Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Adaptasi
Satu bulan kerja. Laras sudah mulai terbiasa dengan ritme pagi-paginya, bangun pukul lima, menyiapkan bekal makan siang, lalu naik angkot dilanjut ojek online menuju kantor megah itu—gedung setinggi awan, tempat bos-bos berkumpul lengkap dengan tatapan tajam mereka.
Tapi berbeda dari hari biasanya pagi ini, Laras berjalan menuju lift dengan langkah yang jauh lebih tenang. Dia sudah tahu letak pantry, ruang fotokopi, dan toilet terdekat. Bahkan, tadi pagi dia sempat menyapa petugas keamanan dengan senyum lebar, dan dijawab dengan anggukan ramah.
Sampai di lantai paling atas, dia langsung menuju mejanya. Di sana, Arga, asisten Pak Revan, sudah duduk rapi di ruang kaca kecil sebelah ruangan bos. Ia sedang mengetik sesuatu dengan fokus tinggi.
"Pagi, Kak Arga," sapa Laras sopan.
Arga menoleh dan tersenyum kecil. "Pagi, Laras. Sudah mulai terbiasa, ya?"
"Alhamdulillah, mulai ngerti ritmenya. Cuma... suka gugup kalau Pak Revan manggil tiba-tiba."jawab Laras
Arga terkekeh ringan. "Santai aja. Beliau memang tipe yang serius dan to the point. Tapi dia adil. Selama kamu kerja sesuai, dia bakal dukung kamu."
Laras mengangguk, merasa sedikit lebih tenang.
---
Kesibukan Kantor
Jam kerja belum genap pukul sembilan saat Laras mendapat tugas baru, mengatur jadwal meeting bulanan antar-divisi. Ia harus mencocokkan waktu seluruh kepala departemen dan itu bukan hal mudah. Beberapa kepala divisi bahkan terkenal susah dihubungi karena sibuk di lapangan.
Namun Laras berusaha dengan cermat. Dia mencatat satu per satu hasil pembicaraan telepon, menyusun jadwal di Excel, lalu membuat draft surat undangan digital. Satu jam kemudian, dia menyodorkannya ke Arga untuk ditinjau sebelum masuk ke Pak Revan.
"Kamu cepat juga, ya," komentar Arga, matanya menyusuri isi tabel. "Layout-nya rapi. Pak Revan pasti suka."
Laras tersipu. "Saya pakai template dari laptop pribadi, Kak. Biar nggak kelihatan amatiran."
"Pinter. Simpan semua template itu baik-baik. Kamu bakal sering pakai." jawab Arga
Sepanjang siang, Laras semakin tenggelam dalam pekerjaan. Meski meja kerja yang sempit kadang membuat punggung pegal, dia menikmatinya. Terutama ketika menerima beberapa email balasan dari kepala divisi dengan nada positif.
---
Waktu Pulang
Pukul lima sore, Laras bergegas pulang. Ia turun ke halte bus terdekat, lalu berjalan kaki ke rumah kosnya yang berada di gang kecil penuh tanaman gantung.
Begitu sampai, dia langsung ganti baju daster biru dan menggelar sajadah. Usai salat, ia duduk di kasur kecilnya sambil video call keluarga di kampung.
Ibu : “Laras, kelihatan makin segar. Gimana kerjaan hari ini?”
Laras: “Seru, Ma. Aku pegang jadwal meeting antar-departemen. Nggak nyangka bisa, padahal semalam sempat mimpi salah kirim email ke bos.”
Ayah: “Berarti kamu mulai dipercaya. Bagus. Jaga kepercayaan itu.”
Adiknya, Lila: “Kak Laras kayak orang kantoran beneran, ya. Keren deh!”
Laras tertawa. "Ya emang orang kantoran, Neng. Tapi masih suka bingung cari lift, kok."
Setelah obrolan hangat itu, Laras menanak nasi di rice cooker kecil dan menghangatkan sayur asem yang dibelinya di warung tadi pagi. Sambil makan, dia menyalakan YouTube di ponsel dan menonton video lucu tentang kucing jatuh dari meja.
Hidup sederhana, tapi hatinya penuh. Ada letih yang menyenangkan, ada perjuangan yang pelan-pelan mulai terasa hasilnya.
---
Malam Hari
Pukul sembilan malam, Laras mengecek ulang email kantor lewat laptop. Ada satu balasan dari Pak Revan:
“Good job. Jadwal rapat sudah sesuai. Besok bantu siapkan ruangan dan proyektor pukul 9.30.”
Laras tersenyum. Ini pertama kalinya bosnya mengirim email langsung tanpa lewat Arga. Rasanya seperti dapat nilai bagus di ujian susah.
Dia langsung membalas sopan:
“Baik, Pak. Akan saya siapkan dengan rapi.”
Setelah itu, dia menutup laptop, menarik selimut, dan berkata pelan pada dirinya sendiri:
"Laras, kamu bisa. Hari demi hari. Pelan-pelan, tapi pasti." ujar Laras menyemangati dirinya sendiri. Lalu tidur.
Keesokan harinya
Pagi itu, Laras datang lebih awal dari biasanya. Jam masih menunjukkan pukul 07.15, tapi dia sudah berdiri di depan pantry kantor. Di tangannya, termos besar warna biru langit yang tampak seperti kapsul luar angkasa. Dia mencoba membukanya, tapi gagal.
"Lho, ini bukanya gimana ya? Diputer kok malah bunyi tek-tek-tek kayak gigi ompong nabrak sendok..." gumamnya pelan, alis berkerut.
Arga, asisten Revan yang baru tiba, langsung menahan tawa saat melihat Laras yang sedang bergulat dengan termos itu.
"Itu ditekan dulu baru diputar, Laras. Nggak usah dilawan, dia bukan musuh bebuyutan kamu." Jelas Arga
Laras melongo sejenak lalu mencoba saran Arga. Begitu berhasil dibuka, matanya berbinar.
"Wah, iya! Makasih Mas Arga! Aku kira harus dikirim ke NASA dulu buat dibuka." jawab Laras senang
Arga ngakak kecil. "Tenang aja, belum sampe level buka ruang server."
Dengan bangga, Laras menyeduh kopi sachet yang dibawanya dari rumah. Wangi kopi bercampur aroma cereal yang tumpah dari tasnya membuat pantry pagi itu terasa seperti warung kecil di kampung.
---
Sampai di meja kerjanya yang berada di lantai tertinggi tepat di luar ruang Revan, Laras membuka laptop kantor dengan senyum semangat. Ia menghela napas panjang.
"Bismillah. Hari ini nggak boleh salah kirim file kayak kemarin. Masa jadwal bos hampir kukirim ke grup alumni SMA. Nanti mereka nyangka Pak Revan mau reuni." ujar Laras pada dirinya sendiri
Baru lima menit bekerja, notifikasi muncul:
Revan: " keruangan saya sekarang"
Laras meneguk kopinya cepat-cepat, lalu berdiri dan merapikan rambut.
"Astaga, semoga kali ini bukan teguran lagi... atau minimal bukan marah sambil pegang stapler." doa Laras
---
Di Ruangan Revan
Revan tampak seperti biasa—tenang, datar, tapi ada aura yang bikin orang mau duduk pun mikir dua kali. Dia menatap layar komputernya tanpa menoleh saat Laras mengetuk pintu.
"Tok..... Tok.... Tok.... " Suara ketukan pintu terdengar
"Masuk." jawab Revan tanpa menoleh
"Selamat pagi, Pak. Saya dipanggil? Kalau ada yang salah, saya minta maaf duluan biar hemat waktu." ujar Laras cepat
Revan mengangkat alis tipis.lalu mengutarakan maksudnya tanpa menjawab ucapan Laras.
"Bisa tolong cek ulang file jadwal rapat? Ada yang tertukar. Meeting dengan Pak Marwan itu hari Kamis, bukan Rabu." ujar Revan
Laras langsung memencet tombol di kepalanya.
"Aduh! Maaf, Pak! Saya ingatnya Rabu karena saya lahir hari Rabu kliwon. Jadi kayaknya itu hari keberuntungan." jawab Laras
Revan menghela napas. "Tolong, jangan bawa ilmu primbon ke dalam jadwal perusahaan."
"Siap, Pak. Nggak akan saya ulangi, kecuali nanti hari Jumat Legi. Itu... agak spesial." Laras menyengir.
Revan tak membalas, hanya memberikan selembar kertas sambil menggeleng kecil. Tapi dari balik kacamatanya, matanya tampak sedikit berbinar.
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹