NovelToon NovelToon
HAMIL ANAK CEO : OBSESI IBU TIRI

HAMIL ANAK CEO : OBSESI IBU TIRI

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Ibu Tiri / Pelakor jahat / Nikahmuda / Selingkuh
Popularitas:876
Nilai: 5
Nama Author: EkaYan

Dikhianati sahabat itu adalah hal yang paling menyakitkan. Arunika mengalaminya,ia terbangun di kamar hotel dan mendapati dirinya sudah tidak suci lagi. Dalam keadaan tidak sadar kesuciannya direnggut paksa oleh seorang pria yang arunika sendiri tak tahu siapa..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EkaYan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Detakan Kecil

Konfrontasi di Kantor

Pramudya duduk di mejanya, tatapannya kosong menatap layar komputer. Berita tentang dirinya sudah menyebar seperti api, dan komentar-komentar pedas di media sosial semakin membakar amarahnya. Ia tahu, Sarah sengaja memainkan kartu masa lalu mereka untuk menyerangnya. Ponselnya berdering, nama yang tak asing terpampang: Dewangga. Pramudya menghela napas panjang, mempersiapkan diri.

"Pramudya, apa-apaan ini?" Suara Dewangga terdengar berat, penuh kekecewaan bercampur kemarahan.

"Itu , kenapa gak papa tanyakan kepada istri papa !. Dia sengaja menyebarkan berita bohong tentang masa lalu kami," jawab Pramudya, mencoba menahan emosinya.

Ia membenci pria di ujung telepon itu. Bagaimana bisa ayahnya menduakan ibunya, yang saat itu sedang berjuang melawan kanker rahim, lalu menikahi wanita yang dulu pernah ia cintai? Kebencian itu membakar, namun ada rasa syukur yang aneh.

Berkat ayahnya, Pramudya tahu persis Sarah itu seperti apa. Hubungan mereka bak anjing dan kucing, penuh dengan cibiran dan pertengkaran, namun jauh di lubuk hati, Dewangga tetap peduli pada putranya.

"Berita bohong katamu? Seluruh kota membicarakannya! Kau tahu betapa sulitnya aku membangun reputasi keluarga kita, dan kau menghancurkannya dalam semalam!" suara Dewangga meninggi.

"Persetan dengan reputasi, seharusnya Papa bisa mendidik istri Papa agar tidak berbuat ulah. Aku akan selidiki ini dan jika benar ini semua ulah Sarah aku akan pastikan Sarah membayar untuk ini," janji Pramudya, giginya terkatup rapat.

"Mengurusnya bagaimana? Dengan menambah masalah lagi? Cari tahu siapa wartawan itu dan bungkam dia. Aku tidak mau ada berita lebih lanjut yang merusak nama baikmu. Akan aku urus wanita itu, Pramudya. Aku tidak ingin ada lagi keributan yang disebabkan olehnya."

Dewangga mengakhiri panggilan tanpa menunggu jawaban, meninggalkan Pramudya dalam kegelapan.

Pramudya menatap ponselnya. Ia tahu, bukan hanya reputasinya yang terancam, tetapi juga hubungan yang rapuh dengan ayahnya. Ia harus bertindak cepat.Kecurigaan yang Tumbuh

Di kediaman Dewangga, suasana makan malam terasa tegang. Sarah terus-menerus mencoba memancing reaksi Dewangga dengan komentar-komentar sinis tentang Pramudya, namun Dewangga hanya menanggapinya dengan dingin. Namun, ada sesuatu yang mengusik Dewangga. Setelah percakapannya dengan Pramudya, ia menyadari bahwa berita yang tersebar hanya fokus pada masa lalu Pramudya dengan Sarah, tanpa menyinggung hal lain. Hal ini terasa janggal.

"Mas, Pramudya itu memang selalu punya masalah dengan wanita," Sarah mencoba memulai lagi. "Dulu saya, sekarang entah siapa lagi korbannya."

Dewangga meletakkan sendoknya. "Kau tahu sesuatu yang lain, Sarah?" tanyanya datar, matanya menatap tajam.

Sarah terkejut, namun dengan cepat menguasai diri. "Tidak ada, Mas. Kenapa? Saya hanya bicara apa adanya."

"Dengar, Sarah," Dewangga mendekat, "Aku tidak tahu apa rencanamu, tapi jangan main-main denganku. Jika ada rahasia lain yang kau sembunyikan tentang Pramudya, dan itu sampai terbongkar, kau akan menyesal seumur hidupmu."

**

Sementara itu, di apartemennya , Arunika sama sekali tidak menyadari badai yang tengah melanda. Ia tetap fokus pada kehamilannya. Ia membaca sebuah artikel online tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan rutin. Kekhawatiran muncul di benaknya. Ia belum pergi ke dokter kandungan bulan ini.

Ia melihat ke perutnya yang mulai membesar. "Kita harus memeriksakan dirimu, Nak," bisiknya pada dirinya sendiri.

Arunika mencoba menghubungi Roy, namun Roy tidak mengangkat teleponnya. Ia mengirim pesan, menjelaskan kebutuhannya untuk pergi ke rumah sakit. Beberapa jam kemudian, ia menerima balasan singkat dari Roy: "Baik, saya akan atur jadwalnya."

Meskipun tanggapan Roy dingin, Arunika merasa sedikit lega. Ia tahu ia tidak sendirian sepenuhnya, setidaknya untuk kebutuhan medis bayinya. Ia berharap, di balik sikap dingin Pramudya, ada sedikit perhatian untuk calon anaknya. Ia hanya bisa berharap, perjalanan ini tidak akan seberat yang ia bayangkan.

Pagi itu, Roy gelisah. Anak bayinya demam tinggi, rewel tak henti-henti, dan istrinya terlihat kelelahan, kantung mata menghitam. Janjinya untuk mengantar Arunika ke rumah sakit terpaksa dibatalkan. Ia menghela napas panjang, merasa bersalah. Dengan berat hati, ia meraih ponselnya dan menghubungi Pramudya.

"Pram, gue minta tolong," suara Roy terdengar parau dan lelah. "Anak gue sakit dia rewel banget hari ini, gue nggak bisa nganter Arunika ke dokter kandungan. Bisa lo gantiin gue?"

Pramudya terdiam di ujung telepon. Mengantar Arunika? Setelah semua kekacauan yang terjadi? Ia ingin menolak mentah-mentah, namun tepat pada saat itu, pintu ruangannya terbuka perlahan. Sarah melenggang masuk dengan senyum manis yang Pramudya tahu menyimpan ribuan kelicikan dan rencana jahat.

"Pramudya, kita perlu bicara," ujar Sarah, suaranya dibuat-buat lembut, mengalun seperti melodi palsu.

Melihat Sarah berdiri di sana, sebuah ide melintas cepat di benak Pramudya. Ini bisa jadi kesempatan emas untuk menghindari drama yang lebih besar di kantor. "Baik, gue ke sana," jawab Pramudya pada Roy, mengabaikan Sarah yang kini menatapnya penuh tanya, kebingungan mulai terpancar di wajahnya. "Ada hal penting yang harus gue urus."

Pramudya segera bangkit dari kursinya, meninggalkan Sarah yang kebingungan di ambang pintu. Sarah mencoba memanggilnya, namun Pramudya sudah bergegas keluar ruangan, langkahnya cepat dan pasti. Ia tahu Sarah akan murka, namun pergi menemani Arunika terasa jauh lebih baik daripada terjebak dalam perangkap Sarah di kantor. Setidaknya, ia bisa menghindari konfrontasi langsung dengan wanita itu, untuk sementara waktu.

Ketika Pramudya tiba di apartemen Arunika, wanita itu sudah menunggu di lobi gedung, wajahnya sedikit pucat dan cemas. Melihat Pramudya, ada sekelebat rasa terkejut yang melintas di matanya, namun kemudian segera digantikan oleh raut lega yang tak bisa disembunyikan.

"Roy tidak bisa datang?" tanya Arunika pelan, suaranya nyaris berbisik.

"Anaknya sakit," jawab Pramudya singkat, matanya tetap lurus ke depan, menghindari tatapan Arunika. Ia masih merasa canggung dan kesal dengan situasi ini, namun ia tidak bisa membiarkan Arunika sendirian. Terlebih lagi, jauh di lubuk hatinya, ia juga ingin memastikan kondisi calon anaknya.

Perjalanan menuju rumah sakit terasa sunyi, hanya diisi suara mesin mobil yang menderu pelan. Pramudya memilih untuk tetap fokus pada jalan di depannya, sementara Arunika hanya menatap keluar jendela, pemandangan kota melintas cepat. Sesekali, Pramudya melirik perut Arunika yang mulai membesar, samar terlihat di balik bajunya.

Ada perasaan aneh menjalar di hatinya – campuran antara tanggung jawab yang tak terelakkan, penyesalan atas masa lalu, dan rasa penasaran yang tak bisa ia bantah.

Di rumah sakit, ketika perawat memanggil nama Arunika, Pramudya menghela napas. Dokter kandungan itu tersenyum ramah pada Pramudya, seolah mereka adalah pasangan suami istri yang datang untuk pemeriksaan rutin. "Silakan masuk, Ibu Arunika. Suaminya bisa menemani di dalam."

Pramudya sedikit terkejut, namun tidak ada waktu untuk menjelaskan kesalahpahaman itu. Ia pun masuk mengikuti Arunika ke ruang pemeriksaan. Dokter memulai pemeriksaan dengan teliti, suaranya ramah dan menenangkan.

Pramudya berdiri di samping Arunika, mencoba bersikap biasa, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Lalu, dokter menyalakan alat USG, dan ruangan yang sunyi itu tiba-tiba dipenuhi oleh suara detak jantung yang cepat dan teratur. Dup-dup... dup-dup... dup-dup... Pramudya menahan napas.

"Nah, dengar, Bu. Ini detak jantung bayi Ibu, kuat sekali," ucap dokter dengan senyum menawan, menunjuk ke layar monitor yang menampilkan gambar buram namun jelas. "Perkembangannya sangat bagus, sesuai dengan usia kehamilan. Ukuran janin juga normal, dan semua organnya terlihat berkembang dengan baik." menjelaskan setiap detail yang terlihat.

Suara degupan kecil itu, ritmis dan penuh kehidupan, mengisi setiap relung hati Pram. Entah kenapa, suara itu membawa serta perasaan hangat yang aneh, seolah ada seberkas cahaya yang menyelinap masuk. Rasa senang, murni dan tak terduga, memenuhi dirinya. Untuk sesaat, semua kekacauan dan masalah di luar sana seolah lenyap, hanya menyisakan keajaiban dari detak jantung kecil itu.

1
partini
wah temen lucknat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!