Kisah ini tentang perjuangan seorang anak laki-laki bernama Nandang Batuah yang bercita-cita menjadi seorang Abdi Negara. Hidup bersama adik perempuan dan ibunya yang seorang janda berpenghasilan minim. Simak perjalanan hidupnya ya.
Dunia nyata sudah cukup pelik dengan segala likaliku yang lumayan berat. Maka dalam karya ini author berharap dapat membawa pembaca ke dunia halu yang manis.
Di sini
No pelakor
No pebinor
Ada bawang secukupnya
Ada Kopi sedikit pahit
Ada gula pasir yang lumayan membuat hatimu berdesir.
Mari ramaikan
Semoga terhibur
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 : KEPILUAN NANDANG
Bagus mempunyai jabatan cukup tinggi di kantor yaitu Sekretaris di sebuah dinas di pemerintahan. Namun, hal tersebut tidak ia jadikan alasan untuk menyombongkan diri. Jiwa rendah hatinya sangat kentara, bahkan menomor satukan kebahagiaan keluarhanya adalah tujuannya.
Sebab Bagus sangat menyadari bahwa harta dan jabatan hanyalah titipan yang kadang bisa kapan saja, lepas dan tidak lagi melekat padanya.
Pun keluarga yaitu anak dan istrinya juga amanah yang harus dengan sungguh di perhatikannya dengan segenap jiwa dan raganya. Bagus sadar hidup hanya sekali, tidak tau kapan ajal akan menjemput. Maka sedapat mungkin memainkan perannya sebagai kepala keluarga yang setia dan bertanggung jawab penuh pada dua wanita yang sangat ia hormati dan sayangi. Karena ia telah tak punya ibu lagi untuk saranaya berbakti.
Mobil yang Bagus kemudi sudah terhenti di depan sebuah bangunan yang tinggi menjulang. Namun sepi. Bagus ragu, apakah ini alamat yang benar telah di sampaikan tetangga Nandang tadi.
Mencoba tetap masuk. Mengetuk pintu gerbang yang di tutup seng tersebut. Masih dengan sejuta pikiran yang berkecambuk di kepalanya.
"Permisi...." Kali ini Bagus tidak hanya mengetuk, tapi memanggil juga.
"Cari siapa?" Ada kepala yang menyembul di gerbang yang terbuka sedikit itu. Dan bola mata orang tersebut naik turun, memperhatikan tampilan seorang ASN yang nyata telah berdiri tegap di depannya.
"Oh... permisi. Mau bertemu dengan Nandang." Bagus ingat betul kata sandi yang harus ia sebutkan jika mau di ijinkan untuk masuk.
"Oh... cari Nandang. Sebentar, mau masuk dengan mobil atau jalan kaki?" tanya pria kurus agak dekil itu pada Bagus.
"Saya jalan kaki saja pak." Jawab Bagis lagi. Yang kemudian pintu itu di buka lebih besar dari tadi.
Ada tangan menyilahkan Bagus untuk masuk ke dalam tempat itu. Dan benar saja, hanya tampak luar tempat itu sepi. Di dalamnya Bagus paham betul jika itu adalah lokalisasi tempat ajang prostitusi. Bagus langsung tau apa saja yang terjadi di sini.
"Mami... Nandang di mana?" laki-laki tadi berjalan di ikuti Bagus mengarah ke salah satu rumah paling depan dan terdekat dengan gardu jaga. Tentu itu adalah rumah Onel.
"Hah... Nandang? Sebentar. Di tempat Naoumi kayaknya Man. Ada apa?" tanya Onel yang matanya sudah plirak plirik dengan lelaki yang berjalan di belakang Karman.
"Ini... bapak ini datang mau cari Nandang." Jawab Karman menunjuk Bagus dengan jempolnya
"Bapak siapanya Nandang?" tanya Onel tentu dengan nada juteknya.
"Saya Bagus, ayah temannya Nandang. Ada perlu sedikit dengan Nandang." Jawab Bagus dengan sopan tentunya.
"Kenapa tidak menelponnya saja?" tanya Onel sambil mengikir kukunya.
"Maaf saya tidak punya nomor ponsel Nandang. Tadi tidak berencana ke rumahnya, tapi dia tidak ada. Lalu saya di arahkan ke sini " Terang Bagus masih dengan tutur bahasa yang santun, walau lawan bicaranya agak cuek. Bahkan menyilahkan masuk pun tidak.
Onel menekan ponselnya untuk menghubungi Nandang. Terdengar dialog pendek, kemudian telepon berakhir.
"10 menit lagi pekerjaannya selesai. Mau menunggu?" tanya Onel lagi pada Bagus.
"Oh.... iya, siap. Saya akan tunggu di sini saja." Jawab Bagus sambil melihat bangku kayu di teras rumah Onel.
"Ya sudah.... duduk saja di situ. Saya masuk." Jawab Onel mengijinkan Bagus hanya menunggu di terasnya.
"Karman... bantu timbang dan catata pakaian yang akan di bawa Nandang. Mungkin dia akan cepat pulang." Perintah Onel pada Karman. Yang Curiga jika tujuan pria ini datang adalah untuk mengajak Nandang pulang.
Bagus tampak menikmati pemandangan Karman yang sedang bekerja masih di teras tidak jauh dari tempat ia duduk. Hingga semua ktesek hitam berisi pakaian itu selesai di timbang. Kemudian, semua di pindahkan Karman ke belakang sebuah motor. Bagus ingat itu adalah motor hadiah ulang tahun dari Pispa untuk Nandang beberapa bulan lalu.
Tampak dari kejauhan Bagus melihat sosok Nandang berjalan dengan sebuah kresek lumayan besar di tangannya berjalan menuju ke arahnya.
Semakin dekat, semakin terlihat jika yang ia bawa itu lumayan berat. Juga tubuh Nandang terlihat agak kucel penuh keringat. Bagus terenyuh melihat pemandangan itu.
"Pak Bagus...?" heran Nandang yang langsung menyalimi ayah Naila penuh hormat.
"Maaf Nan, bapak tadi ke rumahmu. Tapi kata tetangga kamu sedang bekerja di sini. Jadi bapak samperin." Ujar Bagus menjelaskan tujuannya.
"Oh... iya pak. Saya bekerja di sini. memggantikan emak."
"Selesaikan saja dulu pekerjaanmu Nan. Bapak menunggu di mobil, juga akan kerumahmu lagi." Bagus paham akan tidak nyaman jika mereka berlama-lama ngobrol di tempat itu.
Bagus pun tak lupa pamit juga berterima kasih sudah di ijinkan untuk masuk ke area tertutup itu. Ia dapat menangkap jika wanita tambun itu terlihat tidak suka dengan kehadirannya ke tempat mereka.
Kuda besi yang Nandang kendarai tadi sarat akan muatan. Nandang juga sudah gesit mengemudikannya, sehingga kini berada di depan mobil Bagus.
Masih banyak pertanyaan yang bergelayut di pikiran Bagus, sebeginikan kerasnya Puspa dan anak-anaknya mencari nafkah. Ia sangat menyesal mengapa tak memperhatikan keluarga ini bahkan sejak ia pindah ke kota yang sama.
Nandang lebih dahulu tiba di rumahnya. Kemudian memarkirkan motor di garasi samping rumah. Lalu dengan senyum terkembang menantikan Bagus turun dari mobil untuk di silahkannya masuk ke dalam rumahnya.
"Maaf Pak. Saya mandi sebentar saja." Pamit Nandang yang malu dan sadar jika tubuhnya bau apek karena keringat yang keluar secara berlebihan oleh pekerjaannya tadi.
Bagus tidak punya pilihan selain menunggu, entah sepenting apa Nandang dan keluarganya ini bagi Bagus. Sehingga ia rela meninggalkan pekerjaannya di kantor hanya demi sebuah penjelasan tentang keluarga ini.
Nandang datang dari arah belakang sudah dengan segelas teh untuk Bagus.
"Maaf lama menunggu pak. Di minum dulu." Ujar Nandang yang hanya meletakkan nampan itu ke hadapan Bagus, lalu beranjak ke kamar untuk memastikan keadaan emaknya.
Nandang sedikit lega, karena Puspa masih terlihat tertidur pulas di kamarnya. Lalu ia duduk menghadap Bagus.
"Nan... maaf bapak baru melihat pemgumuman jika kamu tidak lolos masuk IPDN. Dan Setelah baoak usut, itu karena kamu tidak mengikuti satu rangkaian tes. Apa itu benar?" Bagus langsung bertanya ke inti kegundahannya sejak tadi.
"Iya benar pak. Di hari yang di jadwalkan untuk tes itu, bersamaan dengan kecelakaan yang menimpa emak. Sehingga saya tidak bisa membagi waktu untuk mengikuti tes juga mengurus emak secara bersamaan." Jawab Nandang tertunduk agak sedih.
"Astgafirullahalazim. Bagaimana keadaan emakmu sekarang?"
"Ya begitulah pak. Kaki emak patah, sehingga belum bisa berjalan. Kepala emak juga terbentur keras, sehingga kini emak amnesia. Ia tidak mengenal Nadang juga Andini." Lirih Nandang terdengar sangat pilu.
Bersambung...