Tamparan, pukulan, serta hinaan sudah seperti makanan sehari-hari untuk Anita, namun tak sedikitpun ia mengeluh atas perlakuan sang suami.
Dituduh menggugurkan anak sendiri, membuat Arsenio gelap mata terhadap istrinya. Perlahan dia berubah sikap, siksaan demi siksaan Arsen lakukan demi membalas rasa sakit di hatinya.
Anita menerima dengan lapang dada, menganggap penyiksaan itu adalah sebuah bentuk cinta sang suami kepadanya.
Hingga akhirnya Anita mengetahui pengkhianatan Arsenio yang membuatnya memilih diam dan tak lagi mempedulikan sang suami.
Follow Instragramm : @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dingin Tapi Perhatian
Hasil dua garis merah di test pack sungguh mengubah atmosfer rumah mereka, Anita duduk di tepi ranjang sambil memegangi perutnya. Rasa mual memang belum sepenuhnya reda, tetapi dalam hatinya ada damai yang perlahan tumbuh. Arsen berdiri di depan jendela kamar, menatap benda kecil yang tak henti-henti dilihatnya sedari tadi ditemani sinar matahari yang mulai menembus tirai, menambah kehangatan pada ruangan yang semula dingin oleh ketegangan semalam.
Arsen menoleh ke arah istrinya. "Hari ini kamu tidak usah kerja."
Anita mendongak. “Tapi—”
“Sudah, jangan membantah,” potong Arsen, nada bicaranya tetap datar, tapi bukan tanpa perhatian. “Kamu baru tahu sedang hamil. Tubuhmu butuh istirahat. Apalagi kamu masih mual seperti tadi.”
Anita hanya mengangguk. Meski masih terkejut dengan perubahan sikap suaminya, tetapi Anita mengerti jika mood Arsen pasti sedang bagus setelah melihat hasil tespact tersebut.
Anita jadi ingat, dulu ketika ia mengeluh sakit atau merasa lelah, Arsen bahkan tidak menoleh. Malah sebaliknya, Arsen tetap memaksa Anita untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan melayani sang suami sembari diiringi oleh bentakan dan tamparan jika ia melakukan kesalahan sedikit saja.
Kini, meskipun nada suara pria itu masih terasa dingin, ada sesuatu dalam kata-katanya yang membuat hati Anita hangat. Ia merasa dihargai, diperhatikan, meski ekspresi wajah Arsen tetap sukar ditebak.
Anita lantas mengambil ponselnya, dia menuliskan pesan kepada bawahannya jika hari ini dia perlu istirahat, tetapi Anita tak langsung memberitahu jika dia sedang sakit karena apa, biarlah itu menjadi kejutan nanti.
“Aku sudah kirim pesan ke manajerku tadi,” ujar Anita. “Kukira aku memang butuh istirahat. Lagipula, kepalaku masih sedikit pening.”
Arsen mengangguk, lalu mengambil laptop dari meja kerja kecil di sudut kamar. “Aku juga tidak akan ke kantor. Hari ini aku kerja dari rumah saja.”
Anita terkejut, tapi tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. “Papih yakin? Biasanya papih tidak suka kerja dari rumah.”
“Tidak masalah,” jawab Arsen, sambil menyalakan laptopnya. “Aku tidak tenang kalau harus meninggalkanmu sendirian.”
Kalimat itu membuat Anita terdiam. Ia menatap suaminya yang kini sibuk membuka file dan laporan perusahaan. Kalimat yang hanya bisa ia bayangkan dalam doa. Hari ini, entah bagaimana, semesta mengabulkannya. Ia menyandarkan tubuh ke sandaran ranjang, matanya perlahan menghangat oleh rasa haru yang tak bisa disembunyikan.
Meski tidak terlalu banyak bicara, Arsen beberapa kali menoleh padanya.
“Kamu sudah makan?” tanyanya kemudian.
“Belum. Aku tadi terlalu mual.”
Arsen berdiri. “Aku buatkan bubur. Tunggu di sini.”
Anita menahan senyum. Wajahnya tetap tenang, tetapi ada kegembiraan kecil yang tumbuh dalam dada. Ia tahu, Arsen tidak pandai menunjukkan kasih sayang dengan kata-kata, tapi perbuatannya hari ini sudah cukup membuatnya merasa berarti.
Arsen turun ke dapur, dia membuka tempat beras dan mengambil beberapa gelas ke dalam wadah untuk dicuci terlebih dahulu. Sejujurnya Arsen sedikit lupa cara memasak bubur, dia sudah lama tidak membuat ini, terakhir kali semenjak Anita hamil anak pertama, Arsen sering membuatkan berbagai macam masakan sederhana, sebab dikehamilan yang pertama Anita sering sakit dan tidak bisa mengerjakan apapun. Dan baru kali ini dia berkutat dengan alat dapur lagi.
Arsen merebus nasi tersebut dengan air yang cukup banyak, dia juga menambahkan bumbu penyedap supaya rasa buburnya tidak hambar, sebab jika tidak begitu bisa-bisa Anita malah makin mual dan tidak ada makanan yang bisa dia konsumsi.
Arsen membuka ponselnya sebentar untuk melihat resep di internet, siapa tau dia kelupaan memasukan bumbu atau semacamnya.
"Ah, benar. Aku juga harus membuat topingnya" gumam Arsen menepuk keningnya sendiri.
Beberapa menit kemudian, Arsen kembali ke kamar dengan semangkuk bubur ayam hangat dan segelas air putih. Ia menaruhnya di meja kecil di samping ranjang.
“Makan pelan-pelan. Kalau mual, berhenti saja” pesannya singkat.
“Terima kasih, Pih,” balas Anita lembut.
Arsen kembali ke kursinya, melanjutkan pekerjaannya. Namun, sesekali matanya mencuri pandang ke arah istrinya yang makan perlahan. Di balik sikapnya yang dingin, sebenarnya hati Arsen dipenuhi rasa yang berkecamuk. Rasa khawatir, harap, dan sedikit takut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa perasaan menjadi calon ayah kembali akan begitu membingungkan, namun juga menyenangkan.
"Apakah ada yang kurang dari masakan ku?" serunya ingin tahu.
Anita menggeleng seraya menelan bubur di mulutnya. "Tidak kok, pih. Ini enak! Masih sama seperti dulu, masakan buatan papih selalu cocok dilidahku"
Arsen tak menanggapi pujian itu, dia cukup puas dengan hasil masakannya, Arsen pun melanjutkan pekerjaan sembari menunggu Anita selesai sarapan.
Setelah makan, Anita kembali berbaring. Rasa kantuk datang bersamaan dengan perasaan kenyang dan hangat.
"Pih, aku tinggal tidur tidak apa-apa kan?"
Arsen menatap jam dinding yang masih menunjukkan pukul sembilan. "Padahal masih pagi, ya sudah tidur saja kalau memang mengantuk"
Anita pun terlelap lima menit kemudian, sementara Arsen masih mengetik laporan di laptopnya. Suara ketikan menjadi latar sunyi yang menenangkan.
Menjelang siang, Arsen mengambil ponselnya dan membuka kontak ibunya. Ia menelpon sang ibu untuk memberitahu kabar bahagia ini.
"Hallo Arsen? Tumben sekali kamu telpon"
Arsen agak ragu karena mungkin ini terlalu cepat untuknya memberi informasi terkait kehamilan Anita, tetapi disisi lain dia ingin cepat-cepat memberitahu keluarganya.
"Iya, Mah... Maaf Arsen tiba-tiba menelpon, aku cuma mau memberi sedikit kabar"
"Kabar? Tentang apa, nak?"
"Emm... Begini, mah. Tadi malam Anita mendadak mual dan muntah-muntah, lalu tadi pagi kami membeli testpact untuk mengecek kemungkinan datangnya rasa mual itu. Dan hasilnya.... Anita positif, mah" jelas Arsen.
"Astaga, Puji Tuhan! Yang benar, Arsen??Mama sangat senang dengarnya. Lalu begitu sore ini Mama ke sana ya. Mama akan bawa sesuatu untuk Anita."
Arsen menghela napas pelan, lalu tersenyum samar. Ia tahu ibunya akan senang. Dari semua keluarganya, hanya Miranda yang benar-benar menerima Anita dengan tulus. Bahkan ketika hubungan mereka sedang renggang, Miranda tetap menjaga komunikasi dengan menantunya. Wanita itu selalu percaya bahwa Anita adalah orang baik, meskipun banyak yang mencoba meyakinkan sebaliknya.
"Iya, Mah. Kami tunggu kedatangannya. Sampai jumpa nanti sore" Telpon pun terputus saat itu juga.
Saat matahari mulai tergelincir ke barat, Anita terbangun dari tidurnya. Ia menemukan Arsen sedang duduk disisi ranjang sambil memandanginya.
“Hm? Kamu sedang apa, pih?” tanyanya sembari mengucek mata yang masih tampak kabur.
“Tidak sedang apa-apa” jawab Arsen singkat, lalu berdiri dan mendekati ranjang. “Kamu tidur nyenyak?”
Anita mengangguk. “Lumayan.”
“Kepalamu masih pusing?”
“Sedikit, tapi sudah lebih baik.”
Arsen mengangguk. “Mama akan kemari sore ini.”
“Mama mau kesini?” Mata Anita berbinar. ”Tunggu! Mama sudah tau?"
“Ya, aku yang bilang,” jawab Arsen “Dia senang sekali saat aku memberitahu jika kamu hamil. Mama bilang dia mau bawa sesuatu untuk kamu.”
“Oh ya? Aku juga senang, aku tidak sabar bertemu mama nanti” ucap Anita dengan mata berkaca-kaca. Miranda memang selalu perhatian kepadanya, sifat hangat ibu mertuanya itu selalu mampu menenangkan hatinya, bahkan di masa-masa sulit hidup Anita.
tinggal Takdir yg menentukan..
dan bagaimana respon dr yg menjalani setiap takdir nya tsb 👍
jagain dari jauh, doain yang terbaik buat Anita...
maaf y thor gak salah judul y
🤭