Di usianya yang beranjak remaja, pengkhiatan menjadi cobaan dalam terjalnya kehidupan. Luka masa lalu, mempertemukan mereka di perjalanan waktu. Kembali membangun rasa percaya, memupuk rasa cinta, hingga berakhir saling menjadi pengobat lara yang pernah tertera
"Pantaskah disebut cinta pertama, saat menjadi awal dari semua goresan luka?"
-Rissaliana Erlangga-
"Gue emang bukan cowo baik, tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo."
-Raka Pratama-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caramels_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 03
Pagi ini ia hampir terlambat sekolah karena bangun kesiangan. Matanya terlihat begitu sembab karena menangis semalaman.
“Mata lo kelihatan sembab banget, habis nangis ya?” selidik Dara ketika melihat mata temannya sangat sembab.
“Hehehe, biasalah habis ada problem di rumah,” Dara yang tidak ingin ikut campur tentang urusan keluarga Rissa hanya menganggukkan kepala.
“Oh ya, gimana kemarin? Katanya lo mau ketemuan sama pacar lo itu?” tanya Dara.
“Eeuumm, kemarin gue liat dia lagi sama cewe lain.”
“WHATTT!? Kok bisa gimana ceritanya?” kemudian Rissa menceritakan apa yang terjadi kemarin.
“Terus sekarang kalian udah putus?”tanya Dara terlihat emosi setelah mendengar cerita dari Rissa.
“Mungkin habis ini gue mau nyelesain masalahnya dengan baik-baik dulu, soalnya gue juga nggak mau ada permusuhan kalo udah putus,” sesaat setelah Rissa mengucapkan itu, ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk. Ketika ia membuka ponselnya, ternyata pesan itu berasal dari Diano.
...Diano🤍...
Lagi sibuk ga?
Aku mau jelasin tentang yang kemarin
Kalo nggak keberatan, aku tunggu kamu di Arion Cafe sepulang sekolah
Maaf ya soal kemarin, aku tunggu kamu..
See you 🤍
Rissa yang masih merasa kecewa hanya membaca tanpa berniat membalas pesan dari Diano. Dara yang melihatnya memilih bertanya kepada Rissa.
“Jadi, nanti pulang sekolah lo mau nemuin dia?”
“Mungkin, soalnya gue juga mau nyelesain semuanya,” jawab Rissa.
“Ya udah deh, gue cuma bisa do'ain yang terbaik buat lo,” Dara menepuk pelan bahu Rissa untuk memberi semangat.
...****************...
Sepulang sekolah, Rissa langsung menuju ke Arion Cafe untuk menemui Diano. Sesampainya di kafe tersebut, ia melihat seorang cowok sedang duduk sendirian menatap ke arah luar jendela, lalu ia pun menghampiri cowok tersebut.
“Sorry baru dateng,” Rissa langsung menduduki kursi yang ada di hadapan Diano. Cowo tersebut yang melihat kedatangan Rissa tersenyum dan menatapnya.
“Maafin aku soal yang kemarin,” Diano berusaha memegang tangan Rissa namun gagal karena ia berusaha menyingkir.
“Udah aku maafin”
“Sayang, jangan cuek gitu dong,” ucap Diano dengan nada memohon yang membuat Rissa muak.
“Kalo ngga ada yang mau dijelasin lagi, gue mau pulang,” baru saja Rissa ingin beranjak dari kursinya, cepat-cepat di cegah oleh Diano.
“Okey, aku bakal jelasin soal yang kemarin. Jadi, kemarin itu aku nggak tau kalo si Bella tiba-tiba nyamperin. Awalnya aku udah nungguin kamu, tapi ternyata malah si Bella yang dateng,” uang Diano membuat Rissa menjadi seperti pihak yang salah.
“Oh jadi nama cewe itu Bella? Dia cewe yang sama kayak di snapgram mu waktu itu kan? Okey aku minta maaf kalo kamu emang udah nungguin aku lama, tapi kemarin aku tuh udah keliling buat nyari keberadaanmu"
“Sayang, aku minta maaf. Aku janji nggak bakal ngulangi lagi,” Diano memohon dengan wajah memelas. Hal itu membuat Rissa semakin muak dengannya.
“Udah aku maafin, tapi mulai sekarang kita nggak ada hubungan apapun lagi,” Rissa mengatakannya dengan tegas.
“Maksudnya, kamu ngajak putus?”
“Iya, kita temenan aja. Jadi, kamu bisa jalan sama siapapun tanpa ada yang ngelarang.”
“Jangan putus sayang, aku beneran minta maaf. Aku janji nggak bakal ngulangi kesalahanku lagi,” Diano tetap memohon agar hubungan mereka tidak berhenti sampai disini.
“Aku udah capek berharap, berjuang. Tapi apa? Orang yang aku perjuangin nggak pernah sekalipun menghargai keberadaanku,” Rissa tersenyum kecut menatap tepat pada manik mata Diano.
“Maafin aku sayang,” Diano menunduk dan memelas. Akan tetapi, semua itu tak membuat hati Rissa luluh sebab ia sudah terlanjur kecewa.
“Kalo gitu, gue pulang dulu. Gue cuma mau pesen jaga dan hargai apapun atau siapapun yang ada di hidup lo sekarang, karena bisa jadi tanpa lo duga, kehilangan bisa terjadi kapan saja,” Rissa mengakhirinya dengan senyuman manis di mata Diano dan kini hanya penyesalan yang diterimanya sebab telah menyia-nyiakan cewe sebaik Rissa.
“Kita tetep bisa temenan seperti biasa. Gue pamit dulu, soalnya urusan kita juga udah selesai,” Rissa beranjak keluar dari kafe, namun tiba-tiba Diano berlari dan memeluknya.
“Please, izinin gue buat terakhir kalinya bisa meluk lo,” uang Diano tepat di telinga Rissa. Ia yang dipeluk oleh Diano berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Semua dan sekecewa apapun dia kepada Diano, rasa yang dimilikinya masih tersisa di lubuk hati.
Ia mengingat bagaimana perjuangannya untuk memiliki Diano dan hari ini ia juga yang memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. Diano melepas pelukannya dan menatap tepat pada manik mata Rissa.
“Makasih buat semuanya dan semoga lo dapat pengganti yang lebih baik dari gue. Laki-laki brengsek kayak gue emang nggak pantes dapetin cewe sebaik lo,” Rissa yang mendengarnya tak mampu lagi menahan air mata yang ditahannya sejak tadi.
“Udah jangan nangis,maafin buat semua kesalahan gue selama ini.Ya udah hati-hati dijalan,” setelah itu, Rissa langsung berbalik badan tanpa membalas satupun ucapan Diano.
...****************...
Rissa duduk termenung di tepi danau yang begitu asri. Setelah menemui Diano, ia memilih untuk pergi ke sebuah danau. Air matanya satu persatu mengalir bagai arus air. Entah mengapa tak ada laki-laki yang mencintainya begitu tulus kecuali adik laki-lakinya itu. Rissa menyayangi Daeren begitupun sebaliknya, sebab orang tuanya yang sering bertengkar membuat Daeren terkadang ikut emosi, ia juga lelah dengan kehidupan keluarganya yang hampa.
Tak terasa, matahari mulai tenggelam. Hari mulai gelap, Rissa berdiri dari tempatnya dan berniat untuk pulang ke rumah. Jarak danau dan rumahnya terbilang lumayan jauh. Di perjalanan, Rissa memilih berhenti di minimarket pinggir jalan untuk membeli minuman dingin lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Ia masih setia menggunakan seragam sebab belum sempat berganti pakaian.
Tiba-tiba tiga orang laki-laki berbadan kekar dan besar menghentikannya.
“Ada cewe cantik nih. Malem-malem sendirian aja neng, sini abang temenin,” salah satu dari tiga orang tersebut mulai menghampiri Rissa dan berusaha memegangnya. Sontak Rissa langsung menepis tangan preman itu.
“Masih sekolah nih Bro, masih seger lah,” salah satu preman lainnya menyenggol lengan temannya sembari melirik Rissa yang masih mengenakan seragam. Jalanan mulai sepi, ia berharap kali ini Dewi Fortuna berpihak kepadanya. Mereka bertiga mulai berusaha menarik tangan Rissa agar ikut dengannya.
Selang beberapa detik, cahaya lampu mobil menyoroti mereka berempat. Saat mobil tersebut mulai mendekat dan berhenti tepat di depan mereka, seorang cowok turun dengan penampilan seperti remaja pada umumnya.
“Woyy! Lepasin dia!” teriak cowok tersebut kepada ketiga preman.
“Wih, ada yang sok mau jadi pahlawan nih,, masih bocah aja berani-beraninya ngelawan kita,” lalu tiga preman dan cowok tersebut mulai bertengkar.
Sedangkan, di sisi lain Rissa tetap diam membeku di tempatnya karena merasa takut. Tkk butuh waktu lama,cowo tersebut berhasil mengalahkan ketiga preman sekaligus yang telah melarikan diri.
“Lo gapapa?” tanya cowok tersebut tentang keadaan Rissa. Cahaya lampu mobil yang masih menyorot membuat Rissa dapat melihat siapa yang datang menyelamatkannya. Spontan Rissa langsung memeluk cowok tersebut sebab rasa takut dan trauma yang menghampirinya.
“S-Sorry gue tadi takut banget, jadi maaf kalo tiba-tiba meluk lo,” Rissa melepas pelukannya saat ia sadar dengan hal yang baru saja dilakukannya.
“Makasih udah nolongin gue,”
“Lo ngapain malem-malem sendirian di jalanan, masih pake seragam sekolah lagi. Jadi, Lo belum pulang dari tadi siang?” tanya Raka dengan nada khawatir.
“Ya udah sekarang lo naik mobil gue. Motor lo biar diurus sopir gue,” perintah Raka yang tidak dapat ditolak Rissa. Adanya kejadian itu, ia merasakan trauma dengan hal yang baru saja terjadi. Kemudian, Rissa berjalan ke arah mobil dan disusul oleh Raka. Ia pun menjalankan mobilnya di tengah jalan yang amat sepi.
Di perjalanan, Raka mencoba bertanya kepada Rissa perihal yang baru saja ia lakukan seharian ini. Rissa pun menceritakan semua kejadian mulai dari ia bertemu Diano hingga berpapasan dengan ketiga preman tadi.
“Jadi lo sekarang udah putus?” tanya Raka memastikan.
“Udah,” Raka pun hanya mengangguk mendengar jawaban Rissa.
“Btw rumah lo sebelah mana?” lalu, Rissa menunjukkan arah menuju rumahnya. Tepat pukul 20.30 Mereka tiba di pekarangan rumah Rissa. Di halaman terdapat sebuah mobil silver yang menandakan papanya sudah pulang bekerja. Sebelum ia turun, tak lupa Rissa mengucapkan terima kasih.
“Makasih udah nolongin gue tadi. Hati-hati di jalan, maaf juga kalo udah ngerepotin lo.”
“Udah gapapa, kalo sama gue santai aja kali,” ucap Raka dengan santainya.
“Ya udah gue pulang dulu ya. Lo cepetan masuk rumah biar nggak masuk angin,” Raka mengakhiri dengan melambaikan tangan lalu menjalankan mobilnya. Ketika mobil Raka tak lagi terlihat, Rissa langsung melenggang masuk ke rumahnya. Namun, saat ia melewati ruang tamu, ia langsung disambut pertanyaan dari papanya.
“Dari aman aja baru pulang jam segini?” tanya papanya dengan nada begitu dingin.
“Tadi ada urusan sebentar.”
“URUSAN APA?! ANAK PEREMPUAN KOO BARU PULANG JAM SEGINI MAU JADI APA KAMU?! MAU JADI KAYAK MAMAMU ITU?!” nada Pak Ryand meninggi sehingga membuat Rissa menangis seketika karena hentakan papanya itu.
Ia akui jika memang salah karena pulang terlambat, tapi yang membuatnya lebih sakit adalah ketika papanya juga menghina mamanya. Rissa langsung berlari ke kamarnya dan menangis tersedu-sedu di balik selimut tebal yang digunakannya.
Tok… tok… tok…
Terlihat seorang wanita paruh baya masuk dari balik pintu kamar Rissa. Melihat anaknya yang terisak, wanita tersebut langsung masuk menghampirinya.
“Jangan dengerin apa yang dikatain papamu. Itu semua nggak bener kok,” Rissa langsung memeluk mamanya agar merasa tenang.
“Kenapa sih papa harus bilang kayak gitu?” Rissa masih terisak dalam pelukan mamanya.
“Udah ya, jangan dimasukim hati. Mungkin papamu lagi banyak pikiran jadi gampang emosi,” Bu Emilia mengeratkan pelukannya berusaha memberi kenyamanan pada siang putrinya.
Maafin mama ya, mungkin semua ini terjadi sebab kesalahan mama waktu itu.
Batin Bu Emilia begitu sedih dan menyesal karena keluarganya yang semakin hancur.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...