NovelToon NovelToon
GLOW UP : SAYONARA GADIS CUPU! (MISI MEMBUATMU MENYESAL)

GLOW UP : SAYONARA GADIS CUPU! (MISI MEMBUATMU MENYESAL)

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Aplikasi Ajaib
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

Hancurnya Dunia Aluna Aluna Seraphine, atau yang akrab dipanggil Luna, hanyalah seorang siswi SMA yang ingin hidup tenang. Namun, fisiknya yang dianggap "di bawah standar", rambut kusut, kacamata tebal, dan tubuh berisi, menjadikannya target empuk perundungan. Puncaknya adalah saat Luna memberanikan diri menyatakan cinta pada Reihan Dirgantara, sang kapten basket idola sekolah. Di depan ratusan siswa, Reihan membuang kado Luna ke tempat sampah dan tertawa sinis. "Sadar diri, Luna. Pacaran sama kamu itu aib buat reputasiku," ucapnya telak. Hari itu, Luna dipermalukan dengan siraman tepung dan air, sementara videonya viral dengan judul "Si Cupu yang Gak Tahu Diri." Luna hancur, dan ia bersumpah tidak akan pernah kembali menjadi orang yang sama.

Akankah Luna bisa membalaskan semua dendam itu? Nantikan keseruan Luna...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20 : MALAM SEBELUM BADAI

Malam itu, SMA Pelita Bangsa tampak seperti istana cahaya di tengah kegelapan Jakarta. Persiapan untuk acara ulang tahun ke-50 sekolah yang akan diadakan esok hari hampir selesai. Panggung megah didirikan di tengah lapangan, lampu-lampu spotlight menyapu langit, dan spanduk-spanduk mewah berkibar ditiup angin malam.

Namun, di balik kemegahan itu, sebuah konspirasi gelap sedang mendidih.

Luna berdiri di balkon kamar hotelnya yang menghadap langsung ke arah gedung sekolah di kejauhan. Ia mengenakan jubah mandi sutra hitam, memegang segelas air putih dengan tangan yang sangat tenang. Di dalam kepalanya, ia mengulang kembali setiap penghinaan yang ia terima: tepung di rambutnya, air kotor di seragamnya, dan fitnah di gudang pelabuhan.

"Semua sudah siap, Nona," suara Xavier memecah keheningan. Ia berdiri di ambang pintu geser balkon, memegang sebuah koper hitam kecil yang berisi perangkat transmisi satelit.

"Apakah Valerie sudah bergerak?" tanya Luna tanpa menoleh.

"Ya. Seperti yang kita duga, dia telah menghubungi koneksinya di kepolisian dan imigrasi. Mereka berencana menangkapmu tepat saat kamu menaiki podium besok dengan tuduhan penipuan identitas dan pemalsuan dokumen Seraphine Global," jawab Xavier. "Reihan juga sudah menyiapkan beberapa saksi bayaran yang akan bersaksi bahwa kamu adalah Luna 'si cupu' yang sengaja menjebak yayasan."

Luna tersenyum tipis. Bukan senyum ketakutan, melainkan senyum seorang pemangsa yang melihat mangsanya masuk ke dalam lubang jebakan yang sudah ia gali sendiri.

"Biarkan mereka melakukannya, Xavier. Biarkan Valerie merasa dia sudah menang. Semakin tinggi dia terbang malam ini, semakin hancur tulang-tulangnya saat aku menjatuhkannya besok pagi."

Di tempat lain, di sebuah bar eksklusif yang gelap, Valerie sedang duduk bersama Reihan. Wajah Reihan tampak lebam dan kuyu, namun matanya berbinar penuh kebencian.

"Gue udah pastiin semua anak angkatan kita bakal dateng besok," desis Reihan. "Gue juga udah nyebarin kabar burung kalau auditor Seraphine yang baru itu sebenernya pelacur yang dulu kita usir. Begitu polisi borgol dia di panggung, reputasi Seraphine Global bakal hancur, dan lo bakal jadi satu-satunya penyelamat yang tersisa, Kak Valerie."

Valerie menyesap minumannya dengan elegan. "Kamu melakukan bagianmu dengan baik, Reihan. Begitu sampah itu disingkirkan, aku akan memastikan keluargamu mendapatkan suntikan dana untuk memulai kembali bisnis kalian. Tapi ingat... jangan buat satu kesalahan pun. Aku ingin kehancuran Aluna menjadi tontonan nasional."

"Jangan khawatir," Reihan tertawa serak. "Gue punya kejutan terakhir. Gue udah nemuin bibinya Luna. Besok, gue bakal seret wanita tua itu ke panggung biar semua orang liat perbandingannya : Auditor mewah vs bibi tukang cuci yang kumuh."

Mendengar itu, Valerie tersenyum puas. Ia tidak tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil telah dipantau oleh Xavier melalui mikrofon tersembunyi yang dipasang di bawah meja bar tersebut.

Kembali ke kamar hotel, Xavier yang mendengarkan percakapan itu melalui earpiece-nya segera mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih.

"Luna... Reihan berencana menyeret bibimu ke sekolah besok," ucap Xavier dengan suara yang bergetar menahan amarah. "Dia ingin mempermalukanmu lewat Bibimu."

Luna memejamkan mata. Untuk sesaat, topeng dinginnya retak. Rasa takut dan amarah bercampur di dadanya. Namun, ia teringat pelajaran tentang "Bahasa Keheningan" dari Madam.

"Biarkan mereka, Xavier," bisik Luna.

"Apa?! Kamu mau membiarkan Bibimu dipermalukan?!" Xavier terperanjat.

Luna berbalik, menatap Xavier dengan mata yang kini berkilat tajam. "Xavier, jika kita menyelamatkannya sekarang, Reihan akan curiga dan melarikan diri. Besok pagi, tepat sebelum mereka menyeret Bibi ke panggung, tim keamanan kita yang menyamar harus sudah siap di posisi. Begitu Reihan mengeluarkannya, kita akan memutarbalikkan narasinya. Aku ingin dunia melihat betapa biadabnya seorang Reihan Dirgantara yang mempersekusi wanita tua yang tidak bersalah."

Xavier menatap Luna lama. Ia baru menyadari betapa kejamnya strategi yang disusun Luna. Luna bersedia mengambil risiko terbesar untuk memastikan musuhnya tidak punya jalan keluar.

"Sesuai perintahmu, Nona," jawab Xavier pelan. Ia menunduk hormat, menyadari bahwa gadis yang dulu ia lindungi kini telah melampaui dirinya dalam hal keberanian dan kekejaman.

Malam itu, Luna tidak bisa tidur. Ia duduk di meja kerja, menatap layar yang menampilkan draf pidato yang dikirimkan oleh Madam.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi masuk di tabletnya. Panggilan dari Madam.

"Aluna," suara wanita tua itu terdengar melalui pengeras suara. "Besok adalah hari di mana kamu akan melepaskan kulit lamamu. Apakah kamu takut?"

"Saya tidak takut, Madam. Saya hanya tidak sabar," jawab Luna tegas.

"Bagus. Ingat satu hal Seraphine bukan hanya soal uang. Seraphine adalah soal dominasi mutlak. Besok, jangan hanya hancurkan musuhmu. Buatlah mereka merasa bahwa bernapas pun adalah sebuah kemewahan yang hanya bisa mereka dapatkan jika kamu mengizinkannya."

"Saya mengerti, Madam."

"Xavier akan memberikanmu kotak berwarna merah besok pagi. Itu adalah mahkota aslimu. Gunakan dengan bangga. Aku akan melihat semuanya melalui siaran langsung dari Zurich."

Panggilan berakhir. Luna menatap ke jendela. Hujan mulai turun lagi di Jakarta, persis seperti hari di mana ia diculik. Namun kali ini, hujan tidak terasa dingin baginya. Hujan terasa seperti pencucian sebelum upacara penobatan.

Pagi Hari

Hari Jadi SMA Pelita Bangsa ke-50

Halaman sekolah sudah penuh sesak. Seluruh murid mengenakan seragam pesta, para guru mengenakan jas formal, dan para donatur duduk di barisan depan. Maya, Kevin, dan teman-temannya berkumpul di dekat panggung, mereka berbisik-bisik sambil sesekali melirik ke arah pintu masuk utama.

Reihan berdiri di belakang panggung bersama dua orang polisi yang sudah disuap oleh Valerie. Di sudut yang gelap, seorang wanita tua, Bibi Siti tampak gemetar ketakutan dengan tangan yang dipegang erat oleh anak buah Reihan.

"Tunggu aba-aba gue," bisik Reihan pada polisi itu. "Begitu dia naik dan mulai bicara, langsung sikat."

Pukul 09.00 tepat. Suara pembawa acara menggema.

"Dan sekarang, saat yang kita tunggu-tunggu. Sambutan dari Perwakilan Utama Seraphine Global sekaligus pengumuman besar mengenai masa depan yayasan kita. Mari kita sambut... Nona A!"

Musik megah diputar. Luna muncul dari balik tirai.

Namun, ia tidak lagi mengenakan kacamata hitam atau baju auditor yang kaku. Ia mengenakan gaun putih tulang yang sangat mewah dengan bordiran emas, rambutnya yang pendek ditata sangat elegan, dan di lehernya melingkar kalung berlian yang harganya bisa membeli seluruh gedung sekolah tersebut.

Seluruh penonton menahan napas. Kecantikannya begitu megah hingga suasana menjadi sangat sunyi.

Luna berjalan menuju podium. Setiap langkahnya memancarkan otoritas yang membuat Kepala Sekolah secara refleks berdiri untuk memberikan hormat.

Baru saja Luna memegang mikrofon, Reihan berlari ke tengah panggung.

"BERHENTI!" teriak Reihan dengan suara serak. "SEBAIKNYA KALIAN SEMUA JANGAN TERTIPU! WANITA INI BUKAN PERWAKILAN SIAPA-SIAPA! DIA ADALAH PENIPU!"

Reihan menunjuk ke arah polisi. "Pak! Tangkap dia! Dia adalah Aluna, si murid cupu yang kita usir bulan lalu! Dia mencuri identitas orang lain!"

Suasana menjadi riuh. Polisi mulai melangkah naik ke panggung. Maya dan yang lainnya berteriak mendukung Reihan. "Iya! Itu Luna si Cupu! Tangkap dia!"

Reihan kemudian memberi isyarat ke arah anak buahnya. "Dan liat ini! Ini adalah bibinya! Liat wanita tua kumuh ini! Apa mungkin seorang perwakilan Seraphine Global punya keluarga seperti ini?!"

Bibi Siti diseret ke panggung dalam keadaan menangis. Luna menatap bibinya, matanya berkaca-kaca sejenak, namun ia tetap berdiri tegak.

Valerie yang duduk di kursi VIP tertawa sinis. "Selesai sudah kamu, Aluna."

Polisi sudah berada di depan Luna, hendak memborgol tangannya. Luna tetap tenang. Ia tidak melawan. Ia hanya menatap kamera utama yang sedang menyiarkan acara itu secara langsung ke seluruh jaringan Seraphine di dunia.

"Apakah Anda sudah selesai, Reihan?" tanya Luna dengan suara yang sangat tenang dan jernih melalui mikrofon.

"Banyak bicara lo! Pak, bawa dia!" bentak Reihan.

Tiba-tiba, layar besar di belakang Luna menyala secara otomatis. Bukan lagi logo sekolah, melainkan wajah Madam Celine yang muncul dari Zurich.

"Lepaskan tangan kalian dari cucuku sekarang juga!" suara Madam menggelegar melalui pengeras suara raksasa, membuat polisi dan seluruh penonton tersentak kaget.

Seluruh aula membeku. Reihan pucat pasi. Valerie yang tadinya duduk santai, kini berdiri dengan wajah ketakutan yang luar biasa.

"Saya adalah Celine Seraphine," lanjut Madam. "Dan gadis yang berdiri di podium itu bukan hanya perwakilan saya. Dia adalah ahli waris tunggal dari seluruh kekayaan Seraphine. Dia adalah Aluna Seraphine. Dan siapa pun yang berani menyentuhnya atau keluarganya hari ini... akan saya pastikan membusuk di penjara paling dalam di negeri ini."

Luna mengambil langkah maju. Ia menatap Reihan yang kini jatuh terduduk di lantai panggung. Luna menoleh ke arah kamera, lalu melepaskan lencana sekolah lamanya yang sengaja ia simpan di dalam genggamannya sejak tadi, menjatuhkannya ke lantai, dan menginjaknya dengan sepatu mahalnya.

"Aku kembali," ucap Luna dingin ke arah mikrofon. "Dan hari ini... SMA Pelita Bangsa resmi menjadi milikku. Selamat datang di neraka yang baru, Reihan Dirgantara."

1
Ayu Nur Indah Kusumastuti
😍😍 xavier
Ayu Nur Indah Kusumastuti
semangat author
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!