NovelToon NovelToon
Rintik Hujan

Rintik Hujan

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / nikahmuda / Cerai / Cinta Paksa / Beda Usia / Penyesalan Suami
Popularitas:13k
Nilai: 5
Nama Author: @nyamm_113

"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia


"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MAKAN MALAM

RINTIK HUJAN

Malam yang ditunggu oleh kedua keluarga besar Andreas dan Nelson, tapi tidak dengan laki-laki yang selalu menampilkan wajah dinginnya.

“Bersikap baiklah nak.” Tutur Aron. Melihat putranya yang selalu menampilkan wajah tak bersahabat itu.

Mereka sudah ada didepan rumah kediaman Nelson, mereka baru tiba beberapa menit lalu.

Ting tong

Ting tong

Tak lama munculah seorang pria tua yang seumuran dengan ayahnya. Darren tampak mengenali pria paru baya itu.

“Assalamu’alaikum Abraham.” Salam Aron. Memeluk Abraham.

“Wa’alaikum salam Ron.” Balas Abraham memeluk Aron.

Darren diam saja, tidak mau ikut campur dengan orang tua itu. Rasanya sangat ingin pergi saja dari sini.

“Kau terlihat semakin sehat saja, bagaimana kabar mu?” Tanya Abraham.

Aron mengangguk, dan tertawa. “Hahah! Kau ini, tentu saja aku sehat.” Jawabnya.

“Baguslah jika seperti itu.” Kata Abraham. Menatap pada Reani dan sosok laki-laki yang sangat dia kenal.

“Mari, silahkan masuk. Kau sudah ditunggu oleh Anggita.” Sambil menatap Reani.

Reani tersenyum. “Benarkah, baiklah.” Jawab Reani. Menyelonong masuk, tidak peduli suami dan pemilik rumahnya.

“Astaga sayang.” Ujar Aron. Sedikit malu dengan sikap istrinya itu.

“Hahah! Kau masih tidak enakan ya, sudah ayok masuk.” Ajak Abraham.

***

Didalam kamar dengan cat putih biru itu, terlihat Zia yang dibantu oleh uminya sedang merias wajahnya.

“Umi, jangan terlalu tebal. Aku ngak suka umi.” Kesal Zia. Uminya sangat bersemangat, siapa yang dilamar siapa juga yang kegirangan.

“Tebal dari mananya sayang? Ini mah kaya natural ajah kok. Udah kamu diam ajah.” Ujar Anggita.

“Aku kok panik ya umi?” Tutur Zia. Merasakan sensasi aneh dari tubuhnya.

Anggita tersenyum. “Astaga nak, kau ini ada-ada saja.” Jawab Anggita. “Sudah selesai, sekarang ayok turun. Mereka sudah datang.” Lanjut Anggita.

Zia mengangguk, malam ini dia terlihat cantik. Mengenakan Abaya hitam yang dibelikan oleh uminya, hijab hitam menutupi dadanya. Makeup yang tipis sangat pas di Zia. Dengan tinggi badan 165 cm.

***

Diruang tamu. Mereka menunggu Zia dan Anggita.

“Kenapa mereka lama sekali?” Tanya Reani. Tidak sabar melihat calon menantunya.

“Hahah, sabarlah. Sebentar lagi mereka turun. Lebih baik kita kemeja makan saja dulu.” Jawab Abraham. Diangguki oleh Aron dan Reani.

“Baiklah, kita tunggu mereka dimeja makan saja.” Ujar Aron.

Saat mereka ingin melangkah keruang makan, dari arah tangga terdengar langkah kaki yang menuruni anak tangga satu-persatu. Semua mata tertuju kearah tangga, tak terkecuali.

Darren diam ditempatnya, menatap perempuan dengan balutan abaya hitam menuruni tangga. Dia tidak dapat melihat seluruh wajah itu, perempuan itu menunduk. Diakah? Pikirnya.

“Nah, perkenalkan ini putriku.” Ujar Abraham. Menggenggam tangan putrinya yang terasa dingin.

“Wah, cantik sekali. Ziakan?” Tanya Reani. Dirinya memang tidak salah pilih menantu untuk anaknya.

Zia mengangguk, menatap sekilas wanita yang sudah tua, namun. Masih terihat muda dan cantik.

“Iya tante.” Jawab Zia.

“Tidak usah kaku seperti itu, tante ngak gigit kok. Iyakan mas?” Candanya. Meminta pendapat dari suaminya.

Aron mengangguk. “Benar.”

“Perkenalannya nanti saja, mari kita makan dulu.” Ucap Abraham.

“Iya, lebih baik kita makan malam dulu. Mari.” Timpal Anggita. Menggandeng tangan Reani. Mendahului para laki-laki disana dan juga Zia yang senantiasa menunduk di samping abinya.

“Baiklah.” Ujar Aron. Menatap kesampinya, dimana anaknya tetap menampilkan wajah dinginnya.

Menyenggol lengan Darren.

“Cantikkan calonmu?” Tanya Aron pelan.

Darren menatap ayahnya. “Biasa.” Singkat. Padat dan jelas. Itulah Darren Andreas. Berjalan duluan,

meninggalkan ayahnya.

“Dasar anak itu.”

Di meja makan tersaji begitu banyak makanan. Dua keluarga itu duduk dengan posisi Abraham dan Aron duduk berhadapan, lalu ada Anggita dan Reani duduk ditengah dan Zia duduk tepat didepan Darren.

“Ayok, silahkan dimakan. Anggap rumah sendiri.” Ujar Abraham.

“Hahah! Baiklah.” Ucap Aron.

Mereka makan dalam diam, sesekali melempar candaan di sela makan mereka.

Zia makan dengan diam, sesekali ikut tersenyum saat para orang tua itu membuat lelucon. Dia juga sedang menahan rasa gugup, laki-laki yang duduk diseberang meja makan ini seperti menatap dirinya. Rasanya Zia ingin menghilang saja dari sini.

Darren terus menatap Zia. Dalam benaknya, mengapa perempuan ini terus menunduk. Apakah dia buruk rupa hingga tak mau mengangkat wajahnya, jika itu benar. Dai benar-benar menolak keras perjodohan ini.

Beberapa menit setelah makan malam bersama, dua kelurga itu kembali keruang tamu.

“Kham, bisa kita langsung saja Abraham?” Tanya Aron. Menatap semua orang yang duduk disana.

Abraham mengangguk. “Tentu, silahkan.”

“Baiklah, sebelumnya kita sudah membahas ini beberapa hari lalu. Dan sesuai janji kita, kami datang malam ini untuk menyampaikan niat baik kami. Dan saya mewakili kelurga, mengucapkan banyak terimakasih atas jamuan makan malamnya. Sekiranya untuk maksud kedatangan kami kesini disampaikan langsung oleh putraku Darren.” Tutur Aron. Menatap putranya yang duduk disebelahnya.

“Ayok.” Ujar Aron.

Darren benar-benar tidak ingin dalam situasi seperti ini, sungguh demi apapun itu.

“Kham, saya langsung saja.”

Darren menjeda ucapannya.

“Saya Darren Andreas. Bermaksud datang kesini, ingin melamar anak anda Zia Putri Nelson. Sebagai istri saya.” Benar-benar singkat. Itulah Darren pengusaha sukses.

Semua mata tertuju pada perempuan yang duduk ditengan kedua orang tuanya, meremas jari-jari mungilnya.

“Nak, ayok jawab.” Ujar Abraham.

Zia menunduk dalam, banyak yang dia pikirkan. Meremas kuar jari-jarinya, tidak berani mengangkat kepalanya hanya untuk sekedar menatap calon suaminya.

Hingga sentuhan hangat ditangannya, dia tersadar. Itu uminya, menatap dirinya dengan senyum hangat.

“Jawablah nak.” Kata Anggita.

Zia mengangguk. Semua orang menatap pada Zia, menanti jawaban dari sosok perempuan cantik itu.

Darren menatap diam Zia, dia berharap Zia menolak lamarannya ini. Sangat berharap Zia benar-benar menolah lamaran konyol ini.

Zia perlahan mengangkat kepalanya, menatap satu-persatu yang duduk didepannya. Hingga tatapannya jatuh pada pria yang duduk diapit oleh kedua orang tuanya, dalam benaknya Zia yakin jika pria itulah calon suaminya.

Kembali menunduk, lalu. “Bismillahiirahmanirahiim, atas izin Allah dan restu kedua orang tuaku. Aku menerima lamaranmu.” Ujar Zia. Menutup matanya, sangat takut jika keputusan yang dia ambil adalah salah. Semoga saja keputusannya benar, ya semoga saja.

Darren menghembuskan nafasnya dengan kasar, bagaimana mungkin wanita itu dengan gampang menerima lamarannya. Bahkan ini kali pertama mereka bertemu.

“Alhamdulillah.” Ucap para orang tua.

“Khammm, bisa saya bicara berdua dengan Zia?” Celetuk Darren. Izin pada Abraham.

Abraham tentu mengizinkan. “Tentu, silahkan.”

Darren berdiri, berjalan keluar dari rumah. Di susul Zia yang hanya setia menunduk, apakah yang Darren ingin katakan hingga harus berbicara diluar rumah. Itulah pikiran Zia.

Setelah sampai didepan rumah. Zia dapat melihat Darren berdiri menatap pada dirinya, membuat dia semakin gugup dan takut. Ini untuk pertama kalinya dia berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya.

Zia berjalan kearah Darren, namun masih menjaga jarak. Darren tetap setia menatap dingin kearah Zia, ah bukan calon istrinya itu.

“Kenapa kau mau?” Tanya Darren. Menatap Zia berdiri tak jauh darinya, dengan tatapan setia menunduk.

Zia tidak paham dengan ucapan Darren. “Maksudnya?”

Darren berdecak tak suka. “Ckkk, kenapa kau menerima perjodohan ini?” Ulangnya.

Zia menunduk. “Aku ingin orang tuaku bahagia, jadi aku tidak bisa menolaknya.” Jawab Zia. Suaranya kecil, tapi lembut.

Darren tidak puas mendengar jawaban Zia.

“Hanya itu? Kenapa kau tidak menolak?” Lagi. Darren menatap dingin Zia.

Zia menutup matanya. “Ak-aku percaya, jika pilihan orang tua adalah yang terbaik untuk anaknya.” Jawab Zia.

Astaga apakah laki-laki didepannya ini tidak mengharapkan perjodohan ini, lalu apakah laki-laki ini mengharapkan jika dia menolak.

Darren tersenyum sinis. “Kau yakin jika pilihan orang tuamu baik? Bagaimana jika sebaliknya?”

Zia menatap Darren, namun hanya sekilas. Sedangkan Darren sempat terpukau dengan wajah cantik itu.

“Mak-maksud mu?”

“Saya tidak mengharapkan perjodohan ini, dan ingat sekalipun kita menikah. Jangan berharap lebih, ingat itu!”

Setelah mengatakan seperti itu. Darren berjalan kembali masuk kedalam rumah, meninggalkan Zia yang diam mencerna ucapan Darren.

Zia tersadar. Darren sudah masuk kedalam, dengan cepat dia menyusul kedalam. Setelah sampai diruang tamu, dia duduk dekat dengan uminya.

“Nak, karena kalian sudah selesai. Jadi kami sudah menentukan tanggal pernikahan kalian, berhubung kami ada perjalan bisnis dalam waktu dekat ini.” Tutur Aron.

Menjeda ucapannya.

“Dalam waktu tiga hari kedepan, kalian berdua akan melangsungkan pernikahan. Bagaimana?” Lanjutnya. Bertanya pada keduanya.

Zia dan Darren menatap pada Aron, bagaimana mungkin mereka baru saja kenal.

“Ayah, apa itu tidak terlalu cepat?” Tanya Darren. Ayahnya ini bagaimana.

“Tidak, lebih cepat lebih baik. Bukan begitu calon besan? Hahah!” Jawab Aron. Diakhir ucapannya dia tertawa, tawa bahagia. Karena sebentar lagi dia memiliki menantu dan memiliki cucu.

Abraham dan Anggita tersenyum.

“Tentu saja Aron, jadi kalian tidak perlu khawatir soal persiapan nikahnya. Serahkan itu pada ibu kalian.” Jawab Abraham.

Zia memberanikan diri untuk menatap semua orang di ruang keluarga ini.

“Sekolah aku bagimana? Kalau siswa dan guru-guru tau bagaimana abi?” Tanya Zia. Menatap abinya.

Abraham tersenyum. “Tidak perlu khawatir nak, kamu tetap bisa sekolah. Pernikahan mu akan dirahasiakan, hanya kelurga inti saja yang hadir.” Kata Abraham. Mengerti rasa khawatir yang dirasakan putrinya ini.

Zia hanya mengangguk paham. “Iya.”

Reani tersenyum menatap calon menantunya itu. “Nah, besok kalian datang kebutik mama.” Katanya.

Darren menatap ibunya, sesiap itukah pernikahan mereka. Bahkan kedua orang tua ini begitu semangat, siapa yang mau nikah siapa juga yang sangat sibuk menyiapkan keperluannya.

“Darren jemput Zia besok pulang sekolah, mama tunggu kalian di butik.” Lanjutnya. Senang sekali rasanya, sebentar lagi anggota kelurganya bertambah satu personil lagi.

Zia hanya pasrah, apapun yang dikatakan oleh kedua orang tua ini dia ikut saja. Toh tidak ada gunanya menolak.

Darren lagi-lagi menghela napas kasar, haruskah dia menjemput perempuan itu. Tidak kah dia bisa berangkat sendiri, hari-hari kedepannya semoga baik-baik saja.

“Hm.” Jawab Darren. Setelah mendapat cubitan ditangannya, pelakunya ya ibu Negara tercinta.

“Nah, jadi kalian dalam tiga hari ini. Banyak-banyak ngobrol, biar kalau udah sah ngak canggung lagi.” Tutur Abraham. Menatap kedua calon pengantin itu.

“Ihhh, abi.” Suara lembut Zia. Menatap abinya dari samping, bisa-bisanya abinya berkata seperti itu.

“Hahah! Benar, biar kalian berdua biasa.” Lanjut Aron.

Darren semakin ingin pulang saja dari sini, menatap ayahnya dan ibunya secara bergantian. Lalu mendekat kearah ibunya, kemudian berbisik dengan pelan.

“Pulang.” Bisiknya.

Reani menatap gemas putranya, tidak pernah berubah. Jika dirinya atau suaminya mengajak Darren keacara apapun itu, pasti Darren tidak betah dan cepat-cepat ingin pulang. Kecuali tenpat dimana dia melampiaskan semuanya yaitu club malam, atau dunia hiburan.

Aron menatap putranya, mengerti dengan tatapan itu. Aron mengangguk.

“Abraham, mbak Anggita. Sepertinya anak kami ini sudah mau pulang, hahah.” Ujar Aron. “Sekali lagi terimakasih atas jamuannya, kami pamit dulu.” Lanjutnya. Bangkit dari tempat duduknya, diikuti oleh Reani dan Darren.

Abraham ikut berdiri. “Tentu saja Aron, hati-hati dijalan.” Katanya. Mengantarkan keluarga itu kedepan rumahnya.

“Aku pulang dulu ya jeng, makin ngak sabar bentar lagi kita jadi besan.” Ucap Reani senang.

Anggita ikut tersenyum. “Iya, akhirnya kita jadi besan.” Jawabnya.

Darren masih tau bersikap sopan pada orang tua, berjalan kedepan kedua orang tua Zia. Lalu menyalimi secara bergantian.

“Pamit dulu.” Hanya itu yang dikatakannya. Lalu berlalu pergi, masuk kedalam mobil.

Aron menggeleng pelan, jika saja bukan putranya sudah dari dulu dia sepak keluar dari rumahnya.

“Dia memang seperti itu, maaf jika sikap Darren…”

“Sudah lah, aku tau siapa Darren. Sudah, ini semakin larut malam. Hati-hati dijalan.” Ujar Abraham. Memotong ucapan calon besannya itu.

Aron mengangguk. “Baiklah, kami pamit. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikum salaam, hati-hati.”

1
Rita Riau
mampus kamu Darren,,,, bakal nyesel seumur hidup 🙄
Zefanya Putri
ceritanya rapi..alur nya juga bagus..
Rosma Niyah: terimakasih banyak kak/Smile/
total 1 replies
Rita Riau
Zia jadi orang jgn lugu dan polos bgt,, tu suami mu sedang berduaan dgn ulet bulu. dasar Darren ga bener 🙄🙄
Rosma Niyah: iya mba
total 1 replies
Nuril Waru
lanjut lagi thor
Om Rusli Banjarmasin
lanjut thoor
Osaka Marketing
gak salah si daren mesen pork belly ? di cerita kan muslim
Rosma Niyah: terimakasih sudah mampir dan komentar 😄
Rosma Niyah: maaf ya, karakter Darren kan cerita ya jauh dari Tuhan. orang ya keras, suka minum2, dia masih berusaha buat berubah, proses merubah diri jauuh lebih baik itu kan banyak tantangannya, begitu pula pada Darren. dan tentu saja ini hanya fiksi/Pray//Pray/.



ambil positif nya dan buang negatifnya ya/Smile/
total 2 replies
Rita Riau
Darren masih ambigu,,,
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
Rosma Niyah: Darren emang ambigu kenapa mba?
total 1 replies
Yumnah Sri Dayanti
sadar daren nyesel tu g ada yg duluan plng akhir loh
Rosma Niyah: benar
total 1 replies
Rita Riau
dari awal jahat,,, ya tetap lah jahat tak berubah. itu yg Darren kejar,,,
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
Rosma Niyah: aamiin
total 1 replies
Syiffitria
semangat thor :) mampir jugaa ya :))
Rosma Niyah: iya, kalau ada waktu ya
total 1 replies
Rita Riau
bego bener" bego si Darren,,, ku tunggu penyesalan mu Darren,,,
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
Rosma Niyah: waduhhh
total 1 replies
Rita Riau
ga sabar nunggu lihat Darren bucin sama Zia 🤭😍
Rita Riau
semangat Zia taklukin tuh kulkas,,
Rosma Niyah: semangat oke... oke... oke
total 1 replies
Rita Riau
Darren kamu itu manusia paling jahat kejam dan yg parah lagi paling bodoh,,
Rosma Niyah: ada tambahan lagi mba?
total 1 replies
Rita Riau
biar kan Zia di culik Dirga biar si Darren bangkrut,,
Rosma Niyah: Dirga atau Anhar yang cocok sama Zia?
total 1 replies
Rita Riau
begini mungkin istri yang Solehah walaupun di apa"in ga menyenangkan masih lagi berbakti,,,
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
Rosma Niyah: uhhh, kita liat ajah nanti
total 1 replies
Rita Riau
ini beneran begok,,, udah Zia diemin aja suami ga tau diri mu itu,,🙄
Rosma Niyah: sabar mbak
total 1 replies
Rita Riau
iya Zia buat suami mu klepek klepek
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍
Rosma Niyah: kita kawal
total 1 replies
Rita Riau
ini sih bukan cinta tapi bodoh,,, bener kata si Anton,,
Rosma Niyah: anton mah pro, walaupun masih jomblo
total 1 replies
Rita Riau
si Darren CEO,,, dari perusahaan besar,tapi kok bego banget,,, kenapa ga dicari tau kemana perginya si Malinda,,,
Rosma Niyah: sibuk banget kali dia
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!