Di sebuah desa yang masih asri dan sejuk juga tak terlalu banyak masyarakat yang tinggal hidup lah dengan damai jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota yang sibuk.
Kegiatan yang wajar seperti berkebun, memancing, ke sawah, juga anak-anak yang belajar di sekolah.
Di sekolah tempat menuntut ilmu banyak yang tak sadar jika terdapat sebuah misteri yang berujung teror sedang menanti masyarakat lugu yang tidak mengetahui apa penyebab nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risma Dwika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Barang bawaan mereka taruh di kursi belakang.
Zaki pun bersiap untuk menginjak pedal gas, namun ia tersadar bahwa karcis parkir mobil nya lupa di taruh mana.
Mereka panik semua, dan berusaha mencari di seluruh sisi mobil.
Satu jam kemudian baru ketemu, ternyata ada di saku baju nya Zaki.
Hari sudah mulai sore, Zaki khawatir karena mereka pasti sampai rumah sudah malam.
"Kita pasti sampai rumah sudah gelap. Berdoa dulu yaaa sebelum jalan pulang".
Mereka pun dengan khusyuk berdoa agar selamat di perjalanan sampai rumah.
"Yuk a, jalan. Bismillah". Ujar neng.
Mobil berjalan menembus keramaian kota. Di tambah sore gini jam pulang kerja. Macet, menambah kekhawatiran Zaki.
'Pasti malem deh ini mah sampe rumah'. Batin Zaki.
Jalanan padat merayap. Namun, saat melewati lampu merah jalanan lancar.
Saat di perempatan menuju gerbang desa, ikhsan meminta Zaki menepikan mobilnya.
"A, sebentar ke pinggir dulu".
"Ada apa ikhsan? Kita harus buru-buru sebelum gelap". Zaki tetap menepikan mobilnya.
"Itu kok kayak neng". Ujar ikhsan.
"Ngaco aja kamu san. Ini loh neng duduk di depan". Dian mengarahkan kepala ikhsan ke arah neng yang sedang duduk di kursi depan.
"Sebentar aja a, aku pastiin". Ikhsan turun dan langsung berlari ke tepi jalan di depan.
Dengan cahaya mobil, karena hari mulai senja ikhsan terlihat berjongkok seperti sedang berbicara.
Tak lama, ikhsan kembali ke mobil dengan wajah yang terlihat tegang.
"Ada apa san?". Tanya Zaki.
"Nggak apa-apa a. Salah lihat aku, kucing ternyata besar banget. Yuk jalan a".
Zaki melihat dari kaca mobil, ikhsan nampak gelisah sekali.
Sesekali melirik ke arah kursi depan yang di tumpangi neng, adiknya.
'Apa yang ikhsan lihat yaaa. Kenapa dia gelisah banget'. Batin Zaki.
Saat memasuki gerbang desa, hari sudah gelap. Mereka mulai memasuki jalanan yang belum rata.
Masih banyak bebatuan sehingga mobil terguncang guncang.
Zaki memelankan laju kendaraan nya.
Saat ini, mereka melewati sekolah.
Saat tepat di depan gerbang sekolah, ikhsan menoleh tepat ke arah kelas yang di ujung.
Kemudian dia pun memanggil manggil nama neng.
"Neng, tunggu neng. Aa , ayo kita jemput neng dulu di situ". Ikhsan berusaha membuka pintu mobil, beruntung Zaki mengunci nya, kalau tidak pasti ikhsan sudah berlari keluar mobil.
Zaki segera menancap pedal gas nya lebih dalam. Ia khawatir terjadi sesuatu.
"Aa jangan cepat cepat, itu neng mau pulang".
"Ikhsan, istighfar kamu. Neng di sini, kamu salah lihat".
Neng hanya diam saja melihat teman nya yang biasa tenang, kali ini seperti orang gelisah.
"Neng di situ a, percaya sama aku".
"Ikhsan hey, kita sebentar lagi sampai rumah yaaa".
Dian dan Syifa juga ikut menenangkan ikhsan yang sedang mengoceh.
Ikhsan terus mengoceh kalau neng sahabat nya ada di dalam kelas.
Padahal jelas-jelas neng ada di kursi depan mobil bersama mereka.
Zaki tetap menjalankan mobil, sampai tepat di tanah kosong yang terdapat gubuk Zaki makin menancapkan pedal gas.
Tak peduli penumpang terjungkal jungkal di dalam nya.
Yang terpenting sampai rumah dengan selamat.
Zaki tak menghiraukan ucapan ikhsan, dan dia juga heran kok adik nya ini tidak bereaksi apa-apa.
Tapi dari ekspresi ikhsan, seolah-olah ucapan nya itu benar.
Benar, bahwa neng sebenarnya ada di dalam sekolah dan di tepi jalan tadi.
Tapi bagaimana mungkin?
Di saat yang sama neng ada di dua tempat yang berbeda?