kata yang salah, atau menyinggung salah satu agama, mohon di maafkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Karyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Annisa sedang membayar biaya administrasi, karena Fatimah sudah boleh pulang gak perlu menginap, hanya perlu istirahat di rumah.
Disaat dia selesai membayar, dia berjalan ingin menemui Humaira dan Fatimah, tapi langkahnya berhenti saat mendengar suara anak kecil yang dikenalnya, dia yakin itu suara Syifa menangis.
Dia menoleh ke samping dan melihat kearah kirinya, tidak terlalu dekat beneran ada Syifa yang menangis, meronta ingin lepas dari Omanya.
Tangisannya terdengar sangat menyedihkan.
Dia berjalan dengan terburu-buru mendekati mereka yang fokus pada Syifa.
"Syifa kenapa?" tanya Annisa khawatir dan sekarang sudah berdiri tepat di dekat mereka.
Syifa berhenti meronta saat mendengar suara Annisa, Ia menatap wajah Annisa dengan wajah pilunya yang sudah basah oleh air mata. Dia tidak menjawab pertanyaan tante Nisanya.
"Syifa sakit perut lagi, dan harus diinfus tapi Syifanya gak mau," Bu Janeta yang menjawab pertanyaan itu, dia tidak menyangka ada Annisa juga disini, seketika dia merasa ada penyelamat.
Annisa menatap wajah pucat Syifa, dahinya penuh keringat dan jatuh bercampur air mata.
Syifa kembali menangis sambil menekan perutnya yang sakit, Annisa langsung mengambilnya dari gendongan Janeta, "Sama tante Nisa dulu," Annisa merasa kasihan pada Bu Janeta yang kewalahan karena Syifa meronta di pelukannya.
"Diinfus gak sakit kok, Tante Nisa temenin mau gak?" tanya Annisa saat membujuk Syifa sambil mengusap air mata Syifa dan juga keringat di dahinya.
"Gak mau, diinfus sakit," tolak Syifa masih menangis
"Gak sakit kok, nanti saat Syifa diinfus, Syifa duduk di pangkuan Tante Nisa. Mau ya?" bujuk Annisa dengan pelan.
Syifa terus menggeleng beberapa kali.
"Nanti kalau sakit, Syifa gigit saja tangan Tante Nisa biar kita sama-sama sakit," ucap Annisa
Syifa melihat lengan Annisa, mana tega dia menggigit lengan tante Nisa nya ini, tapi karena bersama tantenya ini, dia mengangguk ragu.
Janeta tersenyum dan langsung mengajak Annisa ke ruang rawat tadi yang sudah mereka tempati sebelum Syifa lari keluar. Perawat yang bersama Janeta dan Syifa tadi juga mengikuti.
Mereka pun masuk, Dokter wanita masih ada di sana.
Annisa duduk di ranjang pasien sambil memangku Syifa lalu membujuknya dengan beberapa ucapan, dia juga membantu mengusap perut Syifa, perut yang biasa bulat sekarang seperti papan.
Dia membaringkan Syifa dengan pelan lalu duduk di dekatnya sambil terus mengusap perutnya.
Reyhan dan Pramana berlari datang dan langsung mencari ruangan mereka, mereka masuk dengan panik tapi Reyhan terhenti saat melihat Annisa memegang Syifa saat Syifa akan diinfus.
Janeta melihat ke arah Pramana dan Reyhan yang baru datang, keduanya berdiri mematung di dekat pintu seperti orang shock.
Syifa meringis menahan sakit saat Dokter mulai mencari urat lalu menusukkan jarum.
Annisa menepuk-nepuk Syifa supaya tenang, "Hanya sakit sebentar, Syifa kan anak pintar," ucapnya tanpa sadar jika ada yang menatapnya dari dekat pintu.
"Sudah," ucap Dokter sambil tersenyum, anak ini tidak memberontak seperti tadi jadi gampang menanganinya.
"Karena masih lemah jadi, istirahat ya!" Annisa mengambil tisu lalu membersihkan seluruh wajah Syifa.
Perawat memperlambat jalan air infus.
Dokter dan perawat pamit pergi setelah selesai.
"Tante Nisa tetap di sini ya!" pinta Syifa yang masih sedikit pilu.
Annisa melihat ke arah Janeta yang berada di dekatnya, Janeta mengangguk mohon tanpa bicara.
Annisa kembali menoleh kearah wajah Syifa yang terlihat jelas jika dia menolak tangisnya akan pecah lagi.
"Baiklah, tapi Tante Nisa bilang dulu sama ustadzah Humaira. Tante keluar dulu boleh ya?" ucap Annisa
"Tapi janji ke sini lagi," kata Syifa
Annisa mengangguk dan langsung pamit ingin keluar, dia menoleh ke belakang saat akan pergi, dia sedikit kaget saat melihat pak Pramana dan Reyhan sudah ada. Ia berjalan pergi melewati Reyhan dan Papanya yang keduanya menepi untuk memberi jalan padanya, dia menunduk saat melewati keduanya.
Setelah dia pergi, Reyhan mendekati Syifa duduk di samping putrinya itu sambil menepuk-nepuk Syifa yang sudah mengantuk.
Pramana duduk di sofa bersama istrinya menatap keduanya.
Dengan bodohnya aku menolak wanita yang hampir sempurna ini, Syifa membutuhkan Ibu seperti Annisa, tapi aku telah menyakitinya beberapa tahun lalu batin Reyhan yang masih menepuk putrinya tapi pikirannya berkeliaran.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya mamanya saat melihat dia melamun.
Reyhan tersadar dari lamunannya saat mendengar suara mamanya.
"Tidak ada Ma," ucap Reyhan asal jawab dan kembali fokus mengusap putrinya.
"Pasti kamu memikirkan betapa menyesalnya kamu telah menolak dia dulu, ya kan?" ucap Pramana yang seakan bisa membaca pikiran Reyhan. Dia juga seorang pria jadi dia tau apa yang ada di pikiran seorang pria saat menghadapi wanita yang ditolaknya tapi ternyata sangat baik.
Reyhan hanya diam tapi dari wajahnya sudah terlihat jelas yang dikatakan Papanya benar.
"Dulu kami memilih dia karena tau dia akan menjadi istri yang terbaik buat kamu, walau waktu itu umurnya masih," ucap bu Janeta, walau dia tidak sempat melihat Annisa dulu tapi dia yakin Annisa bisa jadi istri yang baik seperti halnya bu Aisyah.
"Ya Mama benar, dia memang bisa jadi istri yang baik, tapi jika dulu perjodohan itu terjadi, Syifa gak mungkin ada sekarang, jadi aku gak bisa menyesali kejadian dulu," ucap Reyhan
Reyhan melihat ke arah Syifa yang sudah tertidur.
Mama dan Papanya juga merasa ucapan Reyhan benar, tanpa Denada mungkin Syifa gak akan ada bersama mereka, Allah punya jalannya sendiri, mungkin karena dulu Reyhan sedikit nakal jadi Allah tidak mempertemukannya dengan perempuan baik seperti Annisa tapi mempertemukannya dengan perempuan nakal juga seperti Denada.
Semoga saat ini setelah dia menjadi lebih baik maka istrinya nanti juga orang baik.
Mereka berhenti bicara karena takut membangunkan Syifa yang tertidur lelap.
*
Annisa membantu ustadzah Humaira membawa Fatimah masuk ke mobil. Tubuh Fatimah masih sedikit lemah jadi masih harus dipegang erat saat masuk ke dalam mobil.
"Tolong bilang sama Ibu dan Ayah kalau Nisa di rumah sakit nungguin Syifa," ucap Annisa pada Humaira.
Humaira mengangguk dan pamit pergi.
Annisa kembali masuk ke rumah sakit dan berjalan menuju ruang rawat Syifa. Ia mengetuk pintu sambil mengucap salam, semuanya menjawab salam Annisa sambil menoleh ke arah pintu yang sudah dibuka.
Dia masuk dengan pelan dan kembali menutup pintu.
"Syifanya sudah tidur, ayo duduk di sini dulu," ajak Janeta
"Iya Bu, sambil nunggu waktu Dzuhur juga," ucap Annisa
"Nanti shalatnya di mushola rumah sakit saja," ucap Pramana.
"Iya Pak," ucap Annisa yang saat ini fokus menatap Syifa di tempat tidur.