'Apa dia bilang? Dia ingin aku jadi Sugar Baby?.' Gumam Sheilla Allenna Arexa
"Maaf?!." Sheilla mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus tak mengerti. "Mengapa aku harus menjadi Sugar Baby mu?." Tanyanya dengan nada bicaranya yang sedikit keras.
Sean memijat rahang tegasnya sembari tetap menatap ke arah Sheilla dengan seringain kecil di bibir pria itu.
"Bagaimana menurutmu?." Tanya Sean pada Sheilla. "Apa kamu tidak tau apa kegunaan Sugar Baby dalam konteks ini? Sudah ku jelaskan dan bukankah kamu sudah dewasa?."
Kemarahan melonjak dalam diri Sheilla dan wajahnya memerah karena begitu marah.
"Sudah ku bilang, AKU BUKAN P--"
**
Sheilla Allenna Arexa adalah gadis biasa yang mendapati jika dirinya tiba-tiba terjerat dengan seorang bos mafia yang kejam karena hutang dari sepupunya sebesar 5 juta Dollar. Untuk menyelamatkan keluarganya dan juga membalas budi mereka karena telah merawatnya, Sheilla terpaksa menyetujui kontrak menjadi budak dengan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
~Flasback On
Sean tidak percaya dirinya tidak mampu menenangkan diri bahkan setelah beberapa menit berlalu setelah Sheilla melakukan striptis untuknya.
Meskipun gadis itu tidak melakukannya secara profesional, tetapi itu membuatnya semakin menarik. Setiap hari, Sean melawan keinginan untuk menghancurkannya dan menjadikan dia miliknya.
Ya, Sean selalu menahan diri. Sheilla terlalu polos untuknya. Ia tidak bisa membiarkan gadis polos itu terlibat dalam dunianya yang penuh bahaya.
Namun, ketika mengingat saat gadis itu menggoyangkan pinggulnya dan menggesekkan tubuhnya pada monter miliknya, membuat milik Sean tidak bisa menahan diri untuk tidak ereksi. Sean berusaha sekuat tenaga agar tidak membungkuk di atas meja dan mengklaim Sheilla saat itu juga, karena Sean tahu lebih baik dan mengendalikan diri. Sheilla hanya melakukan itu untuk mendapatkan uang darinya untuk membayar utang sepupunya.
Memikirkan betapa lembutnya tubuh Sheilla di pelukannya, berhasil membuat batang tangguhnya menegang di dalam celananya.
"Sialan." Sean mengumpat pelan, lalu menekan interkom.
"Ya, bos."
"Katakan pada Sasha untuk datang ke ruangan ku. Sekarang!." Kata Sean memerintah. Untuk saat ini, dia akan melakukannya. Dia harus melampiaskan hasratnya... darah yang mengalir deras ke tubuh bagian bawahnya, membuatnya gila.
***
Beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu.
"Masuk!." Kata Sean memberi izin.
Pintu terbuka dan seorang wanita seksi berjalan memasuki ruangan Sean. Wanita itu berambut panjang cokelat tua, dengan lekuk tubuh yang besar dan b0k0ngnya terlihat kencang.
"Tuan Sean... saya dengar.... anda memanggil saya. Apa yang bisa saya lakukan untuk anda?." Tanya wanita itu dengan nada bicaranya yang terdengar menggoda sembari berjalan mendekati meja kerja Sean, menggoyangkan pinggulnya.
"Sudahlah! Cepat buka bajumu dan membungkuklah di atas meja." Sean berdiri dan segera membuka ikat pinggangnya. Ia menyimpan semua rasa frustrasi yang terpendam di dalam dirinya dan ia ingin segera melampiaskannya.
Sasha tersenyum cerah. "Akan menjadi suatu kehormatan untuk melayani Anda." Dia mengatakannya sembari menanggalkan pakaian dan membungkuk di atas meja, terlihat menggoda sekali, p4nt4tnya terangkat tinggi.
Sean berjalan mengitari meja sembari memasang pelindung pada b4t4ngnya. Ia membelai inti tubuh Sasha beberapa kali dan tanpa penundaan, Sean langsung menusukkannya dengan brutal.
Sasha berteriak er0tis. Dia mulai menggoyangkan pinggulnya, menyambut dorongan kasar Sean saat pria itu menghantam p4nt4tnya.
Sudah lama sejak terakhir kali Sean memanggilnya. Sasha mulai khawatir bahwa Sean mulai kehilangan minat padanya. Desas-desus beredar bahwa mafia tampan itu telah menemukan mainannya yang baru.
Menerima panggilan dari Sean hari ini membuat Sasha merasa bahagia. Itu berarti dirinya masih berarti bagi Sean.
Sasha menanggapi gerakan hujaman dengan bersemangat, sembari mengerang keras. Namun, Sasha menyadari bahwa Sean sedikit berbeda hari ini. Lebih seperti pria itu lebih bergairah dan tak pernah puas.
Sementara itu, saat Sean sedang sibuk memacu miliknya dengan Sasha, wajah Sheilla justru muncul di benaknya. Sean akhirnya membayangkan Sasha sebagai Sheilla dan terus-menerus menghunjamnya, tetapi Sean tetap tidak bisa merasa puas.
Ketika Sean tersadar kembali, ia melihat Sasha mengerang mesum di bawahnya. Sean mengerutkan keningnya. Bertanya-tanya mengapa dirinya terus melihat Sheilla saat ia sedang menghujam p4nt4t orang lain.
Sembari melepaskan diri dari Sasha, Sean mulai berjalan ke kamar mandi sebelum akhirnya buka suara dengan nada bicaranya yang dingin. "Pergi!."
Sasha tahu lebih baik daripada bergantung pada Sean. Yang penting adalah dirinya masih berguna bagi pria itu.
Tanpa banyak bicara Sasha pun segera mengenakan pakaiannya dan meninggalkan ruangan Sean.
Sean kini semakin frustrasi. Ia tidak mampu melepaskan hasratnya seperti yang diharapkannya.
Setelah membersihkan dirinya, Sean meninggalkan kamar mandi dan mendapati Diego yang sedang menyeringai seperti orang bodoh duduk di kursi sofa di seberang meja kerja Sean.
"Jadi, apakah kalian bersenang-senang?." Tanya Diego dengan senyum geli di bibirnya. Saat mereka hanya berdua, Diego tidak perlu bersikap terlalu hormat dan sebagainya pada Sean.
Diego mendengar suara-suara yang keluar dari kantor Sean sepanjang sore dan melihat Sasha keluar dengan kaki gemetar.
Melihat hal itu, Diego terkekeh dalam hati.
"Aku tidak perduli, Diego." Sean membentaknya dan hendak duduk ketika Diego tiba-tiba menghentikannya.
"Jangan duduk dulu, kita harus turun ke ruang rahasia, kita temukan seorang pecandu dan dia mencoba mencuri dari kebun anggur kita." Kata Diego melapor.
"Itu masalah kecil." Sean mengernyitkan dahinya, menatap Diego. "Ada hal lain, bukan?"
"Bingo!" kata Diego begitu dramatis. "Dia punya catatan kriminal. Seorang pemerkaos dan pembunuh yang pada awalnya dia dijatuhi hukuman, tapi dia dibebaskan dengan syarat yang mencurigakan. Kami menduga dia bekerja untuk Zach."
Sembari menganggukkan kepalanya, Sean memikirkan informasi yang baru saja didengarnya dari Diego, akan lebih baik jika menginterogasi pria itu sekarang juga, terlebih jika memang pria itu adalah anak buah Zach!
"Ayo pergi." Ajak Sean dan mereka meninggalkan ruangan itu, menuju ruang rahasia.
**
Begitu Sean masuk ke ruangan, matanya menyipit ke arah pria yang menyusut saat mata mereka bertemu. Sekilas, pria itu tampak seperti pecandu narkoba yang telah menyalahgunakan narkoba selama bertahun-tahun.
Pria asing itu memiliki lingkaran hitam di bawah matanya dan wajahnya pucat dan berkeringat.
"Buat dia bicara." Kata Sean memberi perintah pada bawahannya, tatapan matanya penuh kebencian yang mengerikan.
Bawahan-bawahannya mulai menendang pria asing itu secara brutal dari segala sudut, membuatnya meringkuk seperti bola.
Dari waktu ke waktu, suara jeritan bisa terdengar dari dalam ruangan. Melihat pria itu tetap tidak mau bicara, kemarahan berkecamuk di mata Sean seperti nyala api yang menari-nari.
"Lakukan dengan benar! Apakah begini cara kalian membuat seseorang berbicara?!" Bentak Sean lagi.
"Siap bos." Ucap bawahannya sambil terus memukuli lelaki itu.
"Bicaralah, apakah kau bekerja untuk Zach?"
Pria itu tetap menolak berbicara meskipun wajahnya sekarang penuh dengan lebam-lebam.
Sudah berjam-jam sejak anak buah Sean menyiksa pria itu, tetapi mereka tidak berhasil membuatnya bicara.
Sementara Sean hanya menonton dengan tatapan acuh tak acuh saat mereka menyiksa pria asing itu dengan kejam tanpa gentar.
Setelah menjadi mafia selama lebih dari 13 tahun, Sean telah melihat dan mengalami banyak hal. Dan apa yang ada didepannya saat ini bukanlah apa-apa.
Pintu ruangan pengap itu tiba-tiba terbuka dan dia menoleh ke arah pintu, Diego yang tadinya hendak keluar untuk melakukan sesuatu kembali, namun kepala lain mengintip dari balik pintu.
~Flashback off
Sean mengernyitkan dahinya saat melihat Sheilla yang tampak pucat pasi seperti hantu. Gadis kecil itu sedang menyaksikan pemandangan mengerikan itu.
Tatapan mereka bertemu, tetapi Sean tetap menampilkan wajahnya tanpa ekspresi.
Jantung Sheilla berdebar kencang saat menatap wajah tenang Sean seolah orang yang disiksa itu bukan manusia.
Sean berdiri santai dengan tangan di saku.
'Apa yang dilakukannya di sini?' Batin Sean, bertanya dalam hati. Tangannya mengepal saat melihat ekspresi ngeri di wajah Sheilla.
Ini adalah sesuatu yang tidak ingin dia lihat. Tidak pernah.
Melihat pria babak belur yang hampir mati, hati Sheilla hancur berkeping-keping. Mereka terlalu kejam.
Salah satu anak buah Sean mendaratkan tendangan di wajah pria yang tergeletak di lantai meskipun pria itu terlihat sudah berdarah, membuat darahnya menyembur ke udara dari mulutnya.
Sheilla tersentak, dadanya sesak.
Ini keterlaluan, mereka akan membunuh pria tak berdaya itu jika terus seperti ini. Amarah Sheilla mendidih, merasa kesal dengan cara mereka memperlakukan sesama manusia dan sebelum gadis itu bisa menghentikan dirinya sendiri, dia melangkah maju dan berteriak.
"Hentikan! Kalian akan membunuhnya." Suara Sheilla teredam oleh tendangan dan teriakan sorakan yang datang dari anak buah Sean
Mereka tidak mendengar teriakan Sheilla dan tampaknya mereka tidak akan berhenti. Jadi, Sheilla memilih bergegas menghampiri Sean
"Tolong suruh mereka berhenti." pintanya, matanya berkaca-kaca. Ia tak sanggup menahannya.
"Dia pantas dihukum, Nona Sheilla. Kami tidak menyakiti orang yang tidak bersalah." Diego-lah yang menjelaskan karena Sean justru diam dan tidak menanggapinya.
Diego sebelumnya terkejut melihat Sheilla mengikutinya secara diam-diam.
Sheilla menoleh ke arah Sean, berharap mafia tampan itu tidak mendapat masalah dengan kepolisian karena hal ini.
"Tapi tetap saja, jika dia bersalah, dia harus diserahkan ke polisi agar mereka bisa mengadili dia, kalian tidak boleh menghakiminya dan harus memberinya keadilan yang kalian anggap pantas. Dia juga punya hak." Kata Sheilla saat menatap Sean yang bahkan tidak meliriknya sedikit pun.
Dadanya terasa sesak.
"Sean.." Panggil Sheilla dengan suara lirih dan itu berhasil menarik perhatian Sean
Sean menoleh untuk menatap Sheilla, tatapannya melembut saat melihat bola mata abu-abu Sheilla yang berkilauan karena air mata.
"Tolong beri dia kesempatan kedua, hmmmm? Aku yakin dia bisa berubah." Pinta Sheilla
Melihat Sheilla memohon dengan putus asa untuk seorang pria yang bahkan tidak dikenalnya, Sean mendesah. Baginya Sheilla terlalu polos dan baik hati. Melihat gadis kecil itu hampir menangis membuat hati Sean tersentuh.
Entah mengapa, melihat Sheilla bersedih membuat perasaan Sean merasa tidak nyaman. Ia lebih suka saat gadis itu marah-marah dan menganggapnya lucu, tetapi air mata Sheilla saat ini membuat sesuatu terasa menyakitkan di dada Sean.
Sembari menoleh ke arah Diego yang sedang menatap Sean dengan senyum lebar di wajahnya, Sean mengerutkan kening padanya seolah bertanya 'apa?' dengan matanya.
"Hentikan." Sean merendahkan suaranya dan memberi perintah, mengacu pada penyiksaan dan Diego pun tersenyum, tetapi dia juga mendapat petunjuk bahwa mereka tidak benar-benar membiarkan mata-mata itu pergi. Diego dan Sean, mereka berdua telah bekerja sama sejak lama dan memiliki pemahaman diam-diam.
"Cukup... dia sudah belajar dari kesalahannya!." Teriak Diego, memberi perintah dan tepat setelah itu, pemukulan berhenti saat orang-orang itu mendengar suara Diego.
Sheilla menghela napas lega, merasa senang karena Sean setuju untuk melepaskan pria itu. Ia merasa bahwa Sean tidak lagi bersikap kasar dan kini bisa melihat alasannya.
Sean bukan orang jahat.
Faktanya, Sean tampaknya lebih mencintai keadilan daripada mafia lain dan dia hanya melakukannya dengan cara yang salah. Baguslah dia mulai menerima saran-saran lain.
"Kamu senang?"
Sheilla menganggukkan kepalanya saat Sean bertanya. "Kamu melakukannya dengan baik." Katanya sambil mengacungkan jempol.
"Karena aku berbuat baik, bukankah aku layak mendapatkan hadiah?"
Mendengar hal itu, Sheilla memiringkan kepalanya ke samping, merasa sedikit waspada. 'Apa yang akan Sean minta sekarang?' Beberapa pikiran mengacaukan benak Sheilla.
Mungkin, Sean akhirnya akan menggunakan kesempatan ini untuk mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal. Jantung Sheilla berdebar kencang, tiba-tiba merasa gugup.
Tetapi kata-kata Sean berikutnya benar-benar mengejutkan Sheilla.
“Makan malam bersamaku.”