Cinta seharusnya menyembuhkan, bukan mengurung. Namun bagi seorang bos mafia ini, cinta berarti memiliki sepenuhnya— tanpa ruang untuk lari, tanpa jeda untuk bernapas.
Dalam genggaman bos mafia yang berkuasa, obsesi berubah menjadi candu, dan cinta menjadi kutukan yang manis.
Ketika dunia gelap bersinggungan dengan rasa yang tak semestinya, batas antara cinta dan penjara pun mengabur.
Ia menginginkan segalanya— termasuk hati yang bukan miliknya. Dan bagi pria sepertinya, kehilangan bukan pilihan. Hanya ada dua kemungkinan dalam prinsip hidupnya yaitu menjadi miliknya atau mati.
_Obsesi Bos Mafia_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Hadir Kembali Dalam Hidupnya
...🪞Selamat Membaca🪞...
Tiga tahun kemudian...
Hulya disibukkan dengan pekerjaannya dengan membangun bisnis sendiri. Ia membuka butik dan berkembang dengan baik.
Kini gadis itu sudah memasuki usia 23 tahun dan selama ini, Hulya berusaha untuk bangkit dalam keterpurukan karena kehilangan dua pria yang sangat berarti dalam hidupnya yaitu Amar dan Marchel Grayson.
Tiga tahun yang lalu, dia mendengar kabar bahwa Marchel gagal dalam misi dan dinyatakan meninggal dunia. Hulya benar-benar kalut dengan kabar itu, hanya selang satu setengah bulan dari kepergian Amar— Marchel pun pergi juga.
Tak ingin berduka terlalu lama, sambil kuliah, dia memulai bisnisnya menggunakan uang yang ditinggalkan oleh Amar. Bisnis itu berkembang lumayan bagus hingga saat ini dan perlahan, kehidupan Hulya kembali seperti biasa.
“Sayang, sibuk ya,” sapa Aarav. Pria yang sudah setahun ini menjalin hubungan dengan Hulya.
“Lumayan, cukup ramai pengunjung di butik tadi. Kenapa tidak bilang mau ke sini?” Hulya menutup semua dokumen yang dia buka tadi dan menaruhnya di atas meja.
“Aku pulang kerja dan kangen kamu. Makanya aku ke sini.” Hulya melirik jam tangannya dan sudah menunjukkan pukul 5 sore.
“Udah sore ternyata.”
“Iya, kamu lupa waktu, keluar yuk!”
“Tapi kerjaanku masih banyak, Aarav.”
“Kan bisa di handle sama Sofia.” Hulya mengangguk dan meminta asisten pribadinya untuk menyelesaikan pekerjaan di butik.
Mereka pergi ke cafe pilihan Aarav dan memesan beberapa makanan serta minuman lalu berbincang ringan, saling membicarakan mengenai pekerjaan dan banyak hal.
“Kapan kamu siap untuk menikah, sayang?” tanya Aarav sambil memegang tangan Hulya, raut wajah Hulya yang tadinya ceria menjadi murung.
“Hm ... aku belum kepikiran soal menikah. Itu bukan hal yang kecil dan aku butuh kesiapan baik dari segi fisik mau pun hati, Aarav.”
“Oke aku mengerti. Aku akan menunggu sampai kamu siap.” Aarav tersenyum karena jawaban yang sama dari Hulya terus dia dapatkan setiap kali membahas pernikahan.
“Maaf ya, aku tidak bermaksud untuk menggantung kamu dalam hubungan ini. Hanya saja, beri aku sedikit waktu untuk memikirkan hubungan kita ke depannya.” Aarav mengusap lembut kepala Hulya dan tersenyum.
“Tidak masalah, aku akan menunggumu.”
Mereka kembali bicara hal lain untuk menghangatkan suasana, karena obrolan tadi cukup membuat canggung.
...***...
Aarav mengantarkan Hulya pulang, dia tidak masuk karena saat ini masih memiliki urusan lain yang sangat penting.
Hulya memasuki kamar dan kaget melihat Marchel duduk dengan santai di atas ranjang miliknya.
“Jendral?” pekik Hulya.
Marchel mendekati gadis itu dengan tatapan datar dan sinis. Ekspresi seperti itu cukup membuat Hulya takut dan merinding.
“Gadis kecilku ternyata sudah dewasa sekarang, apa pria tadi kekasihmu?” tanya Marchel dengan nada dingin.
“Ini beneran kamu? Bukannya tiga tahun lalu kamu—”
“Aku masih hidup Hulya dan selama setahun terakhir, aku selalu memantaumu. Tidak ada yang luput dari pantauanku mengenai dirimu. Sekarang jawab pertanyaanku. Apa pria tadi, kekasihmu?” Hulya sedikit menjauh dan mengangguk, terdengar olehnya gemertak gigi Marchel yang menandakan bahwa pria itu marah.
“Iya. Dia Aarav, kekasihku. Lalu? Kenapa kau tidak menemui aku? Kenapa hanya memantau saja?” Hulya menjawab dengan sedikit gugup dan berusaha mengalihkan pembicaraan karena ekspresi Marchel cukup menakutkan baginya.
“Aku hanya tidak ingin mengganggumu.”
Hulya tertawa getir. “Alasan apa begitu? Selama ini aku sangat bersedih atas kepergian papa lalu dirimu. Aku selalu menunggu kabar tentangmu dan kau tau betapa hancur aku saat mendengar kabar buruk dari anak buahmu?” Tatapan Marchel melunak, memang dia merahasiakan dirinya selama ini untuk bisa mengecoh musuh.
“Maafkan aku Hulya, aku tidak bermaksud membuatmu sedih. Sekarang aku di sini dan aku baik-baik saja.”
“Aku merindukanmu, Jendral.” Hulya memeluk Marchel karena memang sangat merindukan pria itu, pria yang selalu menjaganya. Tapi tetap saja, bagi Hulya, Marchel tak lebih dari keluarga.
“Tolong jangan panggil aku jendral lagi, Hulya.”
“Kenapa? Kau mau aku panggil paman? Atau ayah?”
“Apa aku ini setua itu di matamu?” Hulya tertawa.
“Oke oke, Marchel Grayson.” Hulya tersenyum begitu pula dengan Marchel.
“Aku membawakan makanan untukmu. Pasti belum makan, kan?”
“Aku sudah makan dengan Aarav tadi, untuk saat ini aku sangat kenyang. Nanti saja aku makan makanan yang kamu bawa.” Wajah Marchel yang tadinya melunak kembali tegang ketika Hulya menyebut nama Aarav.
“Tinggalkan dia Hulya, aku tidak suka kau menjalin hubungan dengan pria lain.” Hulya mengerutkan dahinya dan sedikit menjauh dari Marchel.
“Apa maksudmu? Dia itu kekasihku dan kami sudah menjalin hubungan setahun ini, kau tidak bisa mencampuri hidupku seperti ini,” tolak Hulya dengan tegas.
“Aku berhak atas dirimu, jika kau tidak meninggalkan dia, maka aku yang akan membuat dia meninggalkanmu,” ancam Marchel, dia melangkah maju dan mencengkram dagu Hulya lalu melanjutkan ucapannya, “Se-la-ma-nya.”
“Apa maksudmu?” tanya Hulya dengan nada takut, dia sangat tahu siapa Marchel dan apa yang bisa pria itu lakukan. Karena Hulya sudah mengetahui siapa Marchel sebenarnya setelah kematian Amar.
“Sama seperti apa yang aku lakukan pada semua pria yang mencoba mendekatimu selama ini.” Hulya membulatkan matanya, memang selama ini semua pria yang berusaha mendekatinya, meregang nyawa dengan tragis.
“Apa memangnya yang kau lakukan?” Pertanyaan itu jelas sebagai sebuah pancingan.
“Membunuh mereka, apa lagi?”
“Jadi, kau yang membunuh mereka semua?”
Marchel tertawa dan itu semakin membuat Hulya ketakutan. “Iya, memang kau pikir siapa lagi?”
“Kau ini gila ya? Apa tujuanmu menghabisi mereka?” Air mata lolos begitu saja dari kelopak mata Hulya dan itu membuat Marchel tersenyum karena merasa gadis itu takut padanya.
“Aku mencintaimu dan selama ini aku selalu menginginkan kamu Hulya. Aku sangat benci ketika ada pria yang berusaha mendekatimu. Aku tidak ingin bersaing dengan siapa pun untuk memilikimu.” Hulya tidak menyangka Marchel akan mengatakan hal itu padanya.
“Nggak mungkin, aku tidak mencintaimu Marchel. Jangan bercanda begini.”
“Aku tidak pernah bercanda dengan apa yang aku katakan, jika kau ingin bukti, aku akan membunuh Aarav malam ini juga.” Hulya menggeleng, dia tidak ingin pria yang dia cintai meregang nyawa.
“Kamu lakukan hal itu, aku benar-benar akan membencimu.” Bukannya takut, Marchel malah tertawa terbahak.
“Aku tidak peduli Hulya, mau kau benci atau tidak padaku, kau itu tetap milikku dan semua yang menjadi sainganku untuk mendapatkanmu harus tersingkirkan selamanya.” Hulya menelan ludah pahit, dia tidak menyangka kalau Marchel akan segila ini padanya.
“Sekarang keluar dari rumahku, aku tidak mau mengenal pria pembunuh sepertimu.” Suara Hulya mulai berat, dia menahan tangis ketakutan.
“Aku memang akan keluar dari rumah ini, tidak sendiri, melainkan bersamamu.” Hulya tidak mau lagi berdebat dengan Marchel.
Dia dengan cepat membuka pintu kamar dan keluar dari sana, Hulya berlari menuju pintu keluar agar terbebas dari Marchel tapi malah dihalangi oleh Louis.
“Lepaskan aku!” berontak Hulya dalam genggaman Louis, tenaga pria itu cukup kuat saat mengunci pergerakannya.
“Aku tidak mau pergi Marchel, aku mau di sini, aku tidak mau ke mana-mana.”
“Aku tidak ingin mengambil resiko sayang, aku tidak bisa juga tinggal lama-lama di sini, pekerjaanku sangat banyak.”
“Bagaimana dengan pekerjaanku?”
...🪞Bersambung🪞...