Irene, seorang gadis cantik yang gampang disukai pria manapun, tak sengaja bertemu Axelle, pria sederhana yang cukup dihindari orang-orang, entah karna apa. Sikapnya yang dingin dan tak tersentuh, membuat Irene tak bisa menahan diri untuk tak mendekatinya.
Axelle yang tak pernah didekati siapapun, langsung memiliki pikiran bahwa gadis ini memiliki tujuan tertentu, seperti mempermainkannya. Axelle berusaha untuk menghindarinya jika bertemu, menjauhinya seolah dia serangga, mendorongnya menjauh seolah dia orang jahat. Namun anehnya, gadis ini tak sekalipun marah. Dia terus mendekat, seolah tak ada yang bisa didekati selain dirinya.
Akankah Irene berhasil meluluhkan Axelle? Atau malah Axelle yang berhasil mengusir Irene untuk menjauh darinya? Atau bahkan keduanya memutuskan untuk melakukannya bersama setelah apa yang mereka lalui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
First Love
"Al, main yuk!! Bosen kali di rumah terus..."
"Gw lagi belajar, jangan ganggu!!"
"Ck!! Loe mah main di rumah gw cuman belajar doang, main ps kek, apa kek, gak seru banget."
"Ada waktunya, tapi ntar, gw lagi ngerjain..."
"Yuk, keluar!!"
"Lah, buku gw kenapa ditutup?"
"Keluar, ayo!!"
"Dihh, apaan sih??"
"Gw kemarin baru beli drone baru nih, coba loe mainin."
"Hah? Kenapa gw mesti main drone?"
"Karna... Drone ini..."
"Happy birthday, AXELLE, sahabat kita yang paling nyebelin sedunia..."
"Berisik ihh, gw kan mau kasih kejutan lewat drone-nya, gak sabaran banget, heran gw!!"
"Kelamaan loe, sini turun!!"
"Gak suprise dong kalo gak sabaran, bikin kejutan sendiri sana!!"
"Berisik, oiii!! Sini turun, sebelum gw seret loe kemari!!"
"Bawel loe, June, Axelle-nya juga gak mau turun, takut diceburin. Aish, shit!!"
"Yaelah, By, loe kok ember sih..."
"Bodo!!"
"Awas loe ya, gw seret loe kemari!!"
"Yaampun, Al, ngumpet!!"
"Oii, jangan ngumpet loe!!"
Gadis itu menyodorkan minuman pada Axelle, membuat pria itu menerimanya. Gadis itu duduk disamping Axelle sambil membuka minumannya, ia menghela nafas panjang. "Gimana kabar loe?" Tanyanya, membuka pembicaraan.
"Gak pernah seburuk ini." Jawab Axelle, miris.
"Loe gak pernah muncul lagi sejak hari itu, kenapa? Ngerasa bersalah?"
"Pastinya, Rose, dia..."
"Gak usah diingat, gw ngerti kok." Ujar gadis bernama Rose itu, pengertian.
"Gimana yang lain? Mereka pasti benci sama gw, kan? Gw ngerti kok, semuanya pasti bakal kayak gitu kalo kehilangan teman terbaik mereka."
"Kita gak tau apa yang terjadi, jadi jangan terlalu mikirin omongan sok tau kami." Ujar Rose, membuat Axelle menatapnya.
"Gw merinding, Rose, loe gak kesambet kan?" Tanya Axelle, heran. Iyalah, Rose yang dulu ia kenal tak seperti ini, Rose yang dulu lebih sering memegang ponselnya dibanding mengobrol seperti ini.
"Gw banyak belajar dari kalian kali, apalagi sejak kita kehilangan dia." Ujar Rose, pelan. "Biar gimanapun gw pernah dekat sama dia, ya rasa kehilangan gw gak akan sebanding sama loe sih."
"Thanks, seenggaknya gw tau loe percaya sama gw." Ujar Axelle, pelan.
"Santai aja kali..."
Axelle tersenyum, ia pun mengambil ponselnya. Ia menghidupkannya, rupanya sudah banyak yang menelponnya.
"Kenapa?"
"Gw ada urusan nih, gw harus pergi."
"Ya, bentaran doang nih, bahkan loe belum minum minuman punya loe."
"Nggak usah, gw harus buru-buru pergi..."
Tiba-tiba ponsel Axelle berbunyi, pria itu segera menatap ponselnya.
"John?"
Axelle berjalan menjauh dari Rose, pria itu menjawab panggilan John. "Ada apa?"
"Irene ngilang!!"
"Apa?"
"Loe balik sini, cepetan!!"
***
Irene berjalan terburu-buru, ia benar-benar diikuti oleh seorang pria. Irene pura-pura tak menyadarinya, tampaknya itu berhasil. Tapi kini ia bingung, apa yang harus ia lakukan agar pria itu meninggalkannya. Ia tak mengenal pria itu, ia takut seseorang kembali melukainya seperti kemarin.
Irene mencoba pergi ke perpustakaan, pria itu mengikutinya. Irene pergi ke tempat yang ramai, pria itu masih ada di sekitarnya. Bahkan saat ia bersama Joy dan Gisel pun, pria itu masih memperhatikannya. Apa sih maunya?
Irene kini ada di kamar mandi, setidaknya pria itu takkan mengikutinya kemari kan? Irene menggenggam ponselnya, ia bingung harus bicara pada siapa. Axelle, jangan ditanya, ponsel pria itu dari tadi mati. Irene tak habis pikir, di saat ia butuh bantuan seperti ini, tuh anak malah ngilang, padahal biasanya sering muncul tak terduga dimana-mana.
Irene juga malas menghubungi pria itu sebenarnya, sikapnya tadi pagi benar-benar membuatnya kesal. Apa salahnya coba cerita, Irene kan jadi gak bingung harus gimana. Setidaknya ia bisa bersiap melindungi dirinya sendiri di saat seperti ini, bukannya bingung seperti ini. Irene berdecak, dasar cowok gak bertanggungjawab!!
Irene menghela nafas berat, ia kini sudah cukup lama berasa di sana. Pria itu sudah pergi, kan? Masa masih nunggu, sih? Irene harus gimana, kalo pria itu masih di sana. Irene jadi parno gara-gara kejadian teror kemarin, lagian bukankah ini terlalu aman untuk dia yang pernah diteror? Apa pria disana termasuk orang-orang yang menerornya?
Akhirnya Irene berjalan ke luar, mencoba untuk mencari tahu apa pria itu masih di sana tanpa dicurigai. Irene menghela nafas lega, saat ia tak menemukan pria itu.
"Irene!!"
Irene menoleh, saat mendengar panggilan dari seseorang yang dikenalnya itu. "Kak Stuart? Kenapa Kakak berdiri di depan toilet cewek gini?" Tanyanya, kaget. Ia bisa mendengar berbagai bisikan yang jelas mengagumi pria itu, siapa yang tak kenal Stuart di sini?
"Kita perlu bicara, ayo!!" Ajak Stuart, pria itu tanpa ragu menarik tangan Irene yang masih bingung.
Bagaimana pria ini bisa menemukannya di toilet ini? Tapi kebetulan sekali, Irene jadi bisa bertanya soal obrolan mereka semalam. Apa Stuart mau mengatakan sesuatu tentang semalam, ya?
Stuart menghentikan langkahnya di tempat sepi, di taman universitas yang kebetulan sepi karna mereka masih aktif berkegiatan.
"Ada apa?" Tanya Irene, perhatian.
"Aku harus pergi, ada masalah sama anak-anak." Jawab Stuart, pelan.
"Terus hubungannya apa?"
"Aku kan harus jagain kamu, selama Axelle nyelesain semuanya."
"Apa? Axelle mau apa?"
"Dia mau bertanggungjawab, dia mau nyelidikin semuanya yang berhubungan sama kematian temannya."
"Sendirian?"
"Ya, karna dia gak mau bantuanku, tugasku cuman jagain kamu."
"Kenapa Kakak gak mau bantuin dia?"
Stuart menghela nafas berat, ia menunduk. "Dia bakal berhadapan sama Black Swan, salah satu genk yang cukup terkenal di dunia gangster."
"Lalu? Kakak kan punya EXO, kenapa Kakak gak mau bantuin Axelle?"
"Irene, masalah ini gak semudah yang kamu pikirin. Mereka lebih besar dari EXO, mereka gangster, preman senior. Kalau dibandingkan, kami bukan apa-apa."
"Aku gak mau."
"Apa?"
"Aku bakal cari Axelle, aku bakal bilang sendiri sama dia, aku gak mau."
"Tapi, Irene,... Hei!!"
"Jangan ikutin aku!!"
Irene berjalan penuh emosi, ia kesal, entah kenapa ia kesal pada Axelle. Harusnya ia diberi tahu hal sepenting itu, tapi pria itu malah pergi seolah telah menelantarkannya begitu saja.
"Jahat banget, sumpah, loe harusnya bilang kalau mau pergi ninggalin gw, harusnya loe tanya gw mau atau nggak, harusnya loe pikirin perasaan gw dulu, harusnya..."
Irene menangis pelan, membuat semua orang menatapnya. Tapi ia tak peduli, ia harus menemukan Axelle dulu sekarang. Tiba-tiba Irene terdiam, ia melihat seseorang berpakaian serba hitam mendekatinya, Refleks Irene mundur, saat pria itu semakin dekat. Irene ingin berlari, tapi ia membeku seolah ada yang menahannya.
Tuhan, tolong aku!!