Gavin Adhitama (28 tahun) adalah menantu yang paling tidak berguna dan paling sering dihina di Kota Jakarta. Selama tiga tahun pernikahannya dengan Karina Surya (27 tahun), Gavin hidup di bawah bayang-bayang hinaan keluarga mertuanya, dipanggil 'pecundang', 'sampah masyarakat', dan 'parasit' yang hanya bisa membersihkan rumah dan mencuci mobil.
Gavin menanggung semua celaan itu dengan sabar. Ia hanya memakai ponsel butut, pakaian lusuh, dan tidak pernah menghasilkan uang sepeser pun. Namun, tak ada satu pun yang tahu bahwa Gavin yang terlihat kusam adalah Pewaris Tunggal dari Phoenix Group, sebuah konglomerat global bernilai triliunan rupiah.
Penyamarannya adalah wasiat kakeknya: ia harus hidup miskin dan menderita selama tiga tahun untuk menguji ketulusan dan kesabaran Karina, istrinya—satu-satunya orang yang (meski kecewa) masih menunjukkan sedikit kepedulian.
Tepat saat waktu penyamarannya habis, Keluarga Surya, yang terjerat utang besar dan berada di ambang kebangkrutan, menggan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Informasi dan Sentuhan Orang Tua
Gavin Adhitama telah terbang ke Zurich, jantung keuangan di Eropa. Misinya bukan hanya untuk mendapatkan investor untuk Proyek Kota Pilar, tetapi untuk memenangkan aliansi melawan OmniCorp yang dipimpin oleh Vivian Thorne.
Karina, yang baru saja menerima jabatan resmi sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Integritas Adhitama (YIA), bertahan di Jakarta. Mereka kini menjalankan pemerintahan ganda, Gavin sebagai Raja Kekuatan Finansial, Karina sebagai Ratu Moralitas dan Informasi.
Gavin bertemu dengan Keluarga Schmidt, sebuah dinasti perbankan tua di Swiss yang merupakan investor kunci yang dibutuhkan untuk Kota Pilar. Keluarga Schmidt, sayangnya, memiliki ikatan investasi dengan OmniCorp.
Pertemuan itu diadakan di ruang rapat yang mewah, dingin, dan penuh perhitungan. Gavin berbicara, tetapi ia merasakan tatapan skeptis dari para Schmidt.
"Tuan Adhitama," kata Hans Schmidt, sang Patriark. "Proyek Kota Pilar terlalu ambisius dan berisiko. Kami sudah memiliki kontrak energi yang stabil dengan OmniCorp. Mengapa kami harus mempertaruhkan itu demi kota impian yang belum terbukti?"
Tiba-tiba, Beny yang menemani Gavin, menerima pesan darurat.
"Tuan Adhitama, maaf memotong," bisik Beny. "Vivian Thorne dari OmniCorp baru saja merilis laporan palsu yang mengatakan Phoenix Group mengalami kegagalan likuiditas akibat serangan siber Liong Group. Dia mencoba membuat Anda terlihat tidak stabil."
Gavin tersenyum tipis. Karina sudah memberinya senjata untuk kasus seperti ini.
Gavin mengabaikan laporan itu dan menatap Hans Schmidt. "Tuan Schmidt, OmniCorp beroperasi di belakang layar dengan kebohongan. Itulah mengapa mereka takut pada kami. Mereka tahu bahwa Kota Pilar tidak hanya mengubah energi, tetapi juga etika bisnis. Kami tidak hanya menawarkan pengembalian finansial, kami menawarkan warisan abadi."
Gavin kemudian mengeluarkan sebuah gulungan kecil yang dibungkus kain sutra yang sangat tua, bukan perkamen, melainkan sepotong kulit. Itu adalah dokumen yang diberikan kakeknya sebelum ujian.
"Ini adalah rencana asli kakek saya untuk Yayasan Adhitama. Rencana ini selalu mencantumkan klausul pendanaan untuk Proyek Perkotaan Beretika. Kakek saya meramalkan bahwa pada akhirnya, uang harus tunduk pada moralitas," jelas Gavin. "OmniCorp hanya menawarkan uang. Kami menawarkan visi moral yang didukung oleh sumber daya Klan Adhitama."
Tepat saat Gavin menyelesaikan kalimatnya, sebuah pesan aneh muncul di ponsel Beny. Itu adalah foto lama, buram, yang menunjukkan Gavin saat masih kecil, bersama kakeknya, di samping Hans Schmidt muda. Pesan itu hanya bertuliskan, Trust is built, not bought.
Gavin merasakan jantungnya berdebar. Pesan itu terlalu rahasia. Itu pasti dari orang tuanya. Mereka mengawasi.
Hans Schmidt melihat foto itu di layar Beny, dan matanya membelalak. "Tunggu! Aku ingat. Ayahmu, Tuan Dharma Adhitama, adalah teman lama kakek saya. Kami pernah bertemu di pedalaman Austria..."
Kunjungan yang tadinya dingin, tiba-tiba berubah hangat. Dukungan klan, bahkan hanya melalui sentuhan foto dan koneksi lama yang diaktifkan orang tuanya, mengubah suasana hati Schmidt.
"Kami akan mempertimbangkan Kota Pilar," kata Hans, menjabat tangan Gavin dengan penuh arti. "Kami percaya pada Marga Adhitama, bukan pada janji kosong OmniCorp."
Markas YIA: Perang Moralitas
Sementara itu di Jakarta, Karina menjalankan misi kontra-intelijen. Julian Adhitama, dari balik bayangan, telah membiayai kelompok yang disebut "Pergerakan Hutan Lestari" untuk menggugat izin pembangunan Kota Pilar.
Karina mengadakan rapat darurat di kantor YIA.
"Kita tidak bisa hanya menyangkal gugatan mereka," kata Karina. "Kita harus menghancurkan narasi mereka. Julian mencoba membuat kita terlihat seperti perusak lingkungan."
Karina menggunakan koneksi media YIA. Ia tidak menyerang kelompok aktivis itu secara langsung, tetapi ia menyerang sumber dana mereka.
"Tim keuangan, lacak semua transfer dana besar ke 'Pergerakan Hutan Lestari' dalam enam bulan terakhir," perintah Karina.
Dalam beberapa jam, tim Karina menemukan jejak yang rumit, dana itu disalurkan melalui perusahaan cangkang di negara kecil, yang ternyata dimiliki oleh perusahaan yang terkait dengan bisnis lama Julian.
Karina tidak mengadakan konferensi pers. Dia melakukan sesuatu yang lebih cerdik. Dia merilis infografis sederhana, bersih, dan tidak emosional, melalui platform YIA yang kini sangat dipercaya.
Infografis YIA: Transparansi Dana Aktivis. Infografis itu secara halus menunjukkan bagaimana kelompok yang mengklaim melindungi hutan justru mendapat dana besar dari perusahaan yang memiliki catatan lingkungan buruk, yang secara kebetulan berafiliasi dengan Julian Adhitama.
Publik segera bereaksi. Dukungan terhadap aktivis tiba-tiba merosot. Narasi Julian hancur dalam hitungan jam karena Karina menggunakan senjata yang paling ditakuti musuhnya, kebenaran yang jujur dan didukung data.
Pada akhir hari itu, Gavin menelepon Karina dari Zurich.
"Kau menghancurkannya, Ratu. Izin pembangunan Kota Pilar akan segera keluar," kata Gavin, suaranya dipenuhi kekaguman. "Julian telah dibungkam."
"Kau juga berhasil di Eropa," balas Karina. "Tapi Gavin, ada yang membantumu. Ada yang mengaktifkan koneksi lama klanmu di Schmidt. Siapa itu?"
Gavin melihat ke langit-langit hotelnya. "Itu bukan Beny. Itu bukan kakekku. Itu adalah sentuhan dari orang tuaku. Mereka melihat kita berjuang, Karina. Mereka memberi kita izin untuk menang. Mereka sekarang menjadi mata-mata kita, memastikan kita tidak jatuh di medan perang global."
"Artinya," kata Karina, "kita sekarang tidak hanya melawan musuh, tetapi juga diawasi oleh keluarga kita sendiri."
"Tepat," jawab Gavin. "Selamat datang di kehidupan Adhitama yang sebenarnya. Kita sekarang adalah bidak paling penting, tetapi kita harus menari sesuai irama rahasia mereka. Kota Pilar akan menjadi panggung, dan mereka adalah penonton rahasia kita."