NovelToon NovelToon
Soulmate

Soulmate

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: sJuliasih

Perjalanan kisah romansa dua remaja, Freya dan Tara yang penuh lika-liku. Tak hanya berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka juga harus menelan kenyataan pahit saat harus berpisah sebelum sempat mengutarakan perasaan satu sama lain. Pun mereka sempat saling melupakan saat di sibukkan dengan ambisi dan cita-cita mereka masing-masing.

Hanya satu yang akhirnya menjadi ujung takdir mereka. Bertemu kembali atau berpisah selamanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sJuliasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Tak seperti siswa lain yang merasa bebas usai jam pelajaran berakhir. Freya dan siswa penerima beasiswa lainnya justru sibuk mengasah otak mereka yang sebenarnya sudah terasa lelah.

Di saat yang lain tengah menikmati waktu luang mereka, Freya dan ke empat teman yang senasib dengannya masih berjibaku pada soal-soal simulasi untuk olimpiade.

Sementara Irma, Loli, Emil dan Sigit membentuk kelompok belajar di ruang guru, Freya memilih belajar seorang diri di perpustakaan. Freya sulit merasa fokus ketika ada orang lain di sampingnya, untuk itu ia meminta pengertian dari ke empat temannya.

"Frey, lo nggak boleh males-malesan. Inget, masa depan lo jadi taruhannya." monolog Freya seraya menatap buku-buku di hadapannya.

Matanya yang menahan kantuk ia paksa agar tak terpejam. Sebelum kembali melanjutkan mengerjakan soal simulasi, Freya pun melakukan peregangan karna otot-ototnya yang terasa kaku.

"Astaga!!" Freya tersentak saat tangannya secara tak sengaja menyikut perut seseorang.

Freya pun menoleh. Ingin memaki siapa pun yang berdiri tepat di belakang kursinya.

"Lo ngapain?!" pekik Freya saat mendapati Tara berada di belakangnya.

"Mau baca buku lah. Memangnya ada ya orang ke perpus mau renang? Nggak ada kan?! Aneh banget pertanyaan lo." sahut Tara.

"Bukan itu maksud gue. Lo ngapain berdiri di belakang gue?!"

"Gue mau duduk di situ." Tara menunjuk kursi di sebelah Freya.

"Masih banyak kursi kosong di tempat lain, kenapa harus di sini? Gue ngerasa....."

"Shuttt..." Tara menempelkan jari telunjuknya di bibir Freya sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya.

Mata Freya pun membulat seketika. Nafasnya tercekat bersamaan dengan jantungnya yang berdegup hebat.

Freya merasa ribuan kupu-kupu sedang bertebangan di perutnya. Sedang pacuan kuda tengah berlari kencang di dadanya.

"Gue duduk sini ya. Gue janji nggak akan menganggu aktifitas lo." ujar Tara, langsung mengambil posisi duduk di sebelah kursi Freya.

Tak mengangguk atau merespon, Freya hanya terdiam sembari mengatur nafasnya.

"Lo mau belajar sambil berdiri apa gimana?" tanya Tara menyadari Freya tak bergeming sama sekali.

"Frey..." Tara mencoba membuyarkan lamunan gadis di sampingnya.

"Hah, iya.. Kenapa?" Freya tampak tergugu.

"Duduk. Ngapain lo berdiri terus? Kasian tuh lutut lo, mana semalem abis nyium aspal lagi."

Freya pun mencebikkan bibir seraya duduk kembali di tempatnya.

"Gimana lutut lo? Masih sakit?" tanya Tara tanpa menoleh ke arah Freya.

"Gue malah lupa kalo lutut gue lagi sakit." jawab Freya asal.

"Bisa-bisanya ya lo lupa sama lutut lo sendiri. Gimana nasib orang yang jadi cowok lo coba. Pasti kasian banget, karna sering lo cuekin." terka Tara.

"Apa hubungannya lutut sama cowok?! Dasar nggak nyambung. Lagian gue itu nggak punya cowok dan nggak minat juga untuk pacaran!"

"Jangan-jangan lo penyuka sesama...."

"Jaga mulut lo ya Tara!"

"Apa lo bilang? Coba ulangi!" Tara tampak kegirangan.

"Jaga mulut lo!"

"Yang lengkap dong."

"Apaan sih Tar, lo aneh banget tau nggak."

Tiba-tiba wajah Tara terlihat sumringah. "Gue seneng banget Frey waktu lo nyebut nama gue."

Ucapan Tara berhasil membuat Freya menoleh. Untuk pertama kalinya, netra mereka bertemu dalam jarak yang sangat dekat.

Freya yang tak paham akan romansa, tak melihat jika ada benih-benih cinta di balik netra Tara yang berwarna coklat terang itu.

Segera Freya memalingkan wajahnya sebelum rona merah di pipinya yang semula semu menjadi lebih jelas.

"Pindah nggak lo?!" pinta Freya yang mulai gelisah dengan adanya Tara.

"Kenapa sih Frey, gue kan nggak menganggu lo!"

"Jelas-jelas lo menganggu, pake acara nggak ngaku lagi. Udah cepetan pindah. Atau gue aja yang pindah gimana?"

"Nggak perlu. Biar gue yang pindah." Tara bangkit dari kursinya.

Sebelum pergi tak lupa ia memberi dukungan untuk Freya. "Gue tau lo bisa Frey. Semangat ya." ujarnya sambil mengusap ujung kepala Freya.

"Bisa kena serangan jantung ini gue lama-lama." kembali Freya memegang dadanya yang berdebar sangat cepat.

Satu jam telah berlalu dan Freya pun memutuskan untuk pulang. Selain karna soal-soal di buku simulasi sudah selesai ia kerjakan, ia juga harus mengantarkan baju para pelanggan bundanya.

Freya keluar dari perpustakaan dan berjalan di koridor sekolah yang sudah sepi. Selain karena para siswa sudah banyak yang pulang, waktu pun juga sudah menunjukkan sore hari.

"Freya.." terdengar suara yang mulai familiar di telinga gadis itu.

Tanpa memperdulikan seseorang yang memanggilnya, Freya tetap melangkahkan kakinya tanpa berhenti barang sejenak pun.

"Tunggu Frey." Tara yang dalam sekejap sudah berada di belakang Freya, tiba-tiba menarik lengan gadis itu.

"Lo siapa sih sebenarnya?" tanya Freya sedikit kesal.

"Gue Tara. Tara Dirga Mahendra." jawabnya ringan.

"Gue nggak nanya nama lo. Lo siapa berani-beraninya megang tangan gue?"

"Ketua osis Mars Senior High School."

"Oh terus karna lo ketua osis, lo boleh gitu pegang-pegang tangan siswi di sini?"

"Ya nggak sih."

"Terus kenapa lo masih megang tangan gue?"

"Oh,hm..iya.. sorry."

"Pergi nggak lo?"

"Kalo gue nggak mau gimana?"

"Apa sih kerjaan lo sebagai ketua osis selain ngikutin orang mulu?"

"Nggak ada."

"Dasar ketos pengangguran. Pergi nggak lo?" untuk kali kedua, Freya mengusir Tara seraya melayangkan buku yang di pegangnya dan mengarahkan ke lengan Tara yang tegap.

"Iya..iya gue pergi. Galak banget sih lo jadi cewek."

"Bodo amat." Freya pun berlalu dan memilih mengabaikan Tara. Ia sudah kehabisan tenaga jika harus berdebat lagi pada hal-hal yang tidak penting. Sekalipun itu harus berdebat dengan lelaki yang selalu di puja oleh para kaum hawa di sekolahnya, Freya tak peduli.

Koridor demi koridor Freya lewati dengan langkah lebar. Ia ingin segera sampai di rumah. Mengantarkan baju pelanggan bundanya, lalu kembali mengerjakan soal-soal simulasi.

Jika dalam dunia kerja di sebut workaholic bagi seseorang yang gila atau kecanduan bekerja, maka sebutan yang tepat untuk Freya adalah studyholism. Obsesinya dalam belajar secara berlebihan lah yang membuatnya pantas mendapat julukan itu.

Baru saja hendak keluar dari gerbang sekolah, Freya terpaksa menghentikan langkahnya. Bukan tanpa alasan, itu terjadi karna ulah Tara yang dengan sengaja menghentikan motornya tepat di depan Freya.

Kedua boba eyes dari gadis itu menatap tajam ke arah Tara. Walau memasang raut wajah datar, namun terlihat sangat jelas bahwa Freya sangat kesal dengan tingkah Tara.

"Ayo naik, gue anter pulang." ujar Tara.

Freya tak menjawab. Helaan nafasnya terdengar berat.

"Udahlah nggak usah gengsi. Ini udah sore, percuma juga lo nunggu bus. Jam segini mah udah nggak ada bus yang lewat." sambung Tara.

"Gue...."

"Udah cepetan naik. Kayak baru pertama kali aja lo naik motor gue." celetuk Tara lagi.

Tak punya pilihan lain memang selain mengikuti ucapan Tara. Sebelum menaiki motor mahal itu, Freya terlebih dulu melempar pandangan ke sisi kiri dan kanan. Memastikan tak ada saksi mata yang melihatnya dengan Tara.

Jarak antara sekolah menuju rumahnya yang hanya memakan waktu lebih kurang 20 menit, entah kenapa terasa sangat lama bagi Freya. Tak sabar rasanya, ingin segera turun dari motor Tara.

'Apa abis ini gue ke rumah sakit aja ya? Gue ngerasa ada yang nggak beres sama jantung gue.' batin Freya.

"Kenapa lo Frey?" tanya Tara dari balik helmnya.

"Gue... Gue... Nggak kenapa-kenapa." sahut Freya berusaha sekeras mungkin agar terlihat tenang.

"Terus kenapa diem aja lo?" sekak Tara yang membuat Freya semakin mati kutu.

"Suka... Suka gue lah."

"Nervous lo kan di dekat gue?!"

"Kepedean banget lo. Sebenarnya apa sih maksud dan tujuan lo nganterin gue?"

"Nggak ada, gue cuma mau menyalurkan niat baik gue dengan ngebantu lo sebagai sesama manusia."

"Ck... Alasan klasik!."

Tara pun terdiam dan tak lagi merespon. Namun siapa sangka ternyata dibalik helmnya, Tara mengulas senyum sejak tadi. Bahkan ia berkali-kali tertawa kecil setiap mendengar jawaban dari mulut Freya.

Perjalanan singkat namun berkesan itu pun harus berakhir, ketika motor Tara tiba di tujuan. Freya segera turun dari kendaraan roda dua itu begitu sudah menepi tepat di depan rumahnya.

"Thanks ya. Buat yang semalem juga." ujar Freya singkat.

"Ternyata tau juga lo caranya berterimakasih" celetuk Tara seraya melepas helmnya.

Freya tak menimpali lagi.

"Udah gitu doang?" sambung Tara.

"Terus lo maunya kayak gimana?" Freya pun membalasnya dengan nada datar.

"Basa-basi apa gitu, minimal nawarin gue mampir atau apa lah." jawab Tara penuh harap.

Tak kehabisan ide untuk menolak Tara, sengaja Freya mengangkat tangan kirinya hingga sejajar dengan dada. Lalu melirik ke arloji yang melingkar di pergelangan tangannya hingga beberapa detik.

"Udah hampir setengah 5, gue rasa lo lebih baik pulang deh." tukas Freya.

"Halus banget cara ngusir lo."

"Jadi lo mau di usir dengan cara kasar?"

"Ck... berasa berhadapan sama guru killer gue kalo ngomong sama lo!"

"Yaudah lah, mau pulang gue!" sambung Tara yang akhirnya menyerah.

"Lo.... hati-hati ya." pesan Freya walau dengan nada ketus.

Dengan senang hati Tara menjawab. "Iya Frey. Thanks juga ya lo udah perhatian sama gue."

Raut wajah Freya pun langsung berubah dan menatap aneh ke arah Tara. "Apaan sih!" gumamnya dengan dahi yang mengerut.

Berbeda dari Freya, raut wajah Tara justru tampak seperti seseorang yang tengah di landa asmara. Bahkan senyumnya merekah sempurna saat ini, mengalahkan rekahnya mawar kuning yang berada di halaman rumah Freya.

Tara pun berlalu dari hadapan Freya. Mengenai ucapan Freya yang terkadang ketus, Tara sama sekali tak memasukkannya ke dalam hati. Justru bisa berbincang dengan Freya adalah momen langka dan berharga bagi Tara.

Usai Tara pergi, Freya membuka pagar putih rumahnya yang sudah terlihat sedikit usang. Sembari melangkah masuk, ia menunduk lemas mengingat motornya yang masih dalam proses perbaikan.

"Gimana gue mau nganter laundry, motor gue aja....."

Mata Freya membulat seketika saat mendapati motor matic miliknya sudah terparkir di depan rumah.

"Lah, ini motor gue gimana ceritanya bisa ada di sini?" Berbincang seorang diri tampaknya suatu hal biasa bagi Freya.

Dengan lekat ia memandangi setiap inci motor yang berada di hadapannya, memastikan kalau kendaraan roda dua itu adalah benar miliknya.

"Ngapain Frey?" Tari yang merasa heran melihat tingkah anak gadisnya pun langsung menegurnya. Takut kalau Freya mengalami kelainan akibat terlalu banyak berjibaku dengan buku-buku.

"Ini motor Freya kan bun?!" tanya gadis itu memastikan.

"Nggak, itu motornya bu lurah. Numpang parkir sebentar katanya." jawab Tari asal.

"Tapi kayaknya ini motor Freya deh, bun. Nomor platnya sama soalnya."

"Ya memang motor kamu, FREYA DAVINA.!! Pake acara nanya segala!" Tari berdecak.

"Bunda gitu aja marah, Freya kan cuma memastikan doang."

"Kayaknya kamu memang perlu healing deh, Frey."

Tak ingin memperumit keadaan, Freya pun langsung mengubah topik pembicaraan. "Oiya bun, baju yang mau di antar mana?" tanyanya sok antusias.

"Udah di ambil sama langganan bunda. Kebetulan dia lewat sini tadi." jawab Tari.

"Oh, bagus lah. Yaudah Freya masuk dulu ya bun. Mau mandi."

Tari hanya mengangguk. Wanita itu lalu melangkah ke arah tanaman-tanaman hias yang tertata rapi di dekat pagar. Sudah menjadi kebiasaan Tari jika sore hari pasti menyirami semua tanaman kesukaannya.

"Bun..." Freya membalikkan badan dan menghampiri sang bunda.

"Apalagi sih Frey?"

"Yang mengantar motor Freya ke rumah siapa, bun?" hal itu lah sebenarnya yang ingin Freya tanyakan sejak tadi.

"Gebetan kamu lah, siapa lagi." sahut Tari tanpa menoleh, ia tengah sibuk menyirami mawar dan beberapa jenis bunga lainnya.

"Gebetan?!" Dahi Freya mengerut dengan jelas.

"Iya gebetan yang semalem nganter kamu pulang. Itu loh yang mukanya ganteng kayak aktor Korea." sahut Tari seraya membayangkan salah satu wajah aktor Korea yang sering di lihatnya.

"Tara?!"

"Nah iya, Tara. Bunda baru inget. Tadi siang sepulang sekolah dia berdua sama temennya kesini cuma buat nganterin motor kamu." papar Tari.

'Jadi satu hari ini, Tara udah dua kali dong ke rumah gue!' batin Freya.

***

1
korokoro
kaget banget Tara, jangan nakal main cubit pipi aja/Scowl/
Julia H: namanya juga modus kak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!