Sekuel ke empat Terra The Best Mother, sekuel ke tiga Sang Pewaris, dan sekuel ke dua The Big Families.
Bagaimana kisah kelanjutan keluarga Dougher Young, Triatmodjo, Hovert Pratama, Sanz dan Dewangga.
Saksikan keseruan kisah pasukan berpopok dari new generasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GERAKAN CEPAT
Pelaporan pada Deniyah, tentu langsung ditanggapi polisi. Wanita yang tengah berbadan dua itu harus memberi keterangan terhadap penyitaan ponsel murid. Jelas-jelas tindakan itu melanggar sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Kami merasa putra kami dizolimi!" ujar Firda, ibu Joni.
"Semua data anak kami ada di sana! Kami tak terima!" ujar Parkoso tak terima.
Virgou menatap layar lebar di depannya. Tangannya mengepal erat, sungguh. Ia ingin membakar institusi itu karena hanya tebang pilih.
"Polisi hanya menjalankan tugas Pak Virgou. Kami adalah pengayom masyarakat ...."
Virgou ingin sekali mengumpat kasar. Sungguh ingin ia paparkan jika kinerja polisi tidak sebaik dulu. Walau ia tau, jika memang ada hukum yang diganggu di kasus ini.
Daniyah menjawab tenang ketika di konfrontir seratus pertanyaan.Ken ada di sisi istrinya. Kasus melibatkan keluarga pebisnis dan kaya raya. Tentu banyak mata melihat dan menaikan pamor bagi yang melakukan pencitraan.
"Tenang, Boy. Banyak yang ingin menjatuhkan kita. Jangan gegabah!" ujar Bram menenangkan Virgou.
Gio pun hanya berharap pada ketuanya. Seroja datang ke hunian Terra. Gadis berusia dua puluh enam tahun itu tau apa masalah keluarga.
"Papa, Daddy!'
"Baby, ucapin salam!" tegur Maria.
"Assalamualaikum Mommy!" kekeh Seroja memeluk dan mencium Maria.
"Waalaikumsalam sayang, kamu sudah ditunggu," ujar Maria.
Seroja pun masuk ke ruang tengah. Ia mencium tangan semua pria di sana.
'Roja udah denger apa yang terjadi," ujarnya pelan.
"Bagaimana sayang, sungguh kami buntu! Orang itu pandai mendulang di air keruh!" sahut Bart memelas.
Seroja diam, ia berpikir cukup lama.
"Hape anak itu di mana?" tanya Seroja.
"Ada di kantor polisi sebagai barang bukti!" jawab Leon.
"Daddy, Daddy kan bisa mengakses ponsel anak itu. BraveSmart ponsel punya kekuasaan untuk merajah ponsel siapapun bahkan aparatur negara. Kita bisa pakai itu untuk melawan balik!" seru Seroja.
"Sedang aku laksanakan!" ujar Virgou yang tengah mengetik di BraveSmart ponsel.
Sesekali kepalanya menggeleng, matanya terbelalak lalu tersenyum sinis, setelah melihat isi ponsel itu.
"Hubungi orang tuanya. Apa masih mau dilanjutkan, sebelum semua data mesum keduanya aku bongkar!" suruhnya kemudian.
Seroja mengangkat kepala setelah menatap layar ponsel Virgou beberapa saat. Wajahnya datar. Di matanya ada ketenangan hakim, bukan emosi keluarga.
“Kita jangan panik dan jangan ugal-ugalan,” katanya pelan, sekali bicara memerintah suasana lebih tenang dari badai.
“Ada dua hal yang harus kita jaga: anak-anak kita dan bukti hukum!”
Leon mengangguk, Bram menunduk, Virgou masih menggenggam ponsel, siap menekan tombol apa saja. Seroja meraih tangan Virgou lalu menatap tajam.
“Daddy, jangan ancam terbuka. Kalau main buka saja semua dan menyebarkannya, kita sendiri bisa bermasalah—termasuk soal privasi dan pasal lain. Biarkan aku yang atur dengan rapi!"
Virgou menghela nafas, melepaskan jarinya dari layar.
“Baiklah kalau begitu, Daddy serahkan padamu, Baby!" ujarnya menurut.
“Pertama: kita minta salinan forensik ponsel itu dari kepolisian. Kedua: semua komunikasi yang terkait harus disegel—tidak untuk konsumsi publik. Ketiga: kita laporkan ke unit perlindungan anak dan minta pemeriksaan terhadap siapa yang merekam, menyebarkan, atau memperlihatkan konten itu. Keempat: saya akan ajukan permintaan mediasi dulu ke orang tua Joni—tapi bukan untuk nego tutup mulut. Saya mau mereka bertanggung jawab secara hukum dan sosial atas kelalaian itu!" ucap Seroja seraya berdiri dan merapikan gamisnya.
Gadis berkerudung lebar dan panjang itu membetulkan kacamatanya. Wajahnya yang bulat, putih. Bibirnya yang merah muda alami. Tubuhnya yang mungil, sungguh tak ada yang mengira di balik sosoknya yang kecil. Seroja punya keberanian layaknya singa di gurun pasir. Ia mampu membongkar segala praktek korupsi.
Maria dan ibu-ibu lainnya berharap pada Seroja. Terra memeluk adik angkat yang ia urus dari bayi merah bersama Khasya.
"Mama percaya kamu pasti punya cara. Kasihan Mama Niyah sayang, beliau sedang mengandung!" ujarnya sendu.
"Mama dan lainnya tenang ya. Biar Roja yang urus semuanya. Roja hanya minta doa dan dukungan kalian semua!" ucap Seroja tulus.
Seroja pun pergi setelah mendapat mandat dan persetujuan forensik. Sementara di teras belakang, tampak terjadi diskusi yang menegangkan.
Ali, Hamzah, Khadijah, Jamila, Umar, Yusuf, Zora,.Vendra, Mala dan Arjuna tampak.tengah berdiskusi. Sementara bayi-bayi seperti Naka, Issa, Aquila, Dirga, Bima, Rauf dan Fikar menggangu fokus para pengawal.
"Zadhi Putlet teusinJijah deunen muwa-muwana?" tanya Ali dengan mata bulat.
Ali adalah anak Nai, sementara Khadijah adalah anak dari Arimbi. Nai merupakan keponakan Arimbi. Walau mereka seumuran, tapi langkah Khadijah lebih tinggi dibanding Ali.
"Wiya! Talaw dat peulsaya, panya laja mama Yoya!' Zora mengangguk membenarkan.
"Tatana lada nanat yan pawu siyum Ata' Pila!" lanjutnya dengan mata besar.
"Pa'a? Tot peulani-peulanina nanat ipu!" dengkus Hamzah marah.
"Wiya, dithu piputun mama Ata' Yiyo, Coni lansun nayis ... Huuu ... Huuu ... dithu!" imbuh Khadijah.
"Walu Pa'a tata Onty Aypi?" tanya Vendra.
"Pita halus pantuwin Amah Niyah!" jawab Ali.
"Tayat dhibana?" tanya Hamzah.
"Pita teu seutolah Ata' Pila!" jawab Ali.
"Salana, tabun dithu?" tanya Hamzah lagi.
"Benan seutali!" sahut Ali serius.
"Ipu sanat pidat muntin!" geleng Vendra tak yakin.
"Pidat muntin dhibanana?" tanya Hamzah lagi.
"Pita basih teusin. Teulus banat Papa podidal yan zada mumah. Pita bawu tabun pijibana?" lanjutnya tak yakin berhasil.
"Days ... Atuh lada binfolmasi!" seru Arjuna tiba-tiba.
"Aypi, tamuh ipu dali padhi dutdut pi sipu, binfolmasi dali.bana?" tanya Khadijah.
'Tatana lada bintu lahasiya!' jawab Arjuna.
"Aypi! Banana bintu lahasiya. Peulalti bintuna pidat pisa deunan budah pita temutan!" sengit Khadijah sambil menghela nafas panjang.
"Woh piyal.Una yan peumutan bintu ipu!' seru Arjuna menawarkan diri.
Sementara di kantor kepolisian, Daniyah baru selesai dikonfrontir oleh polisi. Banyak jalur damai ditawarkan, yang paling keras ada nominal uang lima ratus juta.
'Saya punya wewenang untuk memeriksa ponsel terduga korban!" seru Seroja memberikan surat kuasa dari keluarga dan surat khusus periksa barang bukti.
Keluarga terduga korban keberatan, tapi surat yang disodorkan Seroja sangat kuat akan hukum. Terlebih, Seroja membukanya di depan aparat penegak hukum.
Sebuah video terpampang, Seroja menemukan banyak sekali video vulgar dan lainya. Ia punya bukti kuat untuk menuntut balik pada keluarga Joni.
'Saya selaku kuasa hukum keluarga, menuntut balik Keluarga Joni atas pengabaian pola asuh anak!" serunya lalu menyerahkan bukti itu langsung ke polisi.
Kepala polisi sampai terbelalak melihat betapa banyaknya video vulgar itu.
"Anak kecil mana ngerti!' kilah Parkoso santai.
"Justru itu yang buat anak bapak hancur!" teriak Seroja kesal.
Kembali ke rumah, Arjuna menemukan pintu rahasia. Ia berlari ke saudaranya yang banyak itu.
"Days .. Una memu bintuna!'
Semua bayi menoleh, berikut para pengawal. Naka dan lainnya heboh, mereka ikut serta ke ruang cuci di mana pintu itu berada. Tentu saja diikuti para bodyguard, hanya saja mereka melihat dari jarak yang cukup.
"Imih padhaibana putana?" tanya Naka menatap pintu besar terbuat dari besi.
Tentu saja pintu itu tak bisa dibuka, karena Virgou telah mematikan kuncinya.
Hingga ....
"Babies ... Pizzanya udah jadi!" seru Sanih dari dapur.
"Ah ... Pita teulpatsa beununda tabun pita!" ujar Naka lalu mereka semua menuju dapur menagih pizza pada Sanih.
Bersambung.
kaburnya nggak jadi gara-gara pizza.
good Seroja.
Next?