Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.
Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.
Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.
Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Siang itu, koridor Fakultas Desain Mode di Universitas Hanseong diselimuti hiruk pikuk mahasiswa yang baru selesai mengikuti kuliah Analisis Trend. Namun, di antara keriuhan itu, ada aura ketidaknyamanan yang menyelimuti Lee Yujin.
Ia berjalan cepat menuju ruang dosen. Tumpukan portofolio tebal di pelukannya terasa semakin berat seiring langkahnya. Ia tidak sedang menuju ruang dosen pembimbing utama, melainkan ruang Asisten Dosen sekaligus dosen pengampu mata kuliah Draping, Kim Taehyung.
Kim Taehyung. Pria berusia pertengahan dua puluhan, lima tahun lebih tua darinya, yang selalu tampil stylish dan rapi dengan sentuhan avant-garde yang unik. Ia adalah sosok yang ramah, namun terkenal sangat perfeksionis dalam urusan mode. Selain mengajar, Taehyung juga pemilik butik independen yang kini tengah naik daun, 'Vanté'.
Yujin mengetuk pintu ruangannya yang berwarna matte hitam.
"Masuk," terdengar suara berat dan hangat dari dalam.
Yujin melangkah masuk. Ruangan Taehyung tidak seperti ruang dosen kebanyakan. Dindingnya dihiasi mood board yang terbuat dari potongan majalah mode internasional dan kain-kain bertekstur unik. Di tengah ruangan, Taehyung sedang duduk di kursi ergonomisnya, mengenakan kemeja sutra berwarna crème yang tampak mahal, sibuk dengan tablet desainnya.
"Ah, Yujin," sambut Taehyung, senyum kotaknya langsung merekah. "Tepat waktu sekali. Ada apa? Kau mau mengumpulkan project Analisis Trend?"
Yujin meletakkan portofolio di meja Taehyung. "Selamat siang, Ssaem. Ya, ini tugasnya. Saya juga ingin membahas sesuatu."
"Bagus. Taruh saja. Nah, coba katakan, wajahmu terlihat seperti model yang baru saja disuruh berjalan di atas catwalk dengan hak setinggi dua puluh senti," canda Taehyung, memiringkan kepalanya.
Yujin mencoba membalas senyum, tapi rasa kesal karena kurang tidur semalam lebih mendominasi. Ia menarik kursi di hadapan meja Taehyung dan duduk.
"Ini tentang pekerjaan butik, Ssaem," Yujin memulai, menggunakan nada formal yang ia pelajari di kelas Tata Krama.
Taehyung menaikkan satu alisnya yang rapi. "Pekerjaan? Ada masalah dengan sketsa pola gaun chiffon yang kuminta kemarin?"
"Tidak, sketsa itu sudah selesai. Dan saya sudah mengirimnya ke e-mail Anda tadi pagi buta," jawab Yujin lugas. "Masalahnya, Ssaem," Yujin mengambil napas. "Tugas Concept Design dan Visual Merchandising saya sedang sangat berat. Saya belum tidur lebih dari lima jam selama tiga hari ini."
Yujin kemudian mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap Taehyung dengan tatapan memohon. "Bisakah Anda memberiku jeda sebentar? Sampai batas waktu tugas utama ini berakhir?"
Taehyung menyandarkan punggungnya di kursi. Ia menatap Yujin, bukan dengan tatapan dosen yang menilai, melainkan dengan tatapan seorang mentor yang memahami.
"Yujin," katanya, suaranya kini sedikit melunak namun tetap bernuansa dramatis. "Dengarkan aku baik-baik. Aku tahu kau sangat lelah. Aku menghargai kerja kerasmu."
Yujin merasakan secercah harapan.
"Namun," lanjut Taehyung, menjeda sejenak, "Kau adalah satu-satunya desainer muda yang dapat menerjemahkan 'imajinasi gila' di kepalaku menjadi garis-garis yang nyata di atas kertas. Dan sayangnya, Vanté tidak bisa menunggu. Kita harus segera meluncurkan koleksi pre-fall yang baru."
Yujin menghela napas pasrah. Ia sudah menduga tentang ini. Taehyung selalu pandai memanipulasi keadaan dengan pujian yang tulus, membuatnya merasa penting dan tidak tegaan untuk menolaknya.
"Tapi, Ssaem," Yujin mencoba lagi, kali ini nada suaranya sedikit lebih emosional, menunjukkan kelelahan yang nyata. "Jika nilai Concept Design-ku jelek karena aku terbagi fokus, beasiswa ku bisa dicabut. Dan itu akan membuatku sangat kesulitan."
Mendengar kata "beasiswa," Taehyung akhirnya menghela napas panjang. Ekspresi usil di wajahnya hilang, digantikan oleh ekspresi serius.
"Baiklah. Aku mengerti betapa pentingnya beasiswamu." Taehyung mencondongkan tubuhnya ke depan, mengambil ponselnya. "Aku berjanji, proyek Vanté yang akan datang ini adalah proyek yang akan sangat memperkaya portofolio kelulusanmu. Kita akan merancang gaun utama untuk acara amal besar di Seoul. Dan aku akan membayarmu tiga kali lipat dari honor biasanya."
Taehyung kemudian tersenyum licik, mengembalikan sifat usilnya. "Dan, sebagai kompensasi atas penderitaanmu yang mendalam, aku akan menulis surat rekomendasi tertinggi untuk Profesor Park agar tugasmu dinilai sedikit lebih longgar."
Yujin terperangah. Tawaran itu sangat menggiurkan. Surat rekomendasi Taehyung di dunia mode Korea sangat berharga.
"Tiga kali lipat? Dan surat rekomendasi?" Yujin memastikan.
"Benar. Tapi dengan satu syarat," kata Taehyung sambil mengedikkan dagu ke arah portofolio Yujin. "Tugas yang barusan kau kumpulkan harus sempurna. Jika nilaimu di bawah A-, maka semua tawaran itu batal."
Yujin tertawa kecil, tawa yang tulus dan lega yang jarang ia tunjukkan. Momen inilah yang membuat Yujin betah bekerja dengan Taehyung. Mereka memiliki batasan profesional, namun juga keakraban yang jujur, Yujin bisa mengeluh, dan Taehyung bisa menjahilinya.
"Baiklah, Ssaem," Yujin menyerah. "Tugas itu sempurna. Saya yakin."
"Bagus," Taehyung mengangguk puas. "Kalau begitu, mari kita bahas pertemuan kita di butik nanti sore. Ada masalah baru yang harus kita pecahkan."
Yujin berdiri, mengambil tasnya. "Masalah apa lagi, Ssaem?"
Taehyung terkekeh misterius. "Ada seorang client baru yang sangat kaya dan sangat... rewel. Dia ingin gaun yang belum pernah ada di muka bumi ini. Dan, dia ingin sketsa awalnya segera selesai."
Yujin memutar bola mata, namun di dalam hati ia merasa tertantang. Inilah esensi dirinya: pendiam, tetapi selalu haus akan tantangan desain yang unik.
"Saya akan datang ke butik pukul lima sore," ujar Yujin.
"Ditunggu, Asisten Lee. Jangan sampai terlambat. Aku mungkin akan memberimu hadiah kopi yang sudah kubayar tiga kali lipat, jika kau datang tepat waktu." Taehyung tersenyum, kembali fokus pada tabletnya.
Yujin meninggalkan ruangan itu dengan perasaan campur aduk. Lelah, tapi termotivasi. Kesal pada Taehyung, tapi bersyukur atas kesempatan yang ia berikan.
Saat Yujin melangkah keluar, di seberang lorong, di dekat dispenser air, Lee Lino sedang berdiri, berpura-pura minum. Sejak Yujin masuk ke ruang dosen, Lino telah mengawasinya.
Mata Lino menyipit, mengamati punggung Yujin yang menjauh. Ia melihat kedekatan yang terjalin antara Yujin dan Taehyung, menurutnya kedekatan itu telah melampaui batas formal dosen-mahasiswi. Ada nada tawa, ada kehangatan yang ia tangkap sekilas.
𝘒𝘪𝘮 𝘛𝘢𝘦𝘩𝘺𝘶𝘯𝘨, nama itu berputar di benak Lino dengan nada kebencian yang mendalam. Taehyung adalah penghalang kedua, setelah Christopher.
Lino tahu Yujin adalah gadis yang tidak suka bergaul dekat dengan pria, kecuali Christopher (yang ia anggap sebagai kakak). Kedekatan dengan Taehyung ini jelas menjadi alarm bahaya bagi obsesinya.
"Asisten desain, katamu?" Lino bergumam sinis.
Taehyung, si dosen yang tampan dan sukses. Ia memiliki segalanya. Lino tahu, Yujin yang pendiam dan polos itu mudah terpesona oleh pria dengan wibawa.
Lino meneguk air dingin di gelas plastiknya, matanya tajam dan penuh perhitungan. Ia tidak akan membiarkan ada pria lain yang mendapatkan perhatian Yujin.
Christopher saja sudah cukup, Taehyung tidak boleh.
Ia kemudian berjalan cepat, menuju fakultasnya sendiri. Namun, dalam benaknya, ia sudah mulai merancang strategi baru. Jika Yujin sibuk bekerja di butik Taehyung, maka butik itulah yang harus ia jadikan medan tempur selanjutnya.
Yujin tidak menyadari bahwa keakraban profesionalnya dengan sang dosen kini telah menjadi pemicu baru bagi api cemburu dan obsesi yang semakin membara di hati Lee Lino. Ia hanya berjalan, memeluk tasnya erat, dan memikirkan bagaimana cara merancang gaun chiffon baru, bukan tentang perang batin yang baru saja dimulai di belakang punggungnya.
.
.
.
.
.
.
.
— Bersambung —