NovelToon NovelToon
Bukan Sistem Biasa

Bukan Sistem Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Dikelilingi wanita cantik / Bercocok tanam / Sistem
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sarif Hidayat

Beberapa bulan setelah ditinggalkan kedua orang tuanya, Rama harus menopang hidup di atas gubuk reot warisan, sambil terus dihantui utang yang ditinggalkan. Ia seorang yatim piatu yang bekerja keras, tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi dunia yang kejam.
​Puncaknya datang saat Kohar, rentenir paling bengis di kampung, menagih utang dengan bunga mencekik. Dalam satu malam yang brutal, Rama kehilangan segalanya: rumahnya dibakar, tanah peninggalan orang tuanya direbut, dan pengkhianatan dingin Pamannya sendiri menjadi pukulan terakhir.
​Rama bukan hanya dipukuli hingga berdarah. Ia dihancurkan hingga ke titik terendah. Kehampaan dan dendam membakar jiwanya. Ia memutuskan untuk menyerah pada hidup.
​Namun, tepat di ambang keputusasaan, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
​[PEMBERITAHUAN BUKAN SISTEM BIASA AKTIF UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA TUAN YANG SEDANG PUTUS ASA!
APAKAH ANDA INGIN MENERIMANYA? YA, ATAU TIDAK.
​Suara mekanis itu menawarkan kesepakatan mutlak: kekuatan, uang,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 misi pertama dari sistem

Rama menelan. Seketika pil itu mencair di tenggorokannya, rasanya seperti meminum besi panas yang cair. Bukan hanya rasa sakit, tapi seluruh tubuhnya memberontak—uratnya menegang, ototnya serasa dicabik dari tulang. Napasnya tercekat, mata Rama melotot menatap langit-langit.

​"Akhh! Sistem... Pil apa yang... yang ka-kau berikan?! Kenapa efeknya se-sakit ini!" Suara pekikan Rama bercampur rintihan tajam, tenggorokannya tercekat.

​Hening. Tidak ada balasan.

​"Sialan..." Kepalanya terhempas ke bantal. Rasa sakit itu bukan lagi gelombang, tapi badai tak berkesudahan yang merenggut kesadarannya secara paksa. Gelap.

​Siang hari menjelang sore.

​Tas sekolah Bela baru saja mendarat di kursi ruang tamu ketika ia bergegas menuju kamar Rama. Ia harus memastikan keadaan pemuda itu.

​Tok. Tok. Tok.

​"Kak Rama," panggilnya pelan. Tidak ada jawaban, hanya keheningan dari dalam.

​"Kak? Kamu ada di dalam?" Nada Bela naik satu oktaf. Ia tidak melihat Rama di sekitar rumah; kepanikan tipis mulai menjalar di dadanya.

​Samar-samar, suara itu menyentuh pendengaran Rama. Kelopak matanya bergerak, lalu terbuka perlahan.

​"Kak, Kakak ada di dalam, kan? Apa Kakak baik-baik saja?" Suara Bela di balik pintu terdengar mendesak.

​"Aduh... Apa yang terjadi denganku?" Rama bangkit, menopang tubuhnya yang berat. Aroma tak sedap—asam dan keringat—langsung menyeruak.

​"Kak, aku buka pintunya ya?" ujar Bela lagi.

​"Tu-tunggu sebentar, Dek!" Rama menyahut cepat, suaranya terdengar tercekat. "Kakak sudah bangun, kok. Kamu, kamu tunggu saja di ruang tamu. Kakak mandi dulu sebentar."

​Bela di luar pintu agak sedikit mengerutkan kening. "Tapi Kakak baik-baik saja kan?" tanyanya memastikan. Jelas sekali gadis itu mengkhawatirkannya.

​"Ya, ya, Kakak baik-baik saja! Sebentar lagi Kakak akan keluar," sahut Rama.

​"Oh, syukurlah. Kalau begitu Bela tunggu di ruang tamu ya, Kak. Tapi Bela mau ganti baju dulu sebentar."

​"Iya, Dek."

​Setelah memastikan Bela sudah pergi, Rama mulai menyadari ada yang berbeda dari tubuhnya. Lebih tepatnya, semua rasa sakit akibat kejadian kemarin sudah tak ia rasakan lagi. Bahkan, Rama merasakan tubuhnya begitu segar dan penuh dengan tenaga yang meluap-luap.

​Tubuh Rama terasa ringan, seolah beban bertahun-tahun telah diangkat. Ia berdiri, menggerak-gerakkan bahu dan lehernya—tidak ada lagi bunyi gemeretak, tidak ada lagi rasa kaku. Ia mengangkat tangannya dan meraba keras punggungnya.

​Kosong.

​Tulang punggungnya. Sempurna. Bekas luka yang seharusnya terasa kasar dan menonjol, hilang tak berbekas.

​"I-ini...?" Rama mundur dua langkah, matanya terpaku pada jarinya sendiri. "Aku benar-benar sembuh? Ja-jadi Sistem itu nyata... dia tidak membohongiku!" Suaranya bergetar hebat, karena euforia yang campur aduk dengan kebingungan gila.

​DING: 100% BENAR, TUAN.

​Suara Sistem di kepalanya kembali mengejutkannya. Sungguh, Rama sampai saat ini masih sulit mempercayai atas apa yang dirinya alami.

​"Sistem, ja-jadi apa sebenarnya kamu?"

[​DING: TUAN, JIKA INGIN BERTANYA ATAU BERBICARA PADA SISTEM, TUAN CUKUP BERBICARA LEWAT PIKIRAN TUAN SAJA KARENA SAAT INI SISTEM SUDAH MENYATU DENGAN TUBUH TUAN.]

​Rama terdiam sesaat. Ia pun langsung mencoba berbicara, tetapi hanya menggunakan pikirannya.

​(Melalui Pikiran) "Jadi, apa kamu sebenarnya, Sistem? Jelaskan semua tentang dirimu. Dari mana kamu berasal, dan apa yang kamu inginkan dariku?"

​Ada jeda singkat, seolah Sistem sedang memproses perintah yang kompleks.

[​DING: SISTEM ADALAH SEBUAH ENTITAS PANDUAN EVOLUSI MULTIVERSAL YANG BERASAL DARI DIMENSI LEBIH TINGGI. TETAPI UNTUK LEBIH SPESIFIKNYA, ASAL SISTEM SENDIRI MASIH DI-RAHASIAKAN DAN TUAN HARUS MEMBUKA RAHASIA ITU DENGAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN TUAN.

​SISTEM SENDIRI DI-RANCANG UNTUK MEMBANTU SALAH SATU MAKHLUK YANG DI-TAKDIRKAN, DAN TUAN TELAH TERPILIH SEBAGAI MAKHLUK YANG DI-TAKDIRKAN ITU. NAMA SEMENTARA SISTEM ADALAH BUKAN SISTEM BIASA. BISA TUAN RUBAH SESUAI KEINGINAN TUAN.]

​(Melalui Pikiran) "Aduh. Kamu bicara seperti novel fantasi saja, Sistem? Apakah aku sekarang harus menjadi pahlawan super, atau semacamnya?"

[​DING: FOKUS TUAN SAAT INI ADALAH MENGUATKAN DIRI SENDIRI. PIL PENYEMBUH TINGKAT TINGGI YANG TELAH TUAN KONSUMSI TELAH MEMPERBAIKI SEGALA CACAT TUBUH TUAN DAN MEMBUKA POTENSI EVOLUSI. SELANJUTNYA, SISTEM AKAN MEMANDU TUAN MELALUI MISI DAN MEMBERIKAN HADIAH UNTUK MENGAKUMULASI KEKUATAN.]

​"Misi? Hadiah? Ini benar-benar seperti permainan video! Oke, jika ini permainan..."

​"Kak... Ap-apa kamu masih mandi?" Tepat pada saat Rama ingin bertanya lebih lanjut, suara Bela di depan kamarnya kembali terdengar.

​"Ah sudahlah... Kita lanjutkan nanti saja. Sekarang aku ingin mandi dulu, kasihan Bela terus menunggu di luar."

​Selanjutnya, Rama pun keluar lewat pintu belakang. Tak berselang lama, suara guyuran air mulai terdengar. Rama, dengan perasaan yang berbeda, bergumam, "Ughhh. Segarnya... Ternyata Sistem benar. Sungguh pil yang menakjubkan. Andai saja masih banyak, pasti aku akan menjalaninya dengan harga mahal."

​"Hahaha. Keajaiban, sungguh keajaiban... Akhirnya Tuhan sang Pencipta alam tak tutup mata atas penderitaan yang aku alami selama ini," Rama terus bergumam sendiri sembari mengguyurkan air pada tubuhnya, sampai ia memutuskan untuk menyudahi mandinya.

​Cklek.

​Rama membuka pintu kamarnya dengan senyuman yang merekah, juga pakaian milik Pak Suhardi yang ia kenakan. Di depan pintu kamarnya, Bela sudah menunggu dengan sabar.

​"Kak. Kakak udah sembuh? Kok kelihatannya—AHH?!" Bela tiba-tiba memekik, telapak tangannya terangkat menutupi mulut.

​"K-kenapa, Bel? Kamu kenapa?" Rama menatapnya panik, raut wajahnya seketika cemas.

​"I-itu... Luka Kakak, kok hilang?" Bela menurunkan tangannya, bola matanya bergerak cepat memindai wajah Rama. Ia dengan berani meraih pergelangan tangan Rama, membalikkannya, lalu sedikit mengangkat ujung kaus Rama ke atas. Nihil. Tidak ada sedikit pun bekas luka yang ia obati semalam.

​"Bagaimana mungkin?" bisiknya, matanya menyipit penuh kecurigaan saat menatap Rama. Jelas dia yang merawat luka-luka itu.

​"Eh, itu... Mmh, mungkin karena luka Kakak dirawat oleh seorang gadis cantik dengan penuh ketulusan, jadi... luka Kakak langsung sembuh begitu saja!" Rama sedikit gelagapan untuk menjawab. Ia melupakan hal penting ini: luka yang sembuh total dalam semalam jelas bukan hal yang normal.

​"Kak. Kamu...?" Jelas wajah Bela seketika langsung memerah mendengar jawaban dari Rama.

​Rama menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia menyunggingkan senyum kaku. "Ja-jadi ada apa kamu memanggil Kakak?" tanya Rama, berusaha menghilangkan ketegangan.

​Bela tak segera menjawab. Ia justru mengingit bibir bawahnya sambil memandangi tubuh Rama dari atas sampai bawah, membuat Rama hanya bisa pasrah. "Oh ya, Ibu sama Bapakmu apakah sudah pulang?"

​"Belum. Bapak masih di sawah, sedangkan Ibu mau ke rumah Pak RT, enggak tahu mau ngapain," jawab Bela, meski pandangannya masih meneliti Rama, tak percaya luka di wajah Rama hilang begitu saja.

​"Ah. Kalau begitu Kakak mau ke kamar lagi saja. Badan Kakak sebenarnya masih sakit, mungkin butuh istirahat sebentar lagi untuk benar-benar pulih," Rama terpaksa mencari alasan karena dia harus memahami sistem di kepalanya.

​"Hm. Ya sudah deh, Bela juga mau ke kamar aja mau tidur, capek soalnya baru pulang sekolah." Bela tersenyum kecil. "Tadinya sebenarnya Bela mau mijitin Kak Rama, karena di sekolah Bela kepikiran terus, takutnya Kak Rama sakitnya makin parah. Eh, tahunya... udah sembuh kayaknya."

​Ucapan Bela membuat hati Rama menghangat. "Ya sudah, Kakak duluan ya ke kamar. Makasih sudah perhatian sama Kakak," sambil mencubit pipi Bela sedikit, Rama pun memasuki kamarnya kembali.

​"I-iya, Kak," jawab Bela dengan pipi kembali memerah, bukan karena cubitan, tetapi karena hal lain yang membuat dirinya justru langsung salah tingkah dan tersenyum sekilas saat Rama sudah menghilang masuk ke kamarnya.

​Di dalam kamar.

​(Melalui Pikiran) "Sistem, apakah kamu mendengarku?"

[​DING: TENTU SAJA, SISTEM AKAN SELALU MENDENGAR TUAN.]

​(Melalui Pikiran) "Baiklah, kalau begitu jelaskan kembali semua tentangmu,"

[​DING: SISTEM ADALAH SEBUAH KEAJAIBAN DAN HANYA ADA SATU-SATUNYA DI DUNIA INI, DAN TUAN ADALAH MANUSIA PALING BERUNTUNG KARENA TELAH DI-PILIH OLEH SISTEM. SISTEM SUDAH MENYATU DENGAN TUBUH TUAN.]

​(Melalui Pikiran) "Jelaskan lebih detail lagi, tentang kegunaan, mulai tentang bagaimana aku menggunakanmu atau misi apa saja yang akan kamu berikan padaku?"

[​DING: SEMUA YANG TUAN BUTUHKAN AKAN SISTEM SEDIAKAN, HANYA SAJA TUAN HARUS MEMBELI YANG TUAN BUTUHKAN DENGAN SEBUAH POIN. DAN POIN TERSEBUT BISA TUAN DAPATKAN MELALUI MISI YANG AKAN SISTEM BERIKAN NANTINYA. HADIAH DARI MISI TERGANTUNG KEBERUNTUNGAN TUAN; TERKADANG TUAN HANYA AKAN MENDAPATKAN POIN, TETAPI AKAN ADA JUGA HADIAH KEJUTAN LAINNYA.

​SELAIN ITU, SETIAP TUAN MELAKUKAN LOGIN HARIAN, TUAN AKAN MENDAPATKAN POIN DAN JUGA HADIAH SECARA ACAK.]

​(Melalui Pikiran) "Hm... Cukup menarik."Lalu berapa poin yang aku miliki sekarang?"

[​DING: TUAN HANYA PERLU MEMBUKA PROFIL TUAN.]

​(Melalui Pikiran) "Eh," Rama tidak berharap akan ada hal semacam itu juga. (Melalui Pikiran) "Lalu bagaimana caranya aku membuka profilku?"

[DING: TUAN TINGGAL MENYEBUTKAN KATA KUNCI UNTUK MEMBUKANYA, DAN SISTEM AKAN SECARA OTOMATIS MENYIMPAN KATA KUNCI YANG TUAN BERIKAN.]

​Rama mulai mengerti, dan ia pun langsung berkata di dalam pikirannya: (Melalui Pikiran) "Sistem buka profilku."

[​DING: KATA KUNCI DI-SIMPAN. MOHON TUAN TUNGGU BENDA SAAT.]

​Lalu tak berselang lama, sebuah panel atau layar transparan muncul di depan mukanya. Dengan sangat jelas Rama melihat profil tentangnya.

[​DING: PROFIL TERBUKA

​NAMA : Rama Keswara

RAS : Manusia

UMUR : 17 Tahun

KEKUATAN TUBUH : 20% / 1000%

POIN TUKAR : 30

KEAHLIAN YANG DI-KUASAI : 0

​PROFIL INI AKAN TERUS BERTAMBAH DAN BERGANTI SESUAI KEBERUNTUNGAN TUAN JUGA USAHA TUAN DALAM MENYELESAIKAN MISI.]

​"Ini...? Bukankah ini terlalu luar biasa," serunya hingga tepat ketika dirinya melihat angka tentang kekuatan tubuh. Andai saja ia sedang minum, pasti dirinya sudah menyemburkan air itu dari mulutnya.

​"Pffftttt... Ap-apaan ini? Kenapa kekuatan tubuhku hanya 20% dari 1000? Apakah kamu tidak salah, Sistem?" Kepalanya menggeleng tak percaya.

[​DING: JUJUR SAJA, TUBUH TUAN SAAT INI MEMANG MASIH LEMAH. JADI, TUAN HARAP SADAR DIRI DAN PERBANYAK BERLATIH FISIK.]

​"Sial... Kau menghinaku, Sistem! Pernahkah kau merasakan di pukul bagian bokong?" gerutu Rama kesal. Namun, jawaban dari Sistem selanjutnya membuat dirinya ingin muntah darah saat itu juga.

[​DING: TUAN PUKUL SAJA BOKONG TUAN, KARENA BOKONG TUAN ADALAH BOKONG SISTEM JUGA.]

​Rama tidak tahu antara ingin tertawa atau menangis. Ia merasa, makin ia mengetahui banyak tentang sistem ini, makin aneh pula sistem ini.

​"Sudahlah... Lebih baik aku keluar rumah sekalian cari angin," ucapnya lalu keluar kamar. Ia melihat sekilas ke arah kamar Bela. Mendapati pintu kamar gadis itu tertutup rapat, Rama pun langsung pergi keluar dari rumah itu.

​Namun baru saja ia tiba hendak menyeberangi jalan.

[​DING: MISI PERTAMA UNTUK TUAN RUMAH.

BANTU ANAK KECIL YANG TERSESAT. HADIAH BERUPA KEAHLIAN MEMASAK RAJA CHEF DAN 100 POIN PENUKARAN.]

​"Eh, misi pertama?" gumamnya lalu melihat ke sekeliling, mencari sosok anak kecil yang dimaksud oleh Sistem.

​"Hiks... hiks hiks... Ayah, Ibu, kalian di mana... Adi takut,"

​Tepat pada saat Rama mengalihkan pandangannya ke arah sebuah pohon pinggir jalan, ia melihat sosok anak kecil tengah menenggelamkan kepalanya di antara kedua lutut, bahunya bergetar karena tangis.

​Segera Rama pun menghampiri anak kecil itu dan bertanya, "Adik, kenapa kamu menangis sendirian di sini?"

​Anak kecil itu mendongak dengan sesenggukan. "Kak, tolong Adi. Adi takut..." ucapnya pelan.

​"Iya, iya... Adik tenang dulu ya. Jangan menangis dan coba ceritain sama Kakak. Kenapa Adik sendirian di sini? Ke mana kedua orang tua Adik?" Melihat penampilan bocah itu—sepatu bersih dan pakaian rapih—Rama menduga pasti ia berasal dari kota. Ia juga tidak mengenal anak itu.

​"Adi, Adi enggak tahu, Kak. Tadinya Adi bermain di taman bareng Ayah sama Ibu Adi, terus Adi lihat layangan putus... Terus Adi kejar sampai sini, Kak. Hiks hiks hiks,"

​Rama sedikit mengerutkan keningnya. Di desa ini hanya ada satu tempat yang bisa disebut taman, dan itu berada tak jauh dari sini. "Oh, jadi nama kamu Adi."

​"Iya, Kak."

​"Nama Kakak Rama. Adi bisa panggil Kak Rama. Kalau Adi mau, Kakak bisa antar Adi ke taman di mana sebelumnya Adi main?"

​Anak laki-laki itu menatap Rama cukup lama dengan mata berkaca-kacanya. Meskipun ia merasa Rama bukan orang jahat, tetapi bagaimanapun dirinya selalu diingatkan oleh kedua orang tuanya agar tidak sembarang ikut dengan orang baru.

​"Jangan menangis lagi. Kakak bukan orang jahat, kok. Kakak juga tinggal tak jauh dari sini... Rumah Kakak ada di sebelah sana. Atau, jika Adi mau, kita ke rumah Kakak saja, nanti biar Kakak yang cari di mana kedua orang tua Adi berada. Bagaimana?" Rama berusaha agar tidak membuat anak itu takut, apalagi anak kota biasanya selalu hati-hati dengan orang baru.

​"Adi, Adi mau ketemu Ayah sama Ibu Adi, Kak. Mereka pasti nyariin Adi."

​"Kalau gitu, kita ke taman aja. Siapa tahu Ayah sama Ibu Adi masih ada di sana."

​Setelah diam sesaat, bocah itu pun mengangguk pelan. Rama tersenyum lega dan langsung mengajak anak itu ke tempat yang biasa disebut taman itu.

​"Umur Adi berapa?" tanya Rama sembari berjalan pelan agar tidak membuat anak itu tegang.

​"Tu-tujuh tahun, Kak."

​"Adi bukan berasal dari desa ini, ya?"

​"Iya, Kak. Adi ke sini ikut sama Kakek."

​Setelah beberapa saat berjalan, Rama dan anak kecil itu tiba di sebuah balai desa, yang mana taman yang disebut oleh Adi letaknya tak jauh dari sana.

1
Andira Rahmawati
cerita yg menarik...👍👍👍
Cihuk Abatasa (Santrigabut)
Nice Thor
Santoso
Kayak jadi ikut merasakan cerita yang dialami tokohnya.
shookiebu👽
Keren abis! 😎
Odalis Pérez
Gokil banget thor, bikin ngakak sampe pagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!