Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Siap
...••••...
"Angkat kakinya." Echa menyentuh kaki Lania yang menatap lantai agar gadis itu angkat keatas sofa karena saat ini dirinya tengah menyapu.
Lania menuruti perkataan Echa untuk mengangkat kedua kakinya. Pandangannya tidak terlepas sedikitpun dari setiap pergerakan yang tengah dilakukan sang pemilik apartemen.
Pagi ini, Lania sudah bertandang ke kamar Echa hanya karena wanita itu sudah menjanjikan agar mengajari pelajaran matematika yang sulit untuk dicerna oleh kepala Lania.
Echa sedikit menyesal karena setuju dengan permintaan Lania tanpa memberikan syarat. Harusnya Echa mengatakan jam dan waktunya agar gadis itu tidak datang sepagi ini dimana dia masih melakukan rutinitas paginya yang sudah seminggu ini dia lakukan.
"Kak Echa bentar aku mau ambil makanan dulu dibawah." Sebelumnya Lania sudah mengatakan jika dirinya akan memesan makanan online sebagai bentuk terimakasih karena Echa telah bersedia untuk mengajarinya.
Echa tidak menolak tentu saja, keuangannya yang semakin menipis membuat Echa harus benar-benar berhemat sebelum mendapatkan pekerjaan.
Meskipun Echa berasal dari keluarga berada, tapi tidak membuat dirinya bangga. Malah, Echa tidak ingin lagi menengadahkan tangannya untuk menerima uang dari mereka.
Selama ini Echa tidak pernah berharap lebih pada orang-orang yang berstatus sebagai keluarganya.
Lamunan Echa akan keluarganya buyar begitu pintu terbuka memunculkan Lania yang datang dengan dua paper bag ditangannya.
Lania meletakkan paper bag itu diatas meja. "Ayo kak, kita makan dulu, bersih-bersihnya di pending nanti lagi."
"Cuci dulu tangannya sebelum makan." Melihat Lania yang akan mencomot makanan membuat Echa cepat-cepat menegurnya.
Paling tidak bisa Echa melihat orang yang makan dengan kondisi tangan yang belum dibersihkan apalagi orang itu telah menyentuh benda-benda kotor.
Keduanya kembali pada meja setelah mencuci tangan dan mulai mengeluarkan makanannya satu persatu dari dalam paper bag.
"Kak Echa gimana tawaran aku, apakah kakak mau?" setelah selesai makan, Lania bertanya lagi akan hal yang sudah tiga hari ini dia katakan pada Echa.
Sedangkan Echa tidak langsung menjawab. Dalam otaknya kini berpikir lagi. Apakah dengan menerima tawaran Lania untuk menjadi guru di sebuah sekolah anak-anak dengan berkebutuhan khusus akan sanggup untuk dilakukannya.
Sekolah berkebutuhan khusus itu adalah sekolah swasta milik mendiang kakek Lania yang kini diteruskan pada ibu Lania.
Sebenarnya ada ketertarikan dari Echa untuk menerima tawaran itu. Tapi, mengajar anak berkebutuhan khusus itu pastinya jauh berbeda. Dan Echa tidak memiliki pengalaman sedikitpun.
"Masih kakak pikirkan." Untuk saat ini jawaban itu yang bisa Echa katakan. Selagi dirinya mencoba untuk mencari sekolah yang membutuhkan tenaga kerjanya.
Dan kalaupun tidak ada kemungkinan Echa akan menerima tawaran itu.
"Oke, kalau kakak setuju nanti aku bilang sama mama."
Tiga jam mengajari Lania pelajaran matematika akhirnya usai sudah. Gadis itu telah kembali ke apartemennya meninggalkan Echa yang terdiam sendirian di kamarnya.
Tidak berniat untuk melanjutkan acara bersih-bersihnya. Toh keadaaan tempat tinggalnya itu tidak kotor. Hanya sisa-sisa debu di sudut-sudut saja yang belum Echa bersihkan.
Membuka ponselnya, Echa baru membeli paket internet hari ini dikarenakan baru sempat. Atau mungkin karena Echa memang enggan untuk memeriksa ponselnya.
Benar saja. Begitu dirinya mengaktifkan data seluler, ribuan notifikasi muncul. Bayangkan saja, selama lima tahun ponsel Echa tidak diperiksa sedikitpun. Dan kini ketika di aktifkan, berbagai notifikasi yang muncul berdatangan dengan silih berganti membuat Echa menyimpan ponselnya sejenak sampai getaran itu berhenti.
Selang lima belas menit kemudian, ponsel Echa berhenti bergetar membuatnya mengambil kembali benda itu. Saking banyaknya yang harus Echa periksa, membuatnya bingung harus membuka yang mana terlebih dahulu.
Aplikasi pesan lah yang pertama kali Echa buka. Ada banyak pesan-pesan dari teman-temannya terutama dari dua orang wanita yang berteman dengannya semenjak bangku sekolah dasar.
Ada ribuan pesan masuk dan panggilan dari dua orang itu. Menanyakan kabar dan juga kemana dirinya menghilang hingga ancaman-ancaman yang mengatakan jika keduanya sudah mem-blacklist Echa dari pertemanan mereka membuatnya tersenyum.
Ah, Echa begitu merindukan kedua temannya.
Meskipun sudah berada di kota yang sama, Echa belum memiliki keberanian untuk menemui keduanya. Sudah bisa dipastikan apa yang akan terjadi padanya jika dia muncul dengan tiba-tiba dihadapan kedua orang yang memiliki watak sama kerasnya itu.
Baru saja Echa akan menggulir pesannya ke bawah, panggilan video dari kedua temannya langsung berbunyi membuat Echa kelabakan.
Echa belum berniat untuk menjawab panggilan itu. Biarlah, nanti dia yang akan mendatangi mereka langsung.
Hari ini Echa masih ingin hari santainya berlangsung hingga malam tanpa gangguan.
Bukan Echa menganggap kedua temannya sebagai gangguan, karena sudah bisa dipastikan jika keberadaannya saat ini telah diketahui kedua orang itu, sudah bisa dipastikan jika kesehariannya tidak akan lagi setenang ini.
"Pram? Dia ngirim pesan ke nomor ini? Apa ngga salah?" Echa berbicara sendiri ketika mendapati satu pesan dari orang yang tidak pernah sekalipun dia bayangkan akan mengirimkan pesan padanya.
Hanya pesan yang berisikan nama lengkapnya yang pria itu kirimkan tiga tahun yang lalu.
Sungguh aneh.
Beralih pada sosial medianya, Echa mendapati berbagai postingan dari teman-temannya. Ada yang membagikan foto pernikahannya, keluarga kecilnya, atau juga ada temannya yang menjadi seorang influencer.
Sungguh banyak perubahan yang begitu besar terjadi.
Dan pesan dari pria itu kembali muncul dengan pesan yang kini berisikan, Echa? Hei, pesan apa-apaan itu.
Sama, Echa juga belum berniat untuk menjawab pesan itu. Dia hanya membacanya saja sebelum keluar kembali dari aplikasi pesan itu.
Echa mengirim pesan pada seorang kenalan yang dulu pernah berbicara padanya jika dirinya membutuhkan pekerjaan sebagai guru dengan senang hati dia akan memasukkan Echa ke yayasan sekolah milik keluarganya.
Echa berharap jika orang itu masih mengingatnya. Dan selang beberapa menit pesannya dijawab dengan langsung yang mengatakan jika keduanya harus bertemu untuk berbincang.
Tanpa buang waktu Echa langsung menyanggupinya. Kebetulan hari ini orang itu tengah berada di kota ini membuat Echa bersyukur jika dirinya tepat waktu.
Sore nanti keduanya janjian untuk bertemu di sebuah cafe yang letaknya tidak begitu jauh dari apartemen tempat Echa tinggal.
Setelah bersiap dengan pakaiannya, Echa mematut kembali penampilannya didepan cermin. Dia takut ada yang salah dipakai olehnya.
Dan dirasa sudah siap, Echa keluar dari apartemen bertepatan dengan Lania yang akan mengetuk pintu membuat keduanya bertatapan.
"Kak Echa mau kemana?" Lania melihat penampilan Echa yang berbeda dari biasanya. Terlihat rapi dan berkali lipat lebih cantik karena sepertinya wanita itu memoles wajahnya dengan riasan meskipun tidak terlalu kentara.
"Oh? Kakak mau ketemu sama teman," Lania menganggukkan kepalanya begitu mendengarnya.
"Oke deh, have fun kak." Lania menyingkir dari depan pintu dan mempersilahkan untuk Echa keluar.
Echa masuk kedalam taksi untuk menuju cafe tempat keduanya akan bertemu. Echa berharap pertemuan ini akan membuahkan hasil sesuai dengan harapannya.
...••••...