Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 MENCEGAH YANG AKAN TERJADI
Maria bergegas turun ke arah lantai utama rumahnya yang luas.
Pemandangan diluar rumah Grand duke Herman sangat asri oleh taman yang cantik dan ditanami bunga anggrek.
Maria mempercepat langkah kakinya menuju ruangan utama, ditemani Espen, mereka berdua berjalan melewati jalan berkarpet merah yang biasanya di lalui setiap harinya dikediaman itu.
Dengan cekatan, Espen membukakan pintu teruntuk Maria pada saat mereka berdua telah tiba di depan ruangan utama.
Pintu kayu bercat antik itu terbuka lebar, secercah sinar terang dari cahaya Matahari yang menyeruak masuk melalui jendela menyambut kedatangan mereka.
Maria berdiri dengan anggunnya, dalam balutan busana panjang dari sutera yang dijahit khusus oleh penjahit profesional berwarna cerah.
Semua mata tertuju padanya ketika dia hadir di ruangan utama kediaman Grand duke Herman.
Maria melangkah pelan sembari menatap lurus, dia menjaga sikapnya sebagai nona muda ningrat.
"Maria, apa kabarmu ?" sapa seseorang dari arah samping.
Rupanya kedatangan Prinsen telah membuat Maria semakin tidak suka dan Maria mencari cara bagaimana dia bisa berpisah dari tunangannya itu.
Maria melewati Prinsen dengan sikap acuhnya bahkan dia telah mematikan rasa cintanya pada laki-laki itu semenjak dia terbangun kembali dari alam kematiannya.
"Mama, ada yang ingin aku beritahukan kepada kalian semuanya sekarang ini", ucapnya sembari menghampiri nyonya Grand duke Herman yang berdiri di dekat meja antik.
"Maria, hari ini Prinsen baru saja datang ke rumah ini, tidakkah kau menyambut kedatangannya, sajikan minuman hangat untuknya, sayang", kata mama.
Maria melirik dingin ke arah Prinsen yang terus memandangi dirinya.
"Memangnya siapa dia ? Kenapa aku harus menjamunya, bukannya dia telah berselingkuh dariku dan seharusnya sekarang ini, aku telah menendangnya keluar dari rumah ?!"
Maria membatin saat menatap sinis ke arah Prinsen yang merupakan tunangannya itu.
Sepertinya Prinsen menyadari perubahan sikap Maria kepadanya, cepat-cepat dia menyanggah ucapan nyonya Grand duke Herman.
"Nanti saja, tidak apa-apa, jangan repot-repot karena saya bisa mengambil minuman sendiri", sahut Prinsen.
"Tidak baik bersikap acuh pada Prinsen, hidangkan minuman buatnya sebagai penghilang lelahnya setelah bepergian jauh, Maria", pinta mama yang mencoba membujuk putrinya itu.
Maria masih bersikap dingin, namun dia tidak bisa mengacuhkan perintah mamanya lantas diraihnya teko keramik antik dari atas baki lalu dituangkannya teh ke dalam cangkir keramik motif mawar merah.
Tiba-tiba Maria mendengar suara menggema pelan dari arah Prinsen, tapi anehnya Prinsen tidak berbicara saat ini.
"Masih cantikkan Haven daripada kau Maria, sudah sombong, dingin sekali, mana ada laki-laki yang mau padamu jika saja aku tidak baik padamu, pasti aku sudah menikahi Haven..."
Suara Prinsen terdengar sangat jelas dan suara tersebut berasal dari dalam batin Prinsen.
Maria dapat mendengarnya, apakah ini suatu kebetulan belaka.
"Dasar perawan tua, aku sebenarnya muak padamu, Maria ! Dan aku menantikan saat-saat kau berakhir mengenaskan !"
Suara Prinsen kembali menggema, kali ini suaranya semakin keras.
"Lihat saja, bagaimana kau akan menderita oleh sifat sombongmu itu, Maria laknat !"
Prinsen masih membisu sembari menikmati minumannya, akan tetapi gerak-gerik kedua bola matanya seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya berbicara.
"Coba saja kalau dia tidak kaya raya, mana mau aku menjadi kekasihnya dan bersusah payah mengejar cinta Maria !"
Kembali suara Prinsen menggema ditelinga Maria.
Maria terhuyung-huyung mundur dan hampir saja menumpahkan seisi teko yang ada ditangannya.
"A-apa maksud semua ini ???" tanyanya lirih.
Pandangannya nanar saat menatap ke arah Prinsen.
Maria tak mengerti bagaimana bisa dia membaca pikiran Prinsen ataukah semua peristiwa misterius ini terjadi lantaran dia bereinkarnasi.
"Maria, ada apa ?" tanya mama yang agak khawatir dengan sikap Maria hari ini.
"Ah, tidak apa-apa, mama... Dan aku baik-baik saja...", sahut Maria segera tersadar, diletakkannya teko kembali ke atas baki kemudian dia menoleh cepat.
Maria tersenyum datar ke arah nyonya Grand duke Herman lalu ke arah Prinsen yang sedari tadi memperhatikan dirinya.
"A-aku sepertinya kurang enak badan, mungkin ini disebabkan aku kurang nyenyak tidurnya sehingga aku kehilangan kendali pikiranku", ucapnya.
"Ya, ampun, seharusnya ini tidak terjadi disaat Prinsen datang kemari, pasti akan mengecewakan dia", kata mama.
"Maafkan aku...", sahut Maria terlihat gugup.
"Tidak apa-apa, biarkan Maria beristirahat, saya akan segera pulang setelah dari sini", kata Prinsen menyela.
Nyonya Grand duke Herman memalingkan muka ke arah Prinsen, tersenyum samar lalu berkata dengan nada sesal.
"Tolong maafkan kami, mungkin pikiran Maria sedang tidak baik-baik saja, dia memang mengeluh tadi karena tidak enak badan", sahutnya.
"Saya mengerti, sebentar lagi saya akan pulang, kebetulan juga perjalanan dari Fort de Kock lumayan melelahkan dan sepertinya saya juga harus segera beristirahat", kata Prinsen bijak menanggapi sikap Maria.
"Oh, ya, kau benar, perjalanan dari Fort de Kock memang menguras tenaga apalagi bukan termasuk perjalanan liburan, wajar jika kau merasa kelelahan", kata mama.
"Terimakasih telah menyambut saya dengan begitu hangatnya, tapi saya pamit pulang dan mungkin besok saya mampir kemari lagi", kata Prinsen. "Sebelumnya saya berniat mengajak Maria jalan-jalan untuk merayakan hari jadi ulang tahunnya, sayangnya dia tidak sehat sekarang ini."
Prinsen meletakkan cangkir minumannya ke atas meja kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya.
"Oh, hampir lupa, aku membawakanmu hadiah, saat perjalanan pulang dari Fort de Kock aku sempat mampir ke toko perhiasan dan aku membeli sesuatu untukmu, Maria", ucapnya.
Prinsen membuka kotak perhiasan yang dibawanya, tampak seuntai kalung berliontin permata zamrud menjuntai cantiknya dari tangan Prinsen.
"Aku berusaha mencari kalung yang pas buatmu dan aku hanya menemukan satu kalung berliontin zamrud ini", ucapnya seraya mendekati Maria.
"Betapa beruntungnya dirimu, Maria karena mendapatkan seorang pendamping yang begitu perhatian seperti Prinsen", kata mama terharu ketika melihat perjuangan Prinsen untuk membawakan hadiah ulang tahun bagi putrinya, Maria.
Maria masih tercekat diam, tatapannya dingin saat Prinsen mendekat ke arahnya.
Tiba-tiba saja tanpa Maria sadari, kedua tangannya terulur ke depan lalu mendorong kuat-kuat tubuh Prinsen hingga laki-laki itu terjengkang jatuh.
"Bruk !" Prinsen tersentak kaget saat dirinya terjatuh keras, sorot matanya berubah marah kepada Maria.
"Maria, apa yang kau lakukan pada Prinsen ???" pekik mama sembari menoleh ke arah Maria yang berdiri melamun.
Nyonya Grand duke Herman lantas mengalihkan pandangannya kepada Prinsen yang terduduk di lantai ruangan.
"Maafkan kami sekali lagi, aku benar-benar tidak mengerti dengannya", ucapnya.
"Tidak masalah, saya mengerti dan memahami Maria, mungkin dia memang kurang enak badan sehingga menyebabkan dia seperti itu", sahut Prinsen yang mencoba beranjak bangun dari lantai.
"Tolong maafkan dia, aku akan menasehatinya agar dia mengubah sikapnya itu !" kata mama.
"Tidak masalah..., tidak masalah, semua baik, dan saya tidak mempermasalahkan hal ini terjadi", sahut Prinsen yang mencoba menyembunyikan kekesalannya terhadap Maria.
Prinsen tersenyum pahit dan terpaksa menahan emosinya atas sikap aneh Maria.
"Sebaiknya aku pulang sekarang, supaya Maria dapat beristirahat, maaf tidak bisa lama-lama disini dan hanya bisa memberi hadiah seadanya saja untuk hadiah ulang tahun Maria", lanjutnya.
Prinsen memasukkan kalung pemberiannya itu ke kotak perhiasan lalu menaruhnya di atas meja antik yang ada diruangan utama.
"Sampai jumpa lagi...", pamitnya pada nyonya Grand duke Herman lalu menoleh ke arah Maria yang masih terdiam mematung di dekat jendela ruangan.
Prinsen tersenyum samar pada Maria seraya mengangguk pelan lalu melangkah ke arah pintu.
Tepat dari arah pintu masuk ke ruangan utama, Prinsen berpapasan dengan seseorang yang datang dari arah luar ruangan.
Tatapan mereka beradu tajam saat keduanya berpapasan, tampak seorang laki-laki berwajah sangat tampan serta berwibawa melangkah masuk ke dalam ruangan utama kediaman Grand duke Herman dan hal itu telah mencuri perhatian Maria.