Di Antara Dua Hati
"Buka bajumu!" Suara setengah menggeram dengan mata merah yang begitu nanar memandangnya itu, membuat Dara ketakutan luar biasa.
Dara semakin meringkuk di atas ranjang pengantin itu seperti seorang peri kecil dengan gaun pengantin berwarna bersih tak kalah putihnya dari sepray yang mengalasinya.
"Bukankah ini malam pertama kita?" Mata Windu, suami yang baru saja menikah dengannya itu tampak seperti serigala yang kelaparan.
"Lepaskan semua pakaianmu, tunjukkan padaku, siapa dirimu sebenarnya."Suara Windu yang dalam itu terdengar menyakitkan di telinga, seringainya begitu kejam.
Bukannya menuruti, Dara malah semakin mendekap tubuhnya yang gemetar. Dia tahu akan mengalami perlakuan ini, sejak dia menerima pernikahan ini. Windu sudah menyiratkannya, sejak Dara menganggukkan kepalanya menerima permintaan mama Windu.
"Kamu yang menginginkan pernikahan ini bukan? Ayo, kita puaskan semuanya. Ritual kita belum selesai...." Windu tertawa dengan aneh, lalu mendekati Dara dengan gerakan lamban yang mengancam.
Kedua telapak tangan Windu terasa dingin menembus lengan baju pengantin Dara yang tipis, kemudian mencengkeramnya dengan kasar.
Wajah tampan Windu yang kusut itu, begitu dingin dengan sorot mata yang tak dapat dilukiskan.
Mata Dara yang bulat bening itu membalas tatapan itu, antara ketakutan dan minta belas kasihan.
"Kenapa hanya diam?" Windu mendekatkan wajahnya ke arah wajah Dara, bau alkohol menguar keras membuat mata Dara semakin perih.
Dara bungkam seribu bahasa, matanya dipejamnya kuat-kuat, dengan segenap tenaga, ditahannya air mata yang sedari tadi seakan ingin tumpah ruah dari pelupuk matanya.
"Jangan hanya diam seperti tak tahu apa-apa. Gunakan mulut manismu itu untuk merayuku. Katakan apa saja untuk membuat dirimu itu tidak seperti korban begini. Setidaknya malam pengantin kita ini menjadi lebih berwarna." Jemari Windu menjepit dagu Dara dengan kuat, mengangkatnya dengan kasar.
Dara diam tak menyahut, matanya terpejam tanpa ada keinginan sama sekali untuk membukanya. Reaksi Dara membuat Windu semakin marah.
Windu mendekap tubuh ramping Dara dengan kasar dan menciumi leher gadis itu dengan liar dan rakus, sungguh tanpa perasaan sama sekali.
Dia menggerayangi Dara seperti perempuan itu hanya boneka tak bernyawa, berharap gadis itu melawan dengan respon apa saja, setidaknya perlawanan gadis itu mengurangi rasa bersalahnya dengan apa yang sedang dilakukannya sekarang.
Dara tetap tak bergeming, hanya dalam hati dia menjerit,
"Tidak! Aku tidak boleh menangis! apapun yang terjadi, aku tidak akan menangis."
Dara semakin kuat memejam matanya, sesungguhnya di dalam hatinya, dia sangat ingin berontak, tapi dia tahu meskipun dia melawan sekuat tenaga sekalipun, tak akan merubah keadaan.
Dia tetaplah istri dari laki-laki yang sedang berusaha menggaulinya dengan kasar ini.
Dan yang pasti, Dara tetap harus menyerahkan diri dan kehormatannya padanya, suka atau tidak.
Dara terdiam pasrah saat Windu mulai merenggut gaun pengantinnya, melucutinya dengan raut jijik penuh amarah.
"Ayo...berontaklah! Katakan sesuatu! Katakan kamu marah dengan perlakuanku! Katakan kamu menolaknya!!" Windu berteriak setengah putus asa di telinga Dara.
Dara memalingkan wajahnya, matanya masih terpejam seolah tak ingin menyaksikan apa yang akan dilakukan oleh Windu padanya, dan mulutnya tetap saja bungkam, tak punya kata-kata yang dianggapnya bisa meredakan semua hal yang dirasakan oleh mereka berdua.
Dia tak tahu, apa yang menjadi dosa dan kesalahannya, dia sendiripun tak menginginkan pernikahan yang terpaksa ini meskipun mungkin jauh di hati kecilnya dia mendambakannya, tapi mengapa Windu seolah-olah menimpakan semua penyebab penderitaan mereka berdua padanya.
Dan Windu yang setengah mabuk itu mengagahinya dengan liar tanpa perasaan, menusuk-nusuk tubuhnya tanpa memperdulikan kesakitan yang di rasakan oleh Dara.
Tak ada penolakan, tak ada erangan dan tak ada reaksi apapun dari Dara untuk menyatakan bahwa dirinya adalah mahluk hidup, dia hanya diam seperti mati.
"Hidupku sendiri sudah mati, saat aku menerima pernikahan ini."Batinnya berteriak dalam lautan kesedihan yang kini dirasakannya, dadanya bergemuruh seperti hendak meledak tapi ditahannya dengan hanya menggigit bibir bawahnya, sampai-sampai bibir yang pucat itu berdarah.
Windu melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan yang dipendamnya, dengan hentakan-hentakan kasar. Sekujur tubuh Dara yang polos bahkan memerah oleh tiap cengkeramannya. Hampir menyamai warna merah yang mengalir dari kedua belah pahanya.
Pada babak terakhirnya, Windu turun dari ranjang pengantin itu, dengan wajah merah padam, antara rasa puas telah melampiaskan hasratnya yang penuh dendam dengan membagi penderitaannya pada perempuan yang kini terbaring di atas tempat tidur itu, yang diam tak bergeming tanpa sekalipun berbicara maupun membuka matanya.
"Sudah selesai sekarang, istriku! Malam pengantin kita berakhir dengan sangat luar biasa! dan kita berdua sepanjang hidup kelak akan mengenangnya sebagai malam pengantin yang terindah."
Windu melemparkan baju pengantin sarah ke arah tubuh yang tergeletak seperti manequin yang sedang dibaringkan itu.
Menatapnya sesaat dengan seringai yang kejam, namun matanya yang merah itu berkata lain, ada dua bulir bening jatuh lewat sudutnya sebelum dia memalingkan wajahnya dan mengenakan kembali celana stelan jas pengantin abu-abunya yang elegan itu, memakaikan kemeja putih dalaman jas itu dan mengancingnya dengan sembarangan.
Tangan Dara terkepal memeluk gaun pengantinnya untuk menutupi sebagian tubuhnya yang tergeletak tanpa busana itu. Dia benar-benar kehilangan tenaga, bahkan juga energinya untuk bernafas terasa menghilang separuhnya.
Dia ditiduri dengan penuh penghinaan bahkan tanpa sedikitpun rasa kasihan ataupun kasih sayang. Dia menangis dan meronta dalam hati, hanya saja untuk benci dan mendendam, dia tak punya daya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Windu kemudian pergi, meninggalkan Dara seperti seonggok sampah tak berharga.
Begitu pintu itu dibanting dengan keras, Dara membuka matanya, airmata yang sedari tadi ditahannya akhirnya meluap keluar dengan derasnya. Dia meringkuk miring sambil memeluk gaun pengantinnya yang dilemparkan Windu sebelum dia beranjak pergi.
Sekujur tubuhnya terasa remuk dan nyeri, organ kewanitaannya begitu perih seperih hatinya yang begitu sakit.
Semula dia hanya menahan ledakan kesakitan itu dengan diam, sekarang badannya berguncang dan terisak sambil memeluk gaun pengantinnya.
Dara menarik tubuhnya, beringsut menuju pinggir ranjang, matanya yang sembab begitu merinding kepada noda darah di sepray dan menodai renda-renda putih gaun pengantinnya yang putih bersih.
Dulu, dia pernah bermimpi menyerahkan kesuciannya pada suami yang mencintai dan dicintai olehnya, malam ini mungkin dia telah melepaskan sebagian janji itu dengan benar. Bedanya, laki-laki yang menjadi suaminya itu tidak pernah mencintainya, bahkan jika dia harus jujur, suaminya itu membencinya sampai ke tulang-tulangnya.
Ya, Dara menikah dengan Windu bukan karena cinta tapi karena wasiat mama Windu sebelum meninggal.
Dara masih menatap nanar, noda merah di gaun pengantinnya, dengan hati seperti teriris sembilu, dia melemparkan dirinya pada cinta sekaligus menggali kubangan derita bagi dirinya sendiri.
(Cerita ini adalah novel ke-tiga author, ya...rencananya adalah novel pendek☺️
Author ingin mencoba genre yang bermain dengan emosi dan sedikit bawang bombay tapi pastilah ada happy2nya😅
Please dukungannya baik like, komen dan Votenya untuk memberi semangat author menulis cerita ini💪😅 Love you semua🥰)
...Terimakasih sudah membaca novel ini❤️...
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan😊...
...I love you all❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Mila Nst
menyimak..cukup menarik
2024-07-09
0
Regita Regita
sepertinya menarik...lanjut baca deh...
2023-01-31
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
weleeeh ... baru awal udah main buka baju aja, thoorrr ... 🤣🤣🤣
2023-01-09
0