Mata kecil itu berpendar melawan rasa bosan di tengah hiruk pikuk orang dewasa, hingga matanya berbinar melihat seorang gadis cantik, terlihat anggun dengan raut keibuan. Ini dia yang di carinya.
Kaki kecilnya melangkah dengan tatapan tak lepas dari gadis bergaun bercorak bunga dengan bagian atas di balut jas berwarna senada dengan warna bunga di gaunnya.
Menarik rok gadis tersebut dan memiringkan wajah dengan mata mengerjap imut.
"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."
"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.."
"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku."
"Baiklah siapa namamu?."
"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal dan kaya di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TW 2: Belum Di Mulai
Sangat sulit bertemu tuan Willy, beberapa bulan lalu Isa dengan susah payah menemuinya, namun tuan Willy menolak mentah- mentah proposalnya, entah bagaimana pria itu nampak arogan dan menyebalkan dan begitu irit bicara, bicara tentang tuan Willy, Isa jadi teringat Alan, pria itu juga irit bicara, namun jika dengan orang terdekatnya Alan sangat hangat, beruntung Isa menjadi salah satunya yang Alan perhatikan meski tak seperhatian pada Amanda.
Alan kerap berlaku posesif dan memperlakukan Amanda seperti miliknya yang tak boleh di sentuh orang lain.
Isa menggeleng saat lagi- lagi ia mengingat Alan dan Amanda.
"Sudahlah, Isa. Lupakan semuanya mereka sudah bahagia, dan sudah seharusnya aku juga bahagia." Isa menghela nafasnya lalu menatap langit Italia yang tengah cerah.
Isa merogoh tasnya dan membuka satu bungkus permen dan memasukannya ke dalam mulut "Manisnya.." Isa melangkah riang menyusuri jalanan Italia dengan kamera di tangannya, memotret beberapa spot yang bagus bahkan sesekali berselfi untuk dia posting di akun media sosialnya.
Seharian ini akan dia habiskan untuk menyenangkan diri, jalan- jalan, belanja dan kulineran.
...
"Jadi apa yang harus aku lakukan bukankah kau ingin seorang ibu?" Willy menatap Daren yang sedang asik menyantap eskrimnya.. cuaca cerah hari ini membuat Daren ingin eskrim, dan mau tak mau Willy meninggalkan pekerjaannya demi menemani Daren memakan eskrim.
"Sudah kubilang sekarang giliranku, maka aku akan mendapatkan yang spesial untukmu.." Willy menaikkan alisnya, jangankan Daren, Willy sendiri susah payah mencari ibu untuk Daren, setelah Luciana, semalam dia menemui putri menteri seperti yang di katakan Piter. Namun perkataan Piter tentang putri menteri itu tidak benar, haruskah dia meminta Astra untuk mencari tahu dulu seluk beluk siapa wanita yang akan dia temui.
Jelas informasi dari Astra lebih akurat di banding asistennya yang bodoh itu.
Keibuan katanya..
Dia bahkan terlihat ke kanak- kanakan menurut Willy.
Anggun memang, saking anggunnya saat dia makan pun dia sangat takut kukunya kotor.
Baru satu kali bertemu saja Willy sudah memutuskan ini tidak akan berhasil, jelas Daren tidak akan menyukainya.
"Apa yang kau lakukan membuang waktu Dad.." Daren tahu daddy nya sedang mencari dan menyeleksi semua wanita yang kesukaannya centil dan mendekat padanya, bagaimana bisa daddynya berpikir mereka baik untuknya dan Daren.
"Berhenti bersikap sok dewasa, ini belum waktumu." Willy mengusap bibir Daren yang penuh eskrim. "Bermainlah dengan temanmu, dan habiskan masa kanak- kanakmu dengan bahagia."
Daren mendongak menatap Willy, tentu saja Daren ingin seperti itu, tapi Willy tak tahu jika Daren kerap mendapat perundungan dari teman- temannya karena tak memiliki Ibu.
Willy sendiri tak tahu karena merasa sudah menempatkan penjagaan untuk Daren lewat dua bodyguardnya, namun kedua orang itu tak tahu apa yang terjadi di dalam kelas sebelum para guru masuk atau saat Daren di dalam toilet sekolah.
Willy tak tahu karena itu dia selalu malas untuk pergi ke sekolah.
Bocah lima tahun itu mencebik dan mengalihkan tatapannya.
Willy menghela nafasnya dia bersyukur di beri anak yang pintar namun jika Daren bersikap dewasa sebelum waktunya Willy jadi kerepotan sendiri, seperti sekarang.
Daren masih mengalihkan tatapannya dari Willy, bahkan dia berhenti memakan eskrimnya.
Menurunkan kaki kecilnya dan menatap keluar jendela, mata Daren berbinar saat melihat seorang gadis berjalan sambil mengarahkan kameranya, Daren tersenyum saat si gadis melambaikan tangan ke arahnya, tentu saja jendela itu terlihat dengan jelas hingga dia bisa melihat Daren. "Dad aku ingin itu.." Daren menoleh ke arah Willy dengan telunjuk tangan mengarah ke luar jendela.
Willy mengeryit dan melihat ke arah luar jendela, "Apa?"
"Itu.." Daren berhenti bicara saat apa yang dilihatnya sudah tidak ada. "Dia sudah tidak ada.." Daren menunduk sedih.
Willy semakin mengerutkan keningnya menatap bingung "Tidak menghabiskan eskrimmu?" Daren menggeleng dia sudah tidak berselera.
Willy menghela nafasnya "Baiklah kita bisa pulang, Dad banyak pekerjaan." Daren mengangguk dan melangkahkan kaki mungilnya keluar kedai.
...
Isa benar- benar pergi jalan-jalan, menghabiskan waktu untuknya sendiri dan memanjakan dirinya.
Ini bukan pertama kalinya Isa datang ke Italia, jadi dia sudah tahu seluk beluk kota hingga tak memerlukan pemandu, begitupun dengan bahasa.. Sejak kecil Isa bahkan mempelajari beberapa bahasa salah satunya bahasa negara ini, jadi dia sudah fasih berbahasa Italia.
Isa mendudukkan dirinya di kursi taman sambil menikmati pemandangan, di sekitarnya banyak anak- anak yang tengah bermain bola, beberapa dari mereka juga ada yang menggelar tikar dan menikmati bekal yang mereka bawa dirumah.
Isa tersenyum, suatu saat dia juga akan melakukannya dengan anak- anak dan suaminya. Piknik bersama, jalan- jalan, bermain bola.
Isa ingat dia juga ingin punya banyak anak agar hidupnya tidak sepi, seperti dirinya yang menjadi anak tunggal, meski dia tak kesepian secara orang tuanya selalu memperhatikan, tapi jika kita punya saudara setidaknya kita ada teman bermain bahkan bertengkar.
Isa menoleh saat seseorang duduk di sebelahnya, "Sudah ku duga." Desahnya.
"Daddy anda tidak mungkin membiarkan anda berkeliaran sendiri Nona."
Isa menekan pipi pengawalnya, meski pelan namun pipi itu tertoleh ke samping "Baiklah, tapi jangan bertampang kaku, aku tidak suka. Dan ingat apa yang aku katakan?"
"Saya ingat nona.. Ehmm Isa.. Saya akan berlaku seperti teman anda agar orang lain tidak curiga."
Isa mengangguk puas "Lagi pula aku tak mau di bilang anak kecil yang selalu diikuti."
"Baiklah aku akan kembali ke hotel, besok lusa akan di adakan seminar dari tuan Willy aku harus hadir dan memastikan dia setuju dengan proposalku." Isa mengangkat tangannya.
"Baiklah semangat untukmu." Isa terkekeh lalu bangkit dan pergi diikuti Aldo di belakangnya, tahukah kalian Aldo sudah menemani sejak usianya 20 tahun, pria itu keturunan Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, namun sudah empat tahun bersama, pria itu tetap kaku dan menjaga jarak meski Isa selalu berkata anggaplah mereka berteman.
"Al, kau sudah makan siang." Isa menghentikan langkahnya agar sejajar dengan Aldo.
"Belum."
"Sudah ku duga.. Bagaimana jika kita makan siang dulu sebelum ke hotel."
"Baik."