Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.
______________
Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Jejak Tanah dan Pengkhianatan (3)
Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶
Happy reading 🌷🌷🌷
...****************...
Nayara, yang kini sudah berada di pintu dapur, tahu: Ini bukan lagi drama rumah tangga. Ini adalah pertarungan hidup dan mati.
Ia meraih pisau roti yang ada di rak, dan bersiap menghadapi perempuan yang telah menghancurkan hidupnya.
Nayara bersembunyi di balik pintu dapur. Napasnya terengah. Ia memeluk buku harian Ardan erat-erat dengan satu tangan, sementara tangan yang lain memegang pisau roti.
Langkah kaki Mira terdengar mendekat.
“Aku tahu kamu di dapur, Nayara. Jangan mempersulit diri. Berikan buku itu, dan aku akan membiarkanmu pergi. Atau, kita bisa selesaikan ini sekarang, di tempat yang sunyi ini.”
Mira muncul di ambang pintu dapur. Di tangannya, pisau lipatnya berkilat di bawah cahaya lampu dapur.
“Raynald tidak ingin membunuhmu, Nayara. Tapi aku tidak suka dia terganggu,” ucap Mira pelan. “Kamu terlalu banyak tahu. Kamu harus nya diam saja.”
Nayara menelan ludah. “Ardan mencintaimu, bukan? Kenapa kamu menyakitinya? Dia sudah memberimu segalanya!”
Mira tertawa sinis. “Cinta? Ardan hanya pion, Nayara. Dan dia sudah memilihku! Tapi aku tidak butuh cintanya. Aku butuh Cipta Raya Abadi hancur. Aku butuh balas dendam untuk ayahku yang bangkrut karena ulah Ardan lima tahun lalu. Dan kamu, kamu hanya side effect!”
Mira mendekat untuk menyerang. Nayara menghindar ke samping, pisau roti di tangannya terangkat.
“Jangan sentuh aku!” teriak Nayara.
Pisau lipat Mira menggores dinding dapur, meninggalkan jejak goresan tajam.
Mereka berputar. Nayara yang lebih kecil dan lincah, sementara Mira lebih kuat dan penuh amarah.
“Kamu pikir dengan buku itu kamu bisa menyelamatkannya? Bodoh!” seru Mira.
Mira berhasil menendang kaki Nayara. Nayara jatuh, buku harian Ardan terlepas dari genggamannya dan meluncur ke bawah kulkas.
Mira tidak peduli pada buku itu. Ia mendekat ke arah Nayara yang masih di lantai. Ia menekan Nayara dengan lututnya, pisau lipatnya terarah tepat di leher Nayara.
“Selamat tinggal, Nayara. Dan terima kasih sudah membuat Ardan tampak seperti suami yang kejam.”
Saat pisau itu turun, Nayara berteriak. Ia menendang perut Mira dengan sekuat tenaga. Mira menjerit kesakitan, tubuhnya terpental mundur.
Nayara bangkit. Ia mengambil botol kecap dari meja dan melemparkannya ke arah Mira. Botol itu pecah, mengenai wajah Mira. Mira terhuyung, air matanya bercampur dengan kecap.
Itu adalah kesempatan Nayara. Ia meraih buku harian Ardan dari bawah kulkas, dan berlari keluar rumah secepat kakinya bisa membawa.
Nayara berlari sejauh mungkin. Ia tidak tahu siapa yang harus dihubungi. Dion? Polisi?
Ia sampai di persimpangan jalan besar, terengah-engah. Ia menoleh ke belakang. Mira tidak mengejarnya. Setidaknya, untuk saat ini.
Nayara masuk ke dalam taksi yang sedang mangkal. “Tolong… ke daerah Mampang Prapatan. Tolong cepat!”
Di dalam taksi yang melaju kencang, Nayara memeluk buku harian itu. Ia melihat ke peta digital. Tujuannya: Apartemen Ardan.
Ia harus sampai di sana. Ia harus mengambil bukti di balik cermin.
Nayara membuka buku harian itu lagi, di halaman terakhir. Di samping denah apartemen, ada catatan kecil yang tidak ia sadari sebelumnya.
"Aku harus menyelesaikan ini sendirian. Aku tahu aku tidak pantas. Kamu adalah cahaya yang terlalu murni untuk kegelapan ini. Aku telah kehilangan segalanya, bahkan diriku sendiri, saat aku memilih masuk ke bisnis kotor itu. Aku tahu kamu tidak akan pernah percaya, tapi sebelum kamu meninggalkanku, Nayara, aku ingin kamu tahu..."
Nayara mengernyit. Di bawah tulisan itu, terdapat sebuah foto kecil yang diselipkan Ardan di dalam lipatan halaman.
Itu bukan foto mereka berdua. Itu adalah foto lama, hitam putih. Foto seorang pria muda dengan seragam proyek konstruksi, sedang berjabat tangan dengan seorang pria tua yang tersenyum bangga.
Nayara membalik foto itu. Di belakangnya, tulisan tangan Ardan yang rapi:
"Ayah. Proyek pertama kami, 2012."
Nayara menatap foto itu lama. Wajah pria tua itu familiar. Sangat familiar.
Ia teringat cerita Mira di dapur: “Aku butuh balas dendam untuk ayahku yang bangkrut karena ulah Ardan lima tahun lalu.”
Nayara memejamkan mata, memproses potongan teka-teki itu. Raynald adalah pelaku utamanya. Mira adalah kaki tangannya. Mira ingin balas dendam.
Tapi siapa ayah Mira?
Tiba-tiba, Nayara teringat. Ia mencari berita lama tentang kebangkrutan perusahaan konstruksi di Jakarta lima tahun lalu.
Ia menemukan satu nama: Basuki Adelio. Pemilik perusahaan kecil yang bangkrut setelah kalah tender besar dari Cipta Raya Abadi, dan kemudian menghilang secara misterius.
Basuki Adelio… Mira Adelia.
Nayara menatap foto di tangannya lagi. Foto ayah Ardan dan pria tua di foto itu.
Wajah pria tua di foto itu… persis sama dengan Basuki Adelio yang ada di berita lama.
Nayara menjerit tertahan.
Bukan. Tidak mungkin.
Ayah Ardan, lima tahun lalu, telah mengkhianati mitra bisnisnya, Basuki Adelia, ayah Mira. Ayah Mira bangkrut dan menghilang. Dan kini, Mira kembali untuk membalas dendam kepada anak dari pria yang menghancurkan ayahnya.
Ardan... adalah putra dari pria yang menyebabkan kehancuran itu.
Dan Ardan menulis: Aku ingin kamu tahu...
Di bawah foto itu, Ardan menulis satu kalimat yang membuat darah Nayara membeku:
"...Aku mengambil alih Cipta Raya Abadi bukan untuk karier. Aku mengambil alih perusahaan ayahku untuk memastikan aku bisa membayar setiap hutang karma Ayah kepadanya, Basuki Adelio. Tapi aku gagal. Aku tahu dia sudah meninggal. Dan aku yakin Raynald dan putrinya tahu yang sebenarnya. Mereka kembali untuk menguasai Cipta Raya Abadi, dan menghancurkanku. Selamatkan dirimu."
Nayara tidak bisa bernapas. Suami yang ia cintai bukan hanya Direktur Operasi perusahaan konstruksi biasa. Ardan adalah anak seorang pengkhianat, yang kembali ke bisnis itu untuk membersihkan nama ayahnya dari hutang karma, dan kini harus membayar harganya sendiri.
Taksi berhenti. Apartemen Ardan.
Nayara melenggang qkeluar, memegang buku itu erat-erat. Ia harus masuk sebelum Raynald atau Mira tiba.
Ia berlari ke lift. Tangan Nayara gemetar saat menekan lantai 18.
Di dalam lift, ponselnya bergetar hebat.
Pesan Teks (Nomor Ardan): Jangan datang nayara. Ini jebakan.
Nayara terkejut. Ardan pasti sudah tahu Mira sudah tahu.
Ia menatap monitor lift. Lantai 16.
Pesan kedua masuk. Dari nomor yang sama dengan pesan anonim yang didapatnya semalam: “Dia (Ardan) akan mati di apartemen.”
Nayara dengan cepat memencet tombol darurat lift.
Lampu lift berkedip, lift macet di antara lantai 16 dan 17.
Nayara berteriak. Ia terjebak.
Dan ia mendengar suara di interkom lift. Suara yang dingin dan tajam.
“Aku tahu kamu sudah mengambil buku itu, Nayara. Dan aku yakin kamu sudah membaca semuanya. Tapi sayang sekali, kamu tidak akan pernah bisa menyelamatkan Ardan. Aku sudah di lantai 18. Dan aku akan menunggu mu, sambil melihat dia sekarat perlahan.”
Itu suara Raynald!
Bersambung....