Cerita ini tidak melibatkan sejarah manapun karena ini hanya cerita fiktif belaka.
Di sebuah kerajaan Tiongkok kuno yang megah namun diliputi tirani, hidup seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Hua Mulan, putri dari Jenderal Besar Hua Ren, pangeran ketiga yang memilih pedang daripada mahkota. Mulan tumbuh dengan darah campuran bangsawan dan suku nomaden, membuatnya cerdas, kuat, sekaligus liar.
Saat sang kaisar pamannya sendiri menindas rakyat dan berusaha menghancurkan pengaruh ayahnya, Mulan tak lagi bisa diam. Ia memutuskan melawan kekuasaan kejam itu dengan membentuk pasukan rahasia peninggalan ayahnya. Bersama para sahabat barunya — Zhuge sang ahli strategi, Zhao sang pendekar pedang, Luan sang tabib, dan Ling sang pencuri licik — Mulan menyalakan api pemberontakan.
Namun takdir membawanya bertemu Kaisar Han Xin dari negeri tetangga, yang awalnya adalah musuhnya. Bersama, mereka melawan tirani dan menemukan cinta di tengah peperangan.
Dari seorang gadis terbuang menja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 — Cinta yang Tak Pernah Padam
Pagi itu, embun menetes dari ujung daun bambu. Mulan terbangun perlahan, tubuhnya terasa hangat oleh sinar matahari yang menembus celah pepohonan. Ia membuka mata, melihat langit biru yang bersih, dan sejenak terdiam. Semua terasa nyata. Ia benar-benar hidup kembali sebagai manusia.
Burung-burung kecil bertengger di ranting, berkicau lembut, seolah menyambutnya. Mulan tersenyum samar, lalu duduk bersandar pada batang pohon besar tempatnya tidur semalam.
“Dunia ini… masih seindah dulu,” gumamnya.
Di kejauhan, terlihat asap tipis dari dapur-dapur rumah desa. Suara anak-anak berlari, tawa para ibu memanggil, dan derap kaki kuda para pengawal yang berpatroli dengan damai. Tidak ada teriakan perang, tidak ada denting senjata. Semua tenang.
Mulan berjalan menyusuri jalan setapak berbatu menuju desa kecil itu. Penduduk yang melihatnya menyapa ramah, mengira ia hanyalah seorang pengembara.
“Selamat pagi, nona!” seru seorang penjual roti dengan senyum lebar. “Kau terlihat lelah, silakan duduk sebentar di sini.”
Mulan tersenyum hangat dan duduk di bangku kayu. Ia menerima sepotong roti hangat dari sang penjual.
“Terima kasih,” katanya lembut.
“Aku belum pernah melihatmu di desa ini sebelumnya,” tanya penjual itu. “Apakah kau dari utara?”
Mulan menatapnya sebentar lalu mengangguk. “Aku… datang dari tempat yang jauh. Sekadar ingin melihat dunia.”
“Kalau begitu, semoga perjalananmu menyenangkan. Dunia sekarang aman. Tak ada lagi perang, berkat para pahlawan masa lalu.”
Pria itu menunjuk ke arah patung di tengah desa patung dua naga melingkar, merah dan perak, dengan seorang perempuan berdiri di bawahnya membawa pedang.
“Hua Mulan dan kaisar Han Xin,” katanya penuh hormat. “Mereka menyelamatkan dunia.”
Jantung Mulan bergetar. Ia menatap patung itu lama wajah batu yang mirip dirinya menatap ke langit, sementara di sampingnya berdiri sosok laki-laki berwajah tegas.
“Han Xin…” bisiknya hampir tak terdengar.
Ia berjalan mendekat. Di dasar patung tertulis kalimat:
“Mereka yang mencintai dunia lebih dari diri sendiri, akan hidup selamanya dalam hati manusia.”
Mulan tersenyum samar. “Jadi, begini dunia mengingat kita…”
Seorang anak kecil mendekat, membawa bunga liar, lalu menaruhnya di kaki patung. Ia menatap Mulan dengan mata polos.
“Bibi, kau mirip sekali dengan patung itu,” katanya jujur.
Mulan tertegun sesaat, lalu tersenyum lembut. “Benarkah? Mungkin karena aku juga ingin hidup seperti dia mencintai dunia dengan tulus.”
Anak itu tertawa kecil dan berlari pergi.
Mulan memandangi patung itu sekali lagi, sebelum melangkah pergi. Hatinya gelisah. Jika patung itu ada di sini… berarti Han Xin pernah benar-benar hidup di masa ini, dan mungkin jejaknya masih tersisa.
Senja mulai turun ketika Mulan tiba di lembah kecil di barat. Seorang kakek yang sedang memancing di tepi sungai menatapnya sambil tersenyum.
“Jalanmu panjang, nona muda. Kau terlihat seperti seseorang yang mencari sesuatu.”
Mulan menunduk sopan. “Aku mencari… seseorang.”
“Kekasihmu?”
Mulan menatap air sungai yang mengalir jernih, melihat bayangan dirinya sendiri di permukaannya. “Mungkin. Aku tidak tahu apakah dia masih ada.”
Kakek itu terkekeh pelan. “Jika seseorang mencintaimu dengan sepenuh hati, maka meskipun dunia berubah seribu kali, jiwanya akan tetap menunggumu di tempat yang sama.”
Kata-kata itu membuat Mulan menatapnya dengan mata membulat.
“Tempat yang sama?” ulangnya pelan.
Kakek itu menunjuk ke arah barat daya. “Gunung Jade di sanalah makam kaisar Han Xin. Tapi mereka bilang, makam itu hanya simbol. Tidak ada jasad di dalamnya. Sejak hari kematian nya, tubuhnya tak pernah ditemukan.”
Mulan membeku, jantungnya berdetak keras.
Tanpa berpikir panjang, ia berlari menuju gunung Jade itu.
Bersambung