NovelToon NovelToon
Benih Kakak Ipar

Benih Kakak Ipar

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / CEO / Pengantin Pengganti / Obsesi / Pelakor jahat / Tukar Pasangan / Tamat
Popularitas:94.9k
Nilai: 5
Nama Author: Beby_Rexy

Judul buku "Benih Kakak Ipar".
Nesya dipaksa menjadi pengantin pengganti bagi sang kakak yang diam-diam telah mengandung benih dari pria lain. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nesya bersedia mengalah.
Namun ternyata kehamilan sang kakak, Narra, ada campur tangan dari calon suaminya sendiri, Evan, berdasarkan dendam pribadi terhadap Narra.
Selain berhasil merancang kehamilan Narra dengan pria lain, Evan kini mengatur rencana untuk merusak hidup Nesya setelah resmi menikahinya.
Kesalahan apa yang pernah Narra lakukan kepada Evan?
Bagaimanakah nasib Nesya nantinya?
Baca terus sampai habis ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Nesya berjalan seorang diri di sebuah lorong yang panjang di lantai dua tersebut, dia adalah seorang gadis yang suka menjelajah sehingga tak merasa takut tersesat. Bicara tentang tersesat, membuat Nesya teringat pada Evan yang mengatakan pada dirinya agar tidak tersesat, Nesya menggigit bibirnya, mengingat wajah tampan Evan rasanya tak akan ada satu pun wanita yang tak terpikat olehnya.

“Cih, aku sih tidak akan.”

Nesya pun memutar ingatan pahitnya saat Evan sudah dua kali menggagahi dirinya, hal tersebut membuatnya memalingkan wajah menatap ke luar dari lorong panjang yang berada di sisi kiri rumah tersebut.

Meski malam hari, area disana dapat terlihat dengan cukup jelas karena banyak sekali di pasang lampu-lampu dari berbagai jenis. Keindahan lingkungannya dan juga taman-taman kecil yang di penuhi oleh bunga, Nesya jadi betah berlama-lama memandangnya.

Saat sedang menikmati pemandangan itu, Nesya seperti melihat keberadaan seseorang di ujung lorong tersebut, ketika menoleh dan melihat siapa, ternyata adalah Kiki. Saat tatapan keduanya bertemu, Kiki malah dengan cepat memilih berbelok ke satu ruangan. Padahal jelas-jelas Nesya melihat kalau pelayan tersebut sedang berjalan ke arahnya kemudian malah dengan cepat menghentikan langkah ketika menyadari keberadaan Nesya.

“Kiki? Sedang apa dia? Aku tidak tahu kalau dia juga ikut ke rumah ini? Apakah tadinya dia menaiki mobil yang berbeda dengan kami?” Sambil bergumam, Nesya melanjutkan langkahnya menuju ke ujung lorong dan melewati ruangan yang tadi Kiki masuki.

Nesya sempat menengok kearah ruangan tersebut, ternyata di dalam ruangan itu terdapat lorong panjang juga dan beberapa pintu di sisi kanannya. Nesya meneruskan langkah kakinya, namun dia seperti mendengar sesuatu di dalam sana, seperti suara seorang pria yang membentak lalu ada suara seorang wanita yang berteriak.

“Ada apa disana?” Bisik Nesya pada diri sendiri, karena penasaran, dia pun membawa kakinya memasuki ruangan tersebut.

Sialnya, pada saat dia baru saja masuk ke dalam lorong itu sepertinya ada suara langkah kaki yang mendekat, panik Nesya pun membawa tubuhnya bersembunyi di balik tembok yang terdapat sebuah lemari jam berukuran lebih tinggi dari tubuhnya, Nesya diam di sebelah lemari tersebut. Sesaat kemudian, suara langkah kaki itu semakin dekat lalu Nesya melihat Kiki melewati tempatnya bersembunyi sambil meringis memegangi pipi kirinya lalu keluar dari sana.

Belum sempat bertanya-tanya, Nesya malah mendengar suara tertawa dari dua orang pria, mengira itu adalah Evan, dia pun memutuskan untuk mengikuti suara tersebut karena ingin mengajak Evan pulang saja dan bertemu dengan ibunya di villa.

Dari samar-samar suara obrolan itu terdengar semakin jelas di telinga Nesya, semakin di dengar semakin dia tahu bahwa tidak ada suara yang mirip dengan Evan disana.

“Kamu tak perlu meminta uang terus padaku, Arjun. Kasus kematian itu sudah tidak perlu di khawatirkan lagi, aku tahu kamu berencana untuk memerasku, namun harus kamu tahu juga bahwa aku sudah memberimu lebih dari seharusnya,” ucap seseorang di dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka.

Kening Nesya mengernyit lalu ia berhenti melangkah tepat di samping pintu ruangan yang pertama, sepertinya ada dua orang pria di dalam sana saling berbicara sahut menyahut membicarakan perihal kematian seseorang yang tak Nesya mengerti siapa. Hingga saat nama Evan di sebut membuat Nesya membesarkan kedua matanya.

“Apa kah aku harus menghabisi Evan juga, Paman Baskara?” Tanya lelaki bernama Arjun.

Baskara menjawab dengan cepat. “Tidak, tidak itu terlalu cepat. Evan berbeda dari Erwin dan ini sedikit rumit, Arjun.”

Arjun mulai terkekeh dan berkata dengan santai. “Paman sangat menganggap remeh aku, satu kali tembakan di dada Evan sudah bisa membuatnya mati. Atau Paman ingin menjadikan kematiannya jauh lebih dramatis lagi daripada Erwin?”

“Baskara? Arjun?” Nesya memekik di dalam hati sambil memegangi dadanya.

“Apa yang sedang mereka bicarakan? Apakah kematian Kak Erwin adalah perbuatan mereka?”

Tubuh Nesya mendadak berkeringat dingin sekaligus merinding saat mendengar hal yang tak pernah terbayangkan satu kalipun baginya. Napasnya sampai terengah-engah lalu teringat pada sang kakak.

“Kak Narra tidak bersalah, aku harus mengatakan ini pada Evan, dan aku bisa terbebas.” Entah senang atau kah sedih, Nesya tetap memutuskan untuk melaporkan itu kepada Evan karena menurut yang dia dengar dari Farrel, bahwa Evan sedang mencari tahu siapa dalang dari pembunuhan Erwin dan mengira kalau Narra mengetahuinya.

Saat memutuskan untuk keluar dari sana, Nesya kembali mendengar suara langkah kaki, suara itu berasal dari luar sehingga membuatnya harus kembali bersembunyi di tempat tadi.

“Jika aku tertangkap basah disini, bisa-bisa mereka juga akan menghabisi aku.” Nesya benar-benar ketakutan saat itu, bahunya ia sandarkan kuat-kuat ke tembok sampai kedua matanya pun terpejam erat. Ketika suara langkah kaki itu semakin mendekat, tiba-tiba saja tangan Nesya di tarik hingga tubuhnya terseret keluar dari persembunyiannya.

Evan menarik tangan Nesya, hingga tubuh Nesya terbawa sangat jauh meninggalkan ruangan dimana Baskara dan Arjun berada. Nesya yang hampir jantungan saat mengira dirinya tertangkap basah telah menguping sebelumnya itu, kini bisa merasa lega setelah menyadari bahwa Evan lah yang menemukan dirinya.

Kini mereka berdua sedang berada di sebuah kamar, saking jauhnya hanya agar Nesya aman dari jangkauan orang rumah, Evan sampai menarik Nesya dari lantai dua hingga naik ke lantai tiga melalui lift yang tersedia di rumah istana tersebut.

“Evan lepas kan aku.”

Evan baru mau melepaskan tangan Nesya setelah mereka berdua benar-benar telah masuk kedalam kamar tersebut, Nesya pun segera memegangi pergelangan tangan kirinya yang terasa nyeri sambil menekuk wajah karena kesal. Kini mereka berdiri saling berhadapan dengan ekspresi wajah yang sama-sama kesal.

“Sedang apa kamu disana tadi?” Tanya Evan dengan nada ketus.

“Tadi aku sedang mencari mu tetapi tidak ketemu,” jawab Nesya tak kalah ketusnya.

“Lalu?” Evan seperti menunggu sesuatu yang penting akan terucap dari bibir Nesya.

Nesya langsung teringat pada kejadian di lantai dua tadi, percakapan yang dia dengar disana sungguh mengerikan. Agak ragu Nesya ingin mengatakannya, mengingat Baskara adalah ayah tiri Evan dan juga suami dari ibunya, toh meski ia mengungkapkannya Evan juga tak akan mau percaya.

“Hei!” Evan yang tak sabar melihat diamnya Nesya lantas mengguncang kedua bahu istrinya hingga Nesya terkejut dari lamunannya.

Sambil meyakinkan diri, Nesya merasa dia memang harus mengatakan apa yang dia dengar, itu semua demi nama baik kakaknya dan juga dengan begitu Nesya bisa meminta Evan untuk melepaskan dirinya.

“Euh, ini mungkin akan mengejutkanmu.” Nesya berkata dengan ragu-ragu.

Evan mengangkat kedua alisnya menanti-nanti apa yang akan Nesya katakan.

“Aku berani bersumpah bahwa aku mengatakan yang sebenarnya. Di dalam ruangan tadi aku mendengar percakapan dari dua orang pria, mereka juga menyebut nama masing-masing yaitu Paman Baskara dan Arjun.”

“Arjun? Sejak kapan dia ada dirumah ini?” gumam Evan bertanya-tanya, memotong perkataan Nesya.

“Aku mana tahu, mau aku lanjutkan tidak?”

Evan menganggukkan kepalanya lalu menyimak sambil berkacak pinggang di hadapan Nesya yang harus mendongakkan wajah ketika berbicara dengan suaminya.

Sejenak Nesya berdehem, dia yakin perkataannya selanjutnya pasti akan membuat Evan terkejut.

“Mereka membahas perihal kematian seseorang, dan lelaki bernama Arjun berkata tentang akan membunuhmu lebih buruk dari… Erwin,” terang Nesya, yang seketika itu jadi merasa kasihan pada Evan.

Evan pun terdiam, wajahnya datar dengan bola mata yang bergerak-gerak menatap kedua mata Nesya bergantian. “Jangan menipuku, karena aku tak akan semudah itu kamu taklukkan,” desisnya menjadi marah.

Mendengar itu Nesya pun mendengus kesal, “Aku sudah menduganya, kamu tak akan percaya. Tapi asal kamu tahu bahwa aku tak peduli perihal apapun pendapatmu. Dengar ya, aku sudah dengar sendiri dan mengatakan yang sebenarnya padamu bahwa orang yang bertanggung jawab atas kematian kakakmu adalah mereka sehingga kakakku Narra, sama sekali tak bersalah. Evan, sekarang juga lepaskan aku.”

***

Nesya saat ini berada di dalam mobil yang di kemudikan oleh Farrel, beberapa saat yang lalu setelah berdebat dengan Evan, dia telah meminta agar Evan mau membiarkan dirinya pulang kerumah keluarganya.

“Pergi saja, pergi sejauh mungkin agar aku tak pernah lagi melihatmu.”

Perkataan dari Evan tersebut terngiang-ngiang di telinga Nesya, ketika mobil sudah mulai melaju dia pun menoleh kearah belakang untuk melihat rumah besar tersebut seolah sedang melihat Evan.

Nesya meremas gaunnya dengan kedua tangan, entah mengapa hatinya menjadi bimbang.

“Ragu untuk pergi?” Tanya Farrel, mengejutkan Nesya.

“Apa kah sikapku begitu kentara? Huh ada apa denganku? Bukankah sekarang ini seharusnya aku merasa senang?” Nesya bergumam di dalam hati.

Melihat gadis di sebelahnya itu hanya terdiam membuat Farrel terkekeh, namun ada kegetiran yang tersirat. Dia mulai curiga kalau Nesya telah jatuh hati pada Evan. Saat sebelum mereka berada di mobil itu, Farrel memang berencana untuk segera pulang setelah membicarakan sesuatu dengan Evan pasca kejadian ciuman menyebalkan di ruang makan tadi. Akan tetapi, ketika itu Evan menghubungi dirinya agar mengantarkan Nesya pulang dan membawanya pergi kemana saja Nesya inginkan.

“Aku hanya khawatir pada keselamatan Evan,” ucap Nesya lirih. Memang benar, dia juga merasa khawatir, apalagi dirinya mendengar sendiri dengan jelas perbincangan dari Baskara dan Arjun perihal akan membunuhhh Evan.

“Khawatir kenapa? Selama aku mengenal Evan belum pernah ada orang yang berhasil mencelakai dia.” Farrel berujar sambil fokus mengemudi.

"Jika kamu melihat sifat keras Evan, itu bukan dirinya yang sebenarnya. Sejak kecil, ayahnya meninggal dan ibunya menikah lagi. Evan belum bisa menerima itu, dia masih butuh ibunya, tapi Tante Rosaline terlalu sibuk. Sibuk dengan suami barunya sekaligus sibuk memimpin perusahaan dan harus membimbing Kak Erwin. Jadi, Evan banyak memendam keinginannya," sambungnya.

Nesya menoleh menatap Farrel. “Apa Kak Farrel sudah berteman lama dengan Evan?” tanyanya. Hatinya sedikit tercabut, karena masa kecil Evan hampir mirip dengannya.

“Ya, kami berteman semenjak masih duduk di bangku sekolah,” jawab Farrel santai.

“Ku lihat Kak Farrel juga akrab dengan ibunya Evan?”

“Benar.”

“Kalau begitu Kakak pasti tak akan percaya jika aku katakan bahwa ayah tiri Evan dan seseorang bernama Arjun adalah pembunuhh dari Kak Erwin. Dan mereka juga berencana untuk melakukan hal yang sama pada Evan, itu membuatku khawatir,” kata Nesya dengan cepat, tanpa sadar menunjukkan kecemasan yang teramat terhadap Evan.

Farrel pun memberikan reaksi terkejutnya dengan melirik singkat kearah Nesya. “Arjun ada di rumah besar? Bagaimana aku bisa tidak tahu itu?” gumam Farrel di dalam hati.

“Apa itu yang membuat Evan melepaskanmu?” Farrel kembali bertanya pada Nesya.

Nesya menganggukkan kepalanya meski Farrel tak melihatnya karena harus fokus pada jalanan di depan. “Benar, aku sudah membuktikan bahwa Kak Narra tidak bersalah sehingga aku meminta Evan untuk melepaskanku dan dia membiarkanku pergi, aku cukup lega karena dia tak menyulitkanku.”

“Lega?” Nesya bertanya pada dirinya sendiri.

Farrel menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, bagi dirinya yang sudah sangat mengenal Evan merasa tak mungkin kalau sahabat sekaligus bosnya tersebut mau melepaskan Nesya begitu saja sebab mereka telah terikat pada sebuah pernikahan, apalagi Evan telah mendapatkan Nesya seutuhnya.

“Aku harus memastikan semuanya, lalu kenapa Evan tidak mengatakan perihal paman Baskara dan Arjun padaku?”

“Jadi kemana tujuanmu saat ini? Aku siap mengantarkanmu,” tanya Farrel, ketika mereka telah masuk ke tengah jalan raya yang sangat ramai oleh pengendara.

“Aku ingin ke villa saja, karena Ibuku ada disana,” jawab Nesya, yang ingat kalau sang ibu sedang berada di villa saat ini.

Farrel melirik Nesya, sebenarnya Kinan sudah pergi dari villa sejak tadi, karena Evan memerintahkan kepada para penjaga untuk mengatakan pada ibu Nesya tersebut bahwa dia dan Nesya akan menginap di rumah besar malam ini.

“Baiklah.” Hanya itu yang bisa Farrel ucapkan meski dia tahu kalau Kinan tak ada di villa, entah mengapa dia malah merasa tak bisa memisahkan Nesya dan Evan dalam keadaan seperti itu.

Belasan menit kemudian, mobil yang di kendarai oleh Farrel itu telah tiba di villa, pada saat itu jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ketika baru turun dari mobil, Nesya langsung mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan sang ibu, akan tetapi mobil milik Narra sudah tak terlhat berada di halaman depan villa tersebut.

Nesya mengira bisa saja ibunya berada di dalam villa tersebut untuk menunggu dirinya, sehingga dia memutuskan untuk masuk kedalam. Farrel yang masih berdiri di dekat mobilnya itu hanya diam memperhatikan Nesya yang masuk ke dalam villa dengan melangkah cepat, kemudian dia pun mendekati dua orang pria disana.

“Kunci pintu ini dan jangan biarkan Nyonya Nesya keluar atau siapapun masuk ke dalam pintu itu kecuali Tuan Muda Evan.”

“Baik, Tuan,” sahut dua orang penjaga tersebut bersamaan.

Setelah memastikan keamanan Nesya, Farrel pun memilih untuk pergi namun sebelumnya dia melihat ponselnya yang bergetar. Itu adalah panggilan masuk dari Evan.

***

Di dalam villa tersebut, Nesya masih sibuk mencari sang ibu, dia pun menjadi berjalan kesana kemari tanpa merasa kesulitan lagi mengenakan sepatu bertumitnya. Ruang tamu hingga ruang makan dia telusuri, namun keberadaan sang ibu tak juga ia temukan dan akhirnya Nesya lelah juga sebab berjalan begitu jauh.

“Maaf Nyonya, apa Anda sedang mencari sesuatu?”

Nesya di kejutkan dengan kehadiran dua orang pelayan dari arah belakangnya, kebetulan sekali dirinya ingin menanyakan perihal keberadaan sang ibu.

“Ya, dimana ibuku?” Tanya Nesya.

Sayangnya dua orang pelayan tersebut malah saling pandang satu sama lain, membuat Nesya menatap mereka bergantian sambil menanti jawaban.

Lalu salah seorangnya menjawab, “Maafkan kami, Nyonya. Sejak Anda dan Tuan Muda pergi tadi sampai sekarang belum ada tamu yang datang kemari.”

Nesya tertegun sejenak lalu berpikir bahwa mungkin saja ibunya sudah kembali pulang setelah mengetahui kalau dirinya tak ada di villa tersebut. Dia pun berniat untuk meminta Farrel mengantarkannya pulang kerumah ibunya.

“Baiklah, terima kasih,” ucap Nesya kepada dua orang pelayan tersebut.

Ketika Nesya mulai berjalan berniat untuk menemui Farrel kembali di halaman villa tadi, tak sengaja dia melihat keberadaan Kiki dari kejauhan. Hal itu sontak membuatnya kebingungan sekaligus heran sebab dirinya juga melihat keberadaan kepala pelayan tersebut di rumah besar.

“Apa mereka ada dua?” gumamnya masih kebingungan.

Dari jarak tak begitu jauh itu, Kiki baru menyadari keberadaan Nesya, dia yang terkejut lantas bergerak menutupi pipi kirinya dengan satu tangan lalu pergi menghilang di ujung tembok. Hal itu mengingatkan Nesya pada Kiki yang dia lihat keluar dari satu ruangan di rumah besar, bahwa pelayan tersebut juga terlihat memegangi pipi kirinya yang merah padam seperti habis terkena tamparan.

Pikiran Nesya menjadi campur aduk. “Ada apa sebenarnya dengan Kiki? Apakah dia juga ada hubungannya dengan perbuatan Ayah Baskara dan lelaki bernama Arjun itu?”

Nesya pun teringat kembali pada Evan sampai-sampai terbayang wajahnya, mendadak ia menjadi khawatir pada lelaki yang masih menjadi suaminya tersebut. Jiwa detektif dalam dirinya mulai bergejolak.

“Evan masih tak percaya pada ucapanku dan masih menyangkal kalau Kak Narra tak terlibat dalam kematian Kak Erwin, aku harus menyelidikinya sendiri dan sepertinya aku harus memulainya dari Kiki.”

Akhirnya, malam itu Nesya memutuskan untuk tidak jadi pergi dan memutar arah kembali menuju ke menaranya.

1
D3W
top bgt👍👍
Susynurul Nurul
alur cerita nya nyambung dn enak di baca🤗
Susynurul Nurul
sampe bab ini cerita bgus alur nya nyambung dn gak ada typo, mudah² bnyak yg baca dn like juga🤗🤗
semngttt author nya 🫶
Indra wijaya
kak Rio kah?
Indra wijaya
aku tebak yah yang d maksud anak haram itu kak Rio bukan
Indra wijaya
jangan buat Evan jadi pembunuh yah Thor gak "RIDHO"
Reni Anjarwani
hubungan yg rumit
Indra wijaya
makasih up nya thor
Reni Anjarwani
lanjut thor
Indra wijaya
sayaaaang up ya cuma satu lagi dong Thor
Beby_Rexy: iya, kak, lagi ada kendala di laptop authornya, mati total. semoga hari ini bisa up /Frown/
total 1 replies
Indra wijaya
suka banget sama Nesya di tunggu yah thor up nya
Reni Anjarwani
lanjutt
Reni Anjarwani
lanjut thor
Lauren Florin Lesusien
𝚖𝚊𝚊𝚏 𝚝𝚑𝚞𝚛 𝚓𝚗𝚐𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚜𝚒𝚗𝚐𝚐𝚞𝚗𝚐 𝚋𝚞𝚊𝚝 𝚜𝚎𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚋𝚊𝚍𝚊𝚜 𝚒𝚗𝚒 𝚌𝚛𝚎𝚊𝚔𝚝𝚎𝚛 𝚗𝚎𝚜𝚢𝚊 𝚓𝚗𝚐𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚕𝚊𝚕𝚞 𝚕𝚎𝚕𝚎𝚝 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚕𝚊𝚕𝚞 𝚕𝚎𝚖𝚊𝚑 𝚋𝚒𝚗 𝚝𝚘𝚕𝚘𝚕
𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚖𝚋𝚒𝚜𝚗𝚒𝚜 𝚍𝚒 𝚒𝚖𝚋𝚊𝚗𝚐𝚒 𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚌𝚎𝚠𝚛𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚋𝚊𝚍𝚊𝚜 𝚝𝚑𝚞𝚛
Indra wijaya
gak sabar pengen Nesya ketemu sama Evan
Reni Anjarwani
lanjut trs thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!