Dara anak seorang pembantu di jodohkan dengan seorang pewaris tunggal sebuah perusahaan karena sebuah rahasia yang tertulis dalam surat dari surga.
Dara telah memilih, menerima pernikahannya dengan Windu, menangkup sejumput cinta tanpa berharap balasannya.
Mampukah Dara bertahan dalam pernikahannya yang seperti neraka?
Rahasia apa yang ada di balik pernikahan ini?
Mampukah Dara bertahan dalam kesabaran?
Bisakah Windu belajar mencintai istrinya dengan benar? Benarkah ada pelangi setelah hujan?
Ikuti kisah ini, dalam novel " Di Antara Dua Hati"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 BELAJARLAH MENCINTAI
"Apa...?" Dara takut telinganya sedang mempermainkan dirinya.
"Aku tidak akan menceraikanmu, Dara..."
Suara Windu terdengar parau, wajah itu menatap Dara dengan tatapan yang aneh dan begitu berbeda.
Dilipatnya lagi lembaran yang ada di tangannya dan dimasukkannya ke dalam saku celananya.
"Pak Dirga, sepertinya aku dan istriku harus pulang untuk mendiskusikan ulang tentang rencana perceraian kami." Windu berdiri dan mengambil map dokumen yang ada di atas meja.
Pak Dirga terpana dengan perubahan reaksi Windu yang mendadak, lalu berdiri dengan tatapan penasaran yang luar biasa.
Pengaruh "surat dari surga" itu luar biasa.
"Jika kami memerlukan hal yang perlu dikonsultasikan, kami akan datang lagi. Terimakasih atas bantuannya." Windu menyorongkan tangannya dan menyalami pengacara paruh baya itu.
"Apa maksudnya ini?" Dara masih tercengang di tempatnya duduk, kepalanya mendonggak kepada Windu dengan tatapan tak mengerti.
"Dara, ayo kita pulang..." Windu menarik lengan Dara, membuat perempuan itu berdiri hampir di pelukannya.
"Aku..." Dara berusaha berontak tapi tangan kekar itu mencengkeram dengan kuat tak ada niat untuk melepaskan.
"Kita pulang." Windu berucap tanpa melihat ke wajah Dara yang masih kebingungan.
"Selamat siang, pak Dirga." Windu mengambil tas hitam milik Dara dari kursi di sampingnya lalu menarik tangan istrinya itu menuju pintu di iringi tatapan pak Dirga yang masih kebingungan.
...***...
"Lepaskan tanganku!" Dara menggeram ketika mereka berdua sudah di dalam lift, untuk turun dari lantai 7 tempat ruangan pak Dirga berada.
Windu melepaskan cengkeramannya di pergelangan tangan Dara, tangan gadis itu memerah tanpa di sadarinya karena begitu kuat dia memegangnya.
"Kenapa denganmu? Kamu sudah gila?" Dara menghardik, kedua tangannya terkepal wajahnya merah padam, menantang wajah Windu.
Laki-laki itu tidak menjawab malah membuang tatapannya ke arah dinding lift.
"Kita kembali ke atas!" Dara berbalik hendak mengarahkan tangannya pada tombol tulisan angka lantai di dalam lift. Tapi dengan cepat Windu menangkap tangan Dara, sehingga tubuhnya melekat di punggung gadis itu.
"Dara...!" Windu bersuara dengan volume meninggi, bertepatan dengan pintu lift yang terbuka.
Dua orang laki-laki yang mau masuk tampak tak berkedip memandang ke arah mereka berdua. Seolah menuduh dua orang itu sedang melakukan hal yang tak senonoh di dalam lift itu.
"Tasmu..." Windu memberikan tas di tangannya kepada Dara lalu menariknya keluar sambil memasangkan senyum terpaksa pada beberapa pegawai di lobby yang tampak memperhatikan mereka keluar dari dalam lift lalu dengan lembut di genggamnya tangan Dara, membawanya keluar dari lobby gedung kantor pengacara itu.
Dara tak bersuara, dia benar-benar kesal dan marah dengan sikap arogansi Windu tapi dia tak ingin menarik perhatian orang banyak dengan bersikap kekanak-kanakan jika bertengkar di depan umum.
"Hentikan ini..." Dara meloloskan tangannya dari genggaman Windu ketika mereka sudah sampai di parkiran, di mana mobil Windu berada.
"Ku antar kamu pulang." Suara Windu melunak meskipun kelihatan agak serba salah.
"Aku tidak mau pulang." Jawab Dara, matanya yang memerah itu berkaca-kaca.
Dia benar-benar marah kepada Windu, seolah dia anak kecil yang begitu mudah dipermainkan.
"Dara, kita harus pulang sekarang." Windu terlihat berusaha sabar dengan sikap Dara, dia mengerti perubahan sikapnya tidak bisa diterima oleh Dara begitu saja.
"Apa lagi yang salah dengan draft itu? Aku harus mengkoreksi bagian yang mana? Aku bahkan tak meminta apa-apa, kecuali lamu membebaskan aku dari pernikahan kita. Aku sudah mengabulkan keinginanmu untuk bercerai. Apa lagi sekarang? Apa lagi kesalahanku?" Air mata Dara meleleh disela suaranya yang bergetar penuh kekesalan dan amarah.
Windu tak menjawab hanya mata kecoklatannya itu menatap Dara dengan tatapan yang sungguh berbeda.
"Kenapa kamu tidak bicara?" Dara menggigit bibirnya, lututnya menjadi gemetar oleh perasaan yang meluap seolah ingin meledak itu.
"Aku hanya ingin kita pulang..." Akhirnya bibir Windu terbuka. Lalu di bukanya pintu mobil untuk Dara.
Dara tak berkedip memandang ke arah Windu, dia sekarang benar-benar bingung dengan sikap Windu yang menurutnya sangat aneh luar biasa.
Seumur hidup dia tidak pernah semobil dengan Windu, apalagi diantar olehnya. Dan sekarang dia bertingkah seperti sopir, membuka pintu mobil untuknya tanpa sungkan.
Apakah ini hanya mimpi ataukah dia sedang berusaha menipuku?
Dara membathin, tubuhnya membeku seperti patung.
"Aku bisa pulang sendiri!" Dara hendak membalikkan tubuhnya tapi Windu sudah menyergap tubuh mungilnya dan setengah memaksa mendorongnya ke dalam mobil.
"Jangan keras kepala, kamu tidak malu kalau kita sekarang jadi tontonan orang?" Windu berucap sambil mengerlingkan matanya ke samping mereka. Beberapa orang yang berada di parkiran gedung kantor itu menatap kepada mereka dengan tatapan heran.
Dara merengut, dia ingin keluar tapi pandangan orang-orang menahannya. Setidaknya dia berencana ingin pindah tempat duduk ke jok belakang saja, tapi saat dia menoleh, akhirnya dengan putus asa dia pasrah, mobil Windu itu jenis mobil sport yang hanya mempunyai dua tempat duduk saja.
Windu segera masuk ke belakang setiran tanpa bicara lagi. Sepanjang jalan mereka saling diam. Dara bahkan tidak berminat memulai berbicara karena Windu nampaknya laki-laki itu tidak berusaha meladeninya.
Tapi Dara tak akan membiarkan Windu mempermainkannya, dia tak akan berhenti mempermasalahkan pembatalan cerai mereka itu, setelah ini.
...***...
Windu terduduk di atas tempat tidurnya, semua tulisan tangan mamanya seolah berkelebat di benaknya.
Perlahan tangannya merogoh saku celananya dan mengeluarkan lipatan surat yang sempat di bacanya tadi.
Win sayang,
Saat kamu membaca surat mama ini, maka mama sedang mengawasimu membacanya dari surga...
Mama hanya ingin bercerita tentang seorang anak,
Dengan penuh doa dan air mata, seorang ibu memperjuangkan sesuatu yang mustahil menjadi mungkin. Sebuah keajaiban setelah 7 tahun, dia bisa mendekap seorang bayi impiannya.
Bayi itu lahir dari keajaiban, meskipun lahir dengan berat badan rendah dan penyakit kardiomiopati (Kelainan jantung bawaan).
Tak ada hal yang lebih menyakitkan dari seorang ibu yang dihantui ketakutan kehilangan anaknya.
Ibu itu merawat sang anak dengan penuh kasih sayang dan ketakutan, hampir semua rumah sakit menjadi tempat mengadu nasib sang anak.
Sampai pada saat usianya Lima tahun, kerabat sang ibu datang dari kampung, mencari tempat mengadu untung. Tapi nasib dan takdir sungguh tak bisa ditebak...
Tahukah kamu sayang, mobil yang mereka tumpangi bertabrakan dengan sebuah truk tepat di depan rumah si ibu yang sedang menghitung waktu bisa memeluk raga anaknya, meratapi nasib menanggung vonis usia sang anak tak lama lagi.
Kerabat si ibu itu satu keluarga, sang ayah meninggal di tempat sementara anak laki-lakinya koma. Yang selamat adalah si ibu dan sang anak perempuan yang masih dalam kandungannya.
Tuhan berkata lain, anak laki-laki itu dinyatakan tak mungkin selamat, tepat di saat anak si ibu yang usianya sama itu di bawa ke rumah sakit karena tak sadarkan diri.
Dan Tuhanlah yang mengatur, saat dengan tangannya sendiri wanita hamil tua yang kehilangan keluarganya itu melepaskan semua alat penopang hidup sang anak dan merelakan jantung anaknya itu untuk anak si ibu yang menangis sepanjang malam di koridor rumah sakit.
Tahukah kamu lagi, sayangku Win...siapakah anak yang beruntung itu, yang diberi kesempatan hidup sekali lagi oleh Tuhan dengan perantaraan nyawa orang lain? Dialah anak kesayangan mama, Windu Putra Danuar.
Dan tahukah kamu, siapakah si ibu yang dengan sekuat hati menyerahkan jantung anaknya demi kebahagian ibu yang lain, dialah wanita yang kamu panggil bi Darsih, ibunda dari menantuku Dara. Yang padanya ibu berjanji menjaga Dara seumur hidupku.
Mama berharap kamu tak pernah bertemu surat ini, tapi jika kamu harus membacanya, maka mama mohon jangan pernah sakiti anak gadisku sebatang kara itu, siapakah yang menjaganya jika bukan orang yang memiliki jantung dari kakaknya.
Kamu adalah suaminya dan keluarga Dara satu-satunya di dunia ini.
Jika kamu menyakitinya dan menceraikannya, maka kita semua menanggung dosa yang tak terkatakan.
Sayang, belajarlah mencintai orang yang mencintaimu...
Yang menyayangimu,
Mama
(Yang minta POV surat untuk Windu sudah akak UP ya😅 nantikan cerita selanjutnya, apakah Windu akan berubah? Apakah mudah menundukkan hati Dara yang terlanjur terluka? Bagaimana sih sebenarnya novi itu? Yukkk...nantikan episode selanjutnya, yaaah😅)
Lope2 sekebun cabe buat semua readers kesayangan. Yang mengikuti novel ini absen di komen yaaah😅
...Terimakasih sudah membaca novel ini❤️...
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan😊...
...I love you all❤️...
Terimakasih
Rangkaian katanya indah tapi mudah dimengerti.
Karakternya tokoh2nya kuat,
Alurnya jelas, jadi tidak melewatkan 1 kalimatpun,
Sekali lagi Terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
author pandai merangkai kata.
tapi tak pandai memilih visual windu, ga cocok tor sama dara haha maap ya tor 🙏