Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Malam di Kekaisaran Wang turun perlahan seperti selimut hitam berhiaskan seribu bintang. Cahaya lentera berkilau di sepanjang lorong istana, memantul lembut di lantai batu giok yang dingin. Angin malam mengusik tirai-tirai halus kamar Yun Sia, menari ringan seolah ikut mencuri dengar percakapan dua hati yang mulai saling menaut.
Yun Sia masih duduk di balkon, membungkus dirinya dengan selimut tipis yang disediakan pelayan. A-yang berdiri di sampingnya, tubuhnya tegak namun pikirannya entah melayang ke mana.
“Ayang…”
“Hm?”
“Kalau suatu hari aku menghilang… kamu bakal cari aku nggak?”
Pertanyaan itu muncul begitu saja, polos, tapi menusuk.
A-yang menoleh cepat.
“Kenapa ngomong begitu?”
Yun Sia mengangkat bahu kecil.
“Entahlah… kadang aku merasa hidupku seperti… bukan benar-benar milikku.”
A-yang menatapnya lama.
Untuk sesaat, ia lupa dirinya seorang kaisar.
Yang ia lihat hanya seorang gadis kecil yang mungkin lebih rapuh dari yang ia kira.
“Kalau kamu menghilang…” ucap A-yang perlahan. “…aku akan jungkir balikkan dunia untuk menemukanmu.”
Yun Sia terdiam.
Ia menoleh, menatap wajah A-yang dalam-dalam.
“Ayang… kamu serius?”
“Serius.”
Tidak berlebihan.
Tidak dramatis.
Hanya fakta.
Yun Sia tertawa kecil, matanya berkaca-kaca tanpa sadar.
“Kamu ini… aneh sekali.”
“Karena kamu.”
Dan malam pun hening.
Hanya suara jantung dua manusia yang berdetak tak sinkron, tapi menuju arah yang sama.
Sementara itu…
Ratusan kilometer di timur…
Angin pembawa nasib juga bertiup di Kekaisaran Lang.
Di Istana Lang Hati yang Tak Tenang
Permaisuri Lang berdiri di balkon kamarnya, memandang langit yang sama, tapi dengan mata seorang ibu yang kehilangan separuh jiwanya.
Ia menggenggam selendang putih kenangan.
Kaisar Lang berdiri di belakangnya, tangan besar itu menahan bahu ramping sang permaisuri.
“Kau harus istirahat…”
Permaisuri menggeleng.
“Aku tidak bisa.”
Ia memejamkan mata.
“Bagaimana jika ia sebenarnya menderita…
Bagaimana jika… ia membenciku…”
Kaisar menarik Permaisuri dalam pelukannya.
“Dia mungkin marah…”
“Tapi dia tidak akan pernah membencimu.”
Ia mengecup puncak kepala Permaisuri.
“Kita yang akan menebus semuanya.”
Tepat saat itu seorang pelayan kerajaan berlari tergesa menuju balkon. “Yang Mulia… laporan dari pasukan bayangan!”
Jenderal Qiao menyusul dengan wajah dibasahi keringat. “Yang Mulia… kami mendapat konfirmasi kuat.”
Kaisar Lang menegang. “Bicara.”
“Putri… memang tinggal di istana Wang.”
Permaisuri berjalan mendekat dengan langkah goyah. “Bagaimana kamu tahu?”
“Pasukan kami melihatnya sendiri…" jawab Jenderal Qiao
"Dan melihat siapa yang bersamanya.” tanya kaisar
Jenderal Qiao menarik napas. “…Kaisar Wang Tian.”
Hening.
Seolah udara berhenti.
Permaisuri menutup mulut. “Kaisar Wang Tian…?”
Kaisar Lang mengepalkan tangan. “Artinya… dia berada di istana kaisar lain…”
Bukan marah.
Takut.
Takut bahwa putrinya telah masuk ke dunia kekuasaan yang tak pernah ia inginkan untuk anak itu.
“Kondisinya?” suara Kaisar rendah.
Jenderal Qiao mengangkat kepala. “…Dia tampak sehat. Tertawa. Ceria. Dan… sangat dekat dengan Kaisar Wang.”
Permaisuri tersenyum pilu. “Setidaknya… dia bahagia.”
Namun…
Ia tetap seorang ibu.
Dan seorang ibu tidak puas hanya tahu anaknya hidup.
Ia ingin memeluk putrinya
...****************...
Keesokan paginya, Yun Sia bangun dengan perut kelaparan.
Ia turun ke dapur istana tanpa izin.
Dan di sanalah…
Mochen dan Liyan menemukan pemandangan paling mencemaskan sepanjang hidup mereka:
Yun Sia
Sedang memasak.
Di dapur istana.
Dengan pakaian tidur.
Rambut acak-acakan.
Lengan penuh tepung.
“NONA—!!”
Mochen hampir copot jantung.
Yun Sia menoleh. “Oh, Mochen ge! Liyan ge! Kalian mau makan juga? Aku bikin bubur.”
“Nona apa yang kau lakukan di sini?" tanya Liyan .
“Kau tidak boleh ke dapur!” ujar Mochen
“Kenapa?” tanya Yun Sia
“Karena ini dapur istana! kami bisa di penggal yang mulia ”
“Ini dapur.” jawab Yun Sia lurus. “Itu istana. Ini dapur.”
A-yang yang baru bangun dengan jubah longgar mendengar keributan dan bergegas masuk.
Dan…
Mendapati Yun Sia meniup sendok bubur.
“Ayang!” Yun Sia tersenyum riang.
“Aku masak buat kamu!”
A-yang terpaku.
Untuk pertama kalinya—
Tak ada kata.
Tak ada logika.
Tak ada politik.
Hanya…
Hatinya. “…Kamu masak?”
“Iya! Aku rindu memasak, sudah lama semenjak di sini” jawab Yun sia
A-yang mendekat.
Menyendok sedikit.
Mencicipi “Sangat enak,” katanya.
Mochen, " Kaisar berdusta di hadapan Tuhan."
Liyan " Tapi… demi cinta"
Yun Sia bersorak. “Ayang suka!”
A-yang tersenyum kecil. “Sekarang… keluar dari dapur sebelum aku dipanggil jantungku sendiri.”
Utusan khusus Kekaisaran Lang memasuki wilayah Wang dalam balutan pakaian pedagang.
Mereka bertiga.
Senyap.
Cepat.
Menghindari mata-mata.
Tujuan mereka satu, Memastikan satu nama.
Mereka menyuap pelayan istana.
Menginterogasi pedagang.
Mengawasi gerbang.
Dan akhirnya mereka berdiri di balik tembok taman dalam.
Mengintip seorang gadis.
Sedang tertawa.
Sedang menjulurkan lidah pada kaisar.
Sedang memukul lengan pria itu dengan gemas. “Dasar Ayang cerewet!”
Utusan Lang terdiam.
Salah satu dari mereka.
Menitikkan air mata. “Dia… benar-benar hidup…”
“Putri Lang… Sangat mirip dengan kaisar dan permaisuri”
“Menjadi gadis hangat…”
Mereka menunduk.
“Tuan Putri… Kami datang.”
Namun…
Belum saatnya.
Rahasia Mulai Tercium Kaisar Wang Tian
Dan seperti semua rahasia…
Takdir tidak pernah membiarkannya rahasia terlalu lama.
Mochen datang malam itu.
“Tuan…”
“Bicara.”
“Ada orang asing mondar-mandir di sekitar istana.”
A-yang menyipit. “Utusan?”
“Bukan dari kerajaan lain yang biasanya.” jawab Mochen
A-yang memejamkan mata.
Intuisinya berbicara.
“Perketat penjagaan Yun Sia.”
Mochen terbelalak.
“Tuan?”
“Dia bukan gadis biasa.”
A-yang menoleh ke luar jendela.
Lintasan cahaya bulan jatuh tepat ke wajahnya.
“Aku bisa merasakannya.”
Namun Yun Sia... Tetap Yun Sia
Tanpa tahu dunia sedang mengincarnya…
Yun Sia masih bertengkar kecil.
“Ayang, kamu ambil bajuku ya?”
“Aku tidak!”
“BOHONG! Aku lihat!”
“Itu jubahku!”
“Jubah kamu terlalu panjang buat aku!”
Mochen dan Liyan menyerah.
Kaisar mereka
Sedang dikeloni oleh cinta.
Takdir Bersiap Membuka Tirai
Di kejauhan…
Dua Kekaisaran.
Dua Kaisar.
Satu Gadis.
Dan satu kebenaran—
Yang jika terbuka…
akan mengguncang seluruh dunia.
Putri Lang Cinta Kaisar Wang
dan pusat badai politik yang akan datang.
—
Dan di balik pintu masa depan…
takdir mengangkat tirai perlahan.
Menunggu…
Satu pertemuan.
Yang akan mengubah segalanya.
Bersambung