NovelToon NovelToon
Temanku Ayah Sambungku

Temanku Ayah Sambungku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Dendam Kesumat
Popularitas:453
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.


"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.

Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.

*
*
*

Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Akan Bertanggungjawab

Malam harinya setelah permainan yang panjang, Cahaya dan Arjuna terlihat duduk di sofa di ruangan Cahaya. Saat itu suasana kantor sudah sepi, semua karyawan sudah pulang.

Arjuna dan Cahaya yang sebelumnya sudah berjanji untuk akan bermain setelah jam kantor selesai, terlihat bermain di sofa merah darah itu.

Berbagai gaya sudah mereka coba, cairan meluber memenuhi lubang Cahaya. Keringat bercucuran, pakaian teronggok di lantai. Sebenarnya Arjuna ragu untuk akan memulai permainan.

Tapi Cahaya terus meyakinkannya, hingga akhirnya Arjuna siap dan mereka pun bermain. Hampir satu jam mereka berjibaku, hingga akhirnya kelelahan merayap dan mereka memutuskan untuk beristirahat.

"Yang, maaf ya kalau aku udah paksa kamu," bisik Cahaya, kepalanya bersandar nyaman di lengan Arjuna, tanpa sehelai ben4ng pun menutupi kulitnya.

Kondisi Arjuna pun sama seperti Cahaya. Keduanya full na-ked di sana.

"It's okay baby. Don't worry," jawab Arjuna sembari mengecvp puncak kepala Cahaya.

Cahaya mendongak, menatap ke arah Arjuna. Seulas senyum terukir di bibirnya, di barengi Arjuna yang juga tersenyum. Tangannya terulur, menyentuh dada bidang Arjuna. 

"Kita sudah sampai titik ini loh. Kamu nggak akan ninggalin aku kan?" tanya Cahaya. Jujur dia takut. Melihat usia Arjuna yang masih sangat muda, dia takut jika Arjuna akan meninggalkannya.

Tapi Arjuna justru tersenyum lebar, lalu menggeleng. Dengan cepat dia mengecvp bibir Cahaya, tangannya yang satu terangkat membelai lembut pipi Cahaya. 

"Apa aku tipe pria yang suka bermain wanita, Sayang? apa selama ini aku pernah jalan dengan wanita lain selain kamu dan Jasmine?" tanya Arjuna.

Cahaya menggeleng. Wajahnya tampak bingung, lalu ia menjawab, "Kamu memang cuma terlihat jalan sama aku dan Jasmine. Tapi aku takut Jun. Masa depan nggak ada yang tau. Kalau seumpama nanti kamu..." Cahaya tidak melanjutkan ucapannya. Rasa takut dan khawatir terpancar jelas di wajahnya.

Arjuna mengangkat tangannya, jari telunjuknya ia taruh di depan bibir cahaya. Ia mendesis, menyuruh Cahaya untuk diam. 

"Sstt, jangan pernah berpikir seperti itu soal aku ya. Aku nggak suka bermain wanita. Bagiku kalau aku sudah memilih satu wanita aku akan tetap setia dan bersamanya Sampai akhir. Dan aku memilihmu sayang, itu artinya aku mencintaimu. Aku percaya padamu dan ingin menjadikanmu partner dalam hidupku. Kamu percaya sama aku kan?" Jari telunjuk Arjuna yang ia taruh di depan bibir Cahaya perlahan turun.

Cahaya tersenyum lebar mendengar ucapan Arjuna. Lega. Jujur dari hatinya yang paling dalam dia percaya dengan Arjuna. "Aku percaya kok sama kamu. Makasih ya sudah mau bersamaku, padahal kamu tau aku sudah cukup berumur," ujar Cahaya, suaranya dipenuhi rasa syukur.

Arjuna tersenyum, lantas men-ci-um kening Cahaya. "Cinta nggak memandang usia sayang. Kita bisa mencintai siapapun tanpa harus melihat siapa dia. Termasuk aku. Kalau aku sukanya sama kamu gimana? 

Jadi jangan pernah mikir kayak gitu ya. Kamu cantik kok, Kamu sempurna buat aku," kata-kata Arjuna sontak membuat Cahaya meleleh. Dia suka dengan pujiannya, tapi juga cukup malu.

Bagaimana tidak, umurnya sudah akan memasuki kepala empat. Sedangkan Arjuna masihlah seumuran dengan anaknya.

Pujian yang dilontarkan Arjuna kepadanya itu terasa seperti mimpi. Seperti aneh saja mendengar anak muda menggombalinya seperti itu.

"Kamu pinter banget sih bikin aku meleleh. Jadi tambah cinta aku sama kamu," kata Cahaya, Ia pun melingkarkan tangannya di pinggang Arjuna.

Arjuna mengusap kepala Cahaya. "Sayang, kalau kita bermain seperti ini kamu bisa h4mil nggak?" tanya Arjuna. Jujur dia takut jika resiko itu akan terjadi kepada Cahaya. Meskipun pada akhirnya ia akan bertanggung jawab.

Cahaya terlihat berpikir, lalu menjawab, "Nggak tau. Mungkin aja bisa. Aku udah lama nggak minum pil itu lagi semenjak bercerai sama Mas Bima. Bahkan sekarang aku nggak bawa pil itu. Mungkin kalau kita sering bermain aku bisa h4mil," jawabnya ragu.

Arjuna terlihat merenung. Beberapa saat, hingga akhirnya ia dengan mantap berkata, "Aku akan bertanggung jawab Yang." Tatapannya tegas, tekadnya bulat.

"Aku akan bertanggung jawab kalau kamu h4mil," tambahnya.

Cahaya terharu mendengar ucapan Arjuna. Matanya berkaca-kaca. "Aku percaya kamu pasti akan melakukannya. Makasih ya, rasanya aku nggak salah udah pilih kamu sebagai pacar. Bahkan calon suami. 

Hmm, Yang, kita...main lagi yuk, r0nde kedua. Kamu masih kuat kan?" Cahaya kembali mengajak Arjuna untuk melanjutkan permainan mereka.

Tangannya yang nak-al sudah mulai menelusuri perut Arjuna, lalu turun dan berhenti di benda panj-ang dan besar milik Arjuna. Cahaya sedikit mere-mas benda itu, membuat Arjuna mengerang.

"Hhh, oke, kita lanjut. Tapi kamu jangan salahin aku ya kalo besok sofa kamu ini bakal basah-basah dan baunya amis. Kita udah keluar loh tadi," Arjuna dengan genit mengedipkan sebelah matanya kepada Cahaya, lalu tangannya yang sedari tadi digunakan Cahaya sebagai bantal perlahan terangkat dan merangkul bahunya.

Cahaya tersenyum miring, tangannya yang satu masih bermain-main di benda panj-ang milik Arjuna. "Itu bukan masalah sayang. Aku bisa suruh ob lain untuk mengganti alasnya besok. Sekarang, kamu siap-siap," Cahaya menjeda ucapannya.

Dia melanjutkan, "Aku yang akan memimpin permainan sekarang." Cahaya lantas mendorong bahu Arjuna hingga terhuyung ke belakang.

Dia meni-ndih Arjuna, lalu men-ci-um bibirnya. Satu tangannya menelusuri dada Arjuna, sementara tangan lainnya lembut menyentuh pipinya.

"Eughhh, Yanggg," Cahaya mengerang pelan, kedua tangan Arjuna mere-mas lembut gunung-gunung Fujinya, membuat dec4pan kecil lolos dari bibirnya.

Lalu ciu-man Cahaya perlahan turun ke leher Arjuna, menelusurinya lalu turun lagi ke dada, hingga perut. Saat matanya tanpa sengaja bertemu dengan benda panj-ang milik Arjuna pipi Cahaya memerah.

Dengan malu dia mendongak, menatap ke arah Arjuna yang saat itu terlihat menutup matanya dan men-de-sah. Napasnya tersengal-sengal.

"Kita langsung aja ya Yang. Aku udah nggak sabar lagi," kata Cahaya. Suaranya terdengar memohon. Arjuna tanpa menoleh atau membuka matanya menjawab, "Iya, cepet masukin Yang. Udah ker-as banget nih punyaku. Ayo, langsung gass sekarang."

Mendapat lampu hijau dari Arjuna, Cahaya segera melanjutkan permainan mereka ke tahap yang lebih tinggi. Ia memasukkan pensil Arjuna ke dalam lubang rautan miliknya, lalu menggerakkannya dengan lembut, men-de-sah pelan.

Gerakannya membuat gunung Fuji miliknya berg0yang dengan indah, membuat Arjuna tak tahan dan akhirnya meraihnya, mere-masnya dengan penuh g4irah.

"A-hh, a-hh, sshhh," 

*********

Di ruang tamu rumahnya yang sederhana, terlihat Jasmine tengah menonton televisi bersama dengan bibi Kate. Beberapa jam yang lalu bibi Kate datang ke rumah Jasmine dengan membawa banyak barang bawaan. Mulai dari beras, sayuran, makanan instan, hingga bahan masakan lainnya.

Keduanya pun berkolaborasi di dapur, memasak dengan bahan-bahan yang dibawa Bibi Kate. Setelah hidangan siap, mereka menyantapnya bersama, lalu bersantai di depan televisi.

Tiba-tiba Jasmine teringat dengan seseorang yang tadi mengiriminya pesan dan mengaku sebagai anak dari bibi Kate. Dia lantas menoleh kearah bibinya dan bertanya, "Bi," panggil Jasmine. Bibi Kate lantas menoleh.

"Iya sayang," kata sayang yang bibinya ucapkan membuat pipi Jasmine

bersemu merah.

"Bi, anak bibi itu ada yang namanya Daisy ya?" tanya Jasmine. Keningnya mengerut, penasaran.

Bibi Kate terdiam sejenak, alisnya bertaut, sebelum menjawab, "Ada. Anak bibi itu ada tiga. Yang pertama namanya Daisy, yang kedua namanya Rose, terus yang ketiga atau yang paling bungsu namanya Leo. Kenapa nak?" tanya Bibi Kate, suaranya lembut.

Jasmine mengangguk mengerti. "Oh gitu. Tadi ada orang yang ngirimin pesan ke aku bi, orang itu ngaku namanya Daisy dan anaknya bibi. Aku belum jawab pesannya, niatnya mau tanya ke bibi dulu. Jadi bener ya, Daisy itu anaknya bibi?" tanya balik Jasmine.

Bibi Kate mengangguk, senyum tipis mengembang di wajahnya. "Oh itu, iya kemarin bibi ada ngasih dia nomor kamu. Niatnya sih biar kamu kenalan sama dia. Kamu nggak kenal kan sama anak bibi? 

Apalagi Daisy itu, dia lebih tua setahun loh dari kamu. Anaknya masih kuliah juga, di kampus yang sama kayak kamu. Cuma mungkin nggak pernah ketemu aja," jawab bibi Kate.

Kedua mata Jasmine melebar, terkejut. "Ah Jadi bener ya anaknya bibi? Kirain tadi orang yang nyasar. Ya udah deh nanti aku bales pesannya," kata Jasmine.

Ia pun menambahkan, "Dia ambil jurusan apa Bi? Orangnya yang kayak gimana? Mirip nggak sama Bibi?" tanyanya.

Bibi Kate lantas tersenyum. "Dia ambil jurusan kedokteran Jas. Katanya pengen banget buat jadi dokter setelah lulus sarjana nanti. 

Dia nggak mirip kok sama bibi. Anak Bibi tiga itu mana ada sih yang mirip sama Bibi, semuanya pada mirip sama ayahnya," jawab bibi Kate. Raut wajahnya tampak kesal. Kenapa ya?

Jasmine mengangguk, paham. "Oh, kedokteran ya? Pantesan jarang ketemu," ujarnya santai.

Jasmine menyadari raut wajah bibi Kate yang kesal. Lalu dia bertanya, "Kok kesal Bi? Kenapa?" tanyanya langsung.

Bibi Kate menjawab, "Ah nggak papa Jas. Bukan apa-apa kok. Cuma kesel dikit aja," jawab bibi Kate.

Jasmine mengerutkan keningnya. "Kesel kenapa?" tanyanya.

Bibi Kate menghela napas panjang. "Anak bibi tiga Jas, tapi nggak ada satupun yang mirip sama Bibi. Sebagai seorang ibu yang udah mengandung dan melahirkan mereka tentu bibi kesel dong kalau anak bibi semuanya nggak ada yang mirip sama Bibi. 

Bibi pengennya tuh ada satu aja yang mirip sama Bibi, tapi nyatanya nggak ada. Semuanya pada mirip sama ayahnya. Termasuk yang paling bungsu tuh!" Bibi Kate sedikit meninggikan suaranya, nada bicaranya terdengar sedikit ketus.

Jasmine memahami kekesalan bibi Kate. Lalu dia tersenyum. "Bibi sabar aja, mungkin itu udah takdirnya. Anak-anak Bibi nggak ada yang mirip sama Bibi, tapi sifat mereka pasti mirip kan sama Bibi? Bibi kan baik, perhatian, lemah lembut." 

Tangan Bibi Kate perlahan terangkat, menyentuh pipi Jasmine. Menatap Jasmine dengan intens. "Kamu mirip banget sama mamamu, Jas," bisik Bibi Kate, jari-jarinya masih setia menempel di pipi Jasmine.

"Mulai dari hidung, mata, alis, semuanya sama persis."

Bersambung ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!