Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PINDAH
"Done!" ujar Ayuna bahagia, ia menyelesaikan abstrak dan draft proposal lomba, 3 hari sebelum penutupan. Ia meregangkan tangan, sambil menguap setelah berkas terkirim.
Ia mengambil ponsel, Rajendra menjadi pengirim chat terbanyak. Pesannya tidak panjang, cukup dengan satu kalimat Telepon dong! Tapi berulang. Ayuna tersenyum saja.
"Katanya sibuk bikin presentasi buat seminar?"
"Butuh obat penyemangat sayang, sumpah aku nervous banget. Makanya butuh dukungan moril dari kamu."
"Heleh, bilang aja malas. Kita video call udah sampai mana," kebiasan Rajendra kalau sudah stres, dia tidak tahu harus berbuat apa. Bingung, padahal tugas akhir juga ikut proyek dosen, bahkan sudah ambil data. Harusnya sudah mahir dong, tapi ternyata ada rasa sedikit takut saat presentasi nanti.
Ayuna yang punya draft proposal milik Rajendra segera menuntun sang kekasih untuk segera fokus. Apa saja yang harus masuk ke slide presentasi dan juga tampilan yang menarik dan tidak terlalu monoton.
"Udah tahu kan gambarannya bagaimana?" tanya Ayuna memastikan, meski ia tahu Rajendra kalau sudah terbuka kesadarannya bahkan lebih pintar dari Ayuna. Memulainya saja yang berat, ia butuh dukungan kuat dari sang kekasih, dan Ayuna maklum akan hal itu. Setelah ngobrol sebentar, Rajendra meminta Ayuna untuk tidur, dia mau menyelesaikan slide presentasi.
"I love you," ucap Rajendra tulus. Ayuna tersenyum lalu membalas ungkapan perasaan Rajendra.
"Love you too."
Mulai esok dimulai pekan sunyi, untuk kelas Ayuna sudah punya perjanjian dengan beberapa dosen, yakni UAS dilaksanakan di pekan sunyi saja. Bahkan ada dosen yang meminta makalah dan video presentasi diupload di youtube sebagai tugas akhirnya.
Les privat diliburkan oleh Ayuna, ia fokus pada UAS, meski cuan juga penting, tapi ia gak mau mengulang. Ayuna pun fokus pada drill soal dari diktat dosen, buku catatan dan rekaman dosen. Sejak pukul 3 dini hari, Ayuna sudah bangun. Menggelar sajadah, mengetuk pintu langit untuk kelancaran hidupnya kelak.
"Gue mau pindah, Ay!" ucap Ersa, pagi itu ia duduk di sebelah Ayuna. Sengaja mau memberi tahu Ayuna mungkin.
"Pindah apa? Pindah kampus?" tanya Ayuna sambil menata alat tulis di bangku, persiapan UAS.
"Pindah kos." Sontak Ayuna menoleh, sedikit kaget, karena terlalu mendadak. "Mungkin setelah UAS beres, aku pindah," lanjut Ersa.
"Kenapa pindah?" kali ini Ayuna menatapnya serius. Ersa hanya tersenyum tipis, lalu berbisik pada Ayuna.
"Bosen, kos kita kurang bebas!" Ayuna melongo.
"Maksudnya?"
"Gue bosen aja kuliah pulang, sendiri. Lo juga sibuk."
"Ya lo cari kesibukan lain lah, emang kalau pindah kos, kesibukkan lo apa? Bukannya malah ribet ya, harus adaptasi dengan tetangga kos baru lagi?" cecar Ayuna penasaran, Ersa masih dianggap sahabat, apalagi gadis itu pernah menolongnya saat diusir dulu.
Ersa tertawa bahkan sampai menutupi mulutnya, "Bukan kos, tapi apartemen!"
Ayuna tambah kaget, "Apartemen? Lo sewa? Tambah mahal kali, Sa!" Ayuna sedikit tahu keuangan sang sahabat, serta latar belakang perekonomian keluarganya. Ersa pun sering mengaku, uang jajan sering ditanggung kekasihnya.
"Gue tinggal bareng Dio (kekasih Ersa)"
"Sumpah? Gila lo, kumpul," belum sempat Ayuna melanjutkan ucapannya, Ersa segera membungkam mulut si Ayuna.
"Jangan keras-keras kali, Ay. Bukannya hal wajar ya sekarang?"
"Kita bahas setelah ujian selesai!" ujar Ayuna terpaksa stop pembahasan ini, Pak Dosen sudah datang, dan para Asdos sudah siap menjadi pengawas ujian.
Obrolan Ersa memang sedikit mempengaruhi konsentrasi Ayuna, namun setelah mendapat soal, gadis cantik itu langsung fokus. Menjawab soal analisis sesuai pemahamannya. Benar 5 soal, tapi jawabannya 2 folio bergaris. Mantab.
Keluar kelas, rasa lapar, pening kepala, serta tangan kaku dirasakan hampir semua mahasiswa. Bagi mahasiswa studi oriented tentu masih membahas soal dan analisis tadi, tapi bagi Ayuna, keluar ujian ya sudah lupakan soal tadi, segera move on.
Ayuna juga punya urusan dengan Ersa, memaksa sahabatnya itu ke kantin, memilih meja di pojok, jauh dari jangkauan orang. "Lu gila apa gimana sih, Sa. Ya Allah, kenapa juga lu harus kumpul kebo begitu!"
"Gue gak kumpul kebo, Ay. Gue cuma disuruh nempatin apartemennya aja, daripada nganggur."
"Ya tapi Dio bebas keluar masuk apartemen lo?"
"Pastinya, orang dia yang punya!" jawab Ersa enteng.
"Sa, lo mikir gak sih gimana masa depan lo nantinya. Lo yakin bisa jaga keperawanan lo sedangkan dia bisa keluar masuk apartemen yang lo tinggali?"
Ersa semakin tertawa, ia menjepit pipi Ayuna, gemas. "Kamu pasti belum diapa-apain sama Rajendra, ya. Polos banget sih!"
"Apaan sih," Ayuna menampik tangan Ersa, ini bukan waktu untuk bercanda. "Ya iyalah gue belum diapa-apain sama Rajendra. Belum waktunya."
"Naif banget sih kalian!"
"Ck," Ayuna berdecak sebal. Respon Ersa sudah menunjukkan kalau dia sudah tak gadis lagi. Percuma juga Ayuna menasehati sampai mulut berbusa. "Lu ngelakuin hal itu demi apa sih, Sa. Lu gak ingat gimana kerja kerasnya orang tua lo, hidup di kota ini juga gak murah. Lu tahu sendiri, gua aja jungkir balik buat punya uang."
"Ya lu nya bego, pilih kerja secapek itu. Rajendra juga udah nawarin lu buat uang jajan, tapi kamunya aja yang nolak."
"Jadi kamu dapat uang jajan dari Dio, karena lu mau berhubungan badan? Jual diri?" Ayuna sudah tak tahan dibilang bego demi uang yang halal. Ersa pun hanya diam dianggap jual diri, ingin menampar mulut Ayuna tapi ia tahan, ia masih ingat sekarang di mana.
"Gue gak jual diri, gue cuma take and give aja sama pacar gue," sangkalnya jutek.
"Semoga gak hami aja deh lu, makin ribet kalau hamil. Sebagai sahabat, gue udah menasehati, udah gugur kewajiban gue."
"Ya makasih buat nasehatnya. Hanya saja lu terlalu kolot dengan pacar lu. Masa' pacaran cuma makan es krim doang!"
Ayuna tersenyum tipis, "Gak salah sih kita akhir-akhir ini menjauh, beda prinsip banget. Lo otw neraka, gue otw surga!" ucap Ayuna, lalu berdiri meninggalkan Ersa sendiri. Semoga saja dia berubah pikiran dan tidak jadi pindah.
Sedangkan Ayuna duduk di depan trotoar jurusan, menunggu Rajendra, karena keduanya janji buat makan siang.
"Habis nangis, Bu?" goda Rajendra, cowok ganteng itu masih di atas motor, sedangkan Ayuna masih memakai helm. "Kenapa?"
"Nanti deh aku ceritain, aku lapar!"
"Baik, Nyonya!" Rajendra pun segera menstarter motor setelah memastikan Ayuna naik dengan sempurna. Selama perjalanan menuju cafe, Ayuna hanya diam, dan tangan gadis itu hanya berpegangan pundak Rajendra seperti biasa.
Tiba di cafe, Ayuna masih murung. Rajendra sudah penasaran. "Cerita dong, sambil menunggu makanan!" ucap Rajendra sambil menoel hidung mancung Ayuna.
"Ersa pindah kos!"
Rajendra mengerutkan dahi, "Tiba-tiba?"
Ayuna mengangguk pindaya terserah dia sih, hanya saja yang bikin aku sedih, dia berniat tinggal di apartemen Dio."
"Wow! Ngamar all day dong ya!"
Ayuna melirik tak suka, "Kok gitu sih, Ndra. Emang kalau di apartemen berdua, pasti ngamar terus ya?"
Rajendra ngakak, kemudian mengelus pipi Ayuna. "Pacaran kita sehat banget sayang, makanya otak kamu gak sampai sana."
"Ya otakku emang dipenuhi gimana dapat duit banyak!" Rajendra semakin tertawa mendengar penjelasan Ayuna, sangat polos.
"Di kelas kamu emang ada?"
"Banyak. Malah mereka tahu obatnya buat gak hamil kan, atau gugurin kandungan juga. Parah kan?"
"Kamu?"
"Masih perjaka 100%, Aku nunggu kamu jadi istri aku!" ucap Rajendra tegas, bahkan kedua mata Rajendra menatap Ayuna seksama.