Sebuah jebakan kotor dari mantan kekasih memaksa Jenara, wanita karier yang mandiri dan gila kerja, untuk melepas keperawanannya dalam pelukan Gilbert, seorang pria yang baru dikenalnya. Insiden semalam itu mengguncang hidup keduanya.
Dilema besar muncul ketika Jenara mendapati dirinya hamil. Kabar ini seharusnya menjadi kebahagiaan bagi Gilbert, namun ia menyimpan rahasia kelam. Sejak remaja, ia didiagnosis mengidap Oligosperma setelah berjuang melawan demam tinggi. Diagnosis itu membuatnya yakin bahwa ia tidak mungkin bisa memiliki keturunan.
Meskipun Gilbert meragukan kehamilan itu, ia merasa bertanggung jawab dan menikahi Jenara demi nama baik. Apalagi Gilbert lah yang mengambil keperawanan Jenara di malam itu. Dalam pernikahan tanpa cinta yang dilandasi keraguan dan paksaan, Gilbert harus menghadapi kebenaran pahit, apakah ini benar-benar darah dagingnya atau Jenara menumbalkan dirinya demi menutupi kehamilan diluar nikah. Apalagi Gilbert menjalani pernikahan yang dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tilu
Di luar hotel, beberapa menit kemudian, Nicolas berjalan terseok-seok menuju mobilnya. Perutnya masih sakit luar biasa akibat tendangan lutut maut dari Alexa. Napasnya terengah, rasa sakit itu bercampur dengan amarah karena rencananya yang sempurna, memperoleh video Jenara dalam kondisi memalukan sudah gagal total.
“Sialan! Kenapa sekretarisnya itu jago bela diri? Kenapa dia tidak bilang?” maki Nicolas sambil memegangi perutnya. Rasa sakit itu tak sebanding dengan rasa kesal karena gagal menikmati tubuh Jenara dan gagal mendapatkan uang.
Tiba-tiba, sebuah mobil sedan hitam berhenti di sampingnya. Pintu mobil terbuka, dan sesosok wanita cantik dengan rambut pirang sebahu dan mata tajam keluar. Dia adalah Hilya, kekasih Nicolas.
“Nicolas, astaga! Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau basah keringat dan berlumuran kotoran?” tanya Hilya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang hanya disajikan di permukaan. Hilya, sama matrenya dengan Nicolas, hanya tertarik pada uang dan status yang ia dapatkan dari Nicolas.
“Gagal, Hilya. Rencanaku gagal total. Sekretaris Jenara seperti ninja! Dia menghajarku dan Jenara kabur!”
Hilya mendekati Nicolas, membantunya berdiri. Tangannya merayap ke bahu Nicolas dengan sentuhan menenangkan palsu.
“Sudahlah, Sayang. Lupakan wanita gila kerja itu. Lagipula, dia terlalu kaku. Tidak ada gunanya,” bisik Hilya, menarik Nicolas ke pelukannya. Ia menyadari amarah Nicolas bisa menjadi pembakar gairah. “Ayo, masuk ke mobil. Aku akan membuatmu melupakan rasa sakit dan kekesalanmu.”
Nicolas, yang sedang dipenuhi rasa frustrasi dan harga diri yang terluka, tidak berpikir dua kali. Ia menyambut tawaran Hilya dengan riang dan buas.
“Kau benar, Hilya. Aku butuh pelampiasan. Kita harus merayakan kegagalan ini dengan sesuatu yang menyenangkan,” kata Nicolas sambil menyeringai licik.
Matanya menyala dengan nafsu yang berbeda, nafsu untuk melampiaskan kekalahannya pada Alexa.
Hilya tertawa kecil, tawa yang terdengar culas dan penuh janji. Mereka berdua masuk ke mobil, dan Nicolas segera melancarkan aksinya.
“Tunggu, Nicolas,” Hilya menahan. “Kita harus segera mencari cara lain. Jenara harus membayar mahal untuk rasa sakit yang kamu rasakan itu. Kita tidak akan menyerah, bukan?”
Nicolas kembali mencium Hilya dengan kasar. “Tentu saja, Sayang. Tentu saja. Tapi, kita tuntaskan dendam ini nanti. Sekarang, fokus padaku.”
Hilya mengangguk, menyeringai. Dua makhluk culas itu, kini di dalam mobil mewah, menyambut malam yang penuh dosa, merencanakan kehancuran Jenara dengan cara lain.
...********...
Jenara terbangun bukan karena alarm, tetapi karena rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya. Bukan hanya kepala yang berdenyut, tetapi setiap persendian terasa remuk, seolah ia baru saja melakukan lari maraton yang brutal.
Ia membuka mata. Pandangannya perlahan menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk dari balik tirai tipis. Ia tahu ini bukan kamarnya.
Jenara menoleh ke samping. Di sebelahnya, Gilbert terbaring telentang, tertidur pulas. Selimut tebal menutupi pinggangnya, sementara dada bidangnya yang telanjang dipenuhi jejak merah keunguan, tanda kepemilikan yang ia buat sendiri semalam. Wajah Gilbert yang biasanya tegas dan kaku kini terlihat tenang dan damai dalam tidurnya.
Rasa panas di wajah Jenara kembali membakar, namun kali ini bukan karena gairah, melainkan karena rasa malu dan penyesalan yang mendalam. Semua ingatan, mulai dari jebakan Nicolas hingga tindakannya yang liar dan brutal, kembali menyeruak.
Aku melakukan ini.
Untuk menepis rasa bersalah dan keraguan, Jenara segera membangun dinding pertahanan karakternya yang dingin dan angkuh. Ia memutuskan untuk berasumsi bahwa ini hanyalah transaksi. Ini adalah hotel mewah, pasti ada jasa ‘pendamping’ yang bisa dipanggil. Dengan kata lain, Jenara menganggap Gilbert tak lebih seperti pria bayaran atau gigolo. Ia harus menyelesaikan masalah ini, secepatnya, dan dengan uang.
Dengan hati-hati, Jenara menarik selimut, merasakan tubuhnya yang telanjang. Ia mencoba bangkit. Langkah pertamanya terasa menyakitkan dan canggung, kakinya sedikit gemetar dan nyeri. Ia berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandi, berusaha tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Gilbert.
Setelah membersihkan diri dan mengenakan pakaiannya kembali, pakaian yang kini terlihat kusut dan sedikit robek, Jenara menggunakan telepon kamar.
Ia menghubungi resepsionis.
“Saya Jenara dari kamar 1205. Tolong sambungkan saya ke kamar Sekretaris saya, Alexa Kurniawan. Saya tahu dia ada di kamar 1215.” Suaranya kembali kaku dan tegas, menyembunyikan kerapuhan emosinya.
Setelah beberapa detik, suara Alexa yang mengantuk terdengar.
“Bu Jenara? Astaga, Anda baik-baik saja? Saya sangat khawatir setelah membuang si brengsek Nicolas itu—”
“Cukup, Alexa,” potong Jenara dingin. “Aku baik-baik saja. Sekarang, dengarkan aku baik-baik. Ambil buku cek pribadiku di tas kerja. Cepat, siapkan satu lembar cek kosong. Bawa cek itu, dan juga satu setelan formal, ke 1205 sekarang juga. Jangan bertanya apa-apa. Dua menit.”
“Baik, Bu! Saya segera ke sana!” jawab Alexa, seketika tersadar dan disiplin.
Jenara menunggu di dalam kamar. Gilbert masih terlelap. Wajahnya yang damai membuat Jenara merasa semakin bersalah, namun ia menepisnya. Ini adalah bisnis. Sebuah transaksi yang harus diselesaikan.
Tak lama kemudian, sebuah ketukan pelan terdengar. Jenara membuka pintu, dan Alexa menunggu di depan pintu dengan mata lebar penuh kekhawatiran dan rasa ingin tahu yang ditahan.
Alexa tidak bertanya. Ia hanya menyerahkan buku cek dan setelan pakaian yang dia minta.
“Ini, Bu. Anda benar-benar tidak apa-apa?”
“Aku sudah bilang, aku baik-baik saja, Alexa. Sekarang, tunggu di luar. Siapkan mobil. Aku akan segera turun,” perintah Jenara.
Jenara mengambil pena di meja, lalu membuka cek itu. Ia berpikir sejenak. Berapa harga seorang pria yang mengambil keperawanannya? Berapa harga untuk menghapus rasa malu ini?
Ia menulis angka besar di kolom nominal. Lima Miliar Rupiah. Cukup untuk membuat pria mana pun tutup mulut selamanya.
Jenara meletakkan cek itu di atas meja samping tempat tidur, tepat di sebelah kepala Gilbert yang masih tidur.
Ia menatap Gilbert sekali lagi. Ada rasa bersalah, ada penyesalan, tapi dominasi CEO-nya lebih kuat. Ia tidak ingin terlibat.
Jenara menarik napas dalam-dalam. Dia kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Setelah selesai, ditatapnya Gilbert yang masih terlelap. Ia berbalik, langkahnya kini lebih mantap meskipun masih sedikit kaku. Ia meninggalkan kamar itu, meninggalkan Gilbert yang terlelap bersama cek bernilai fantastis, dan meninggalkan takdir yang baru saja ia ciptakan.
“Semoga ini cukup untuk servicemu yang memuaskan.”
kesian anaknya kalo kenapa2 😭
btw jen, dia suamimu loo, bapak dari si bayi 😌