Amira terperangkap dalam pernikahan yang menyakitkan dengan Nakula, suami kasar yang merusak fisik dan mentalnya. Puncaknya, di pesta perusahaan, Nakula mempermalukannya dengan berselingkuh terang-terangan dengan sahabatnya, Isabel, lalu menceraikannya dalam keadaan mabuk. Hancur, Amira melarikan diri dan secara tak terduga bertemu Bastian—CEO perusahaan dan atasan Nakula yang terkena obat perangsang .
Pertemuan di tengah keputusasaan itu membawa Amira ke dalam hubungan yang mengubah hidupnya.
Sebastian mengatakan kalau ia mandul dan tidak bisa membuat Amira hamil.
Tetapi tiga bulan kemudian, ia mendapati dirinya hamil anak Bastian, sebuah takdir baru yang jauh dari penderitaannya yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Setelah selesai makan bersama, Casandra mengajak mereka untuk duduk di ruang keluarga.
"Sebastian, Amira. Mama sudah berbicara dengan Ibu Endah dan Pak Herman tentang resepsi pernikahan kalian. Apakah kalian mau jika resepsi pernikahan diadakan minggu depan?" tanya Casandra.
Sebastian dan Amira saling pandang saat mendengar perkataan dari Casandra.
"Ma, aku terserah Sebastian saja." jawab Amira sambil menatap wajah suaminya.
Sebastian memanggil Diko untuk melihat jadwal pekerjaannya.
"Apakah minggu depan aku ada meeting dengan klien penting?"
Diko membuka ponselnya dan memeriksa jadwal pekerjaan Sebastian.
"Tidak ada, Tuan. Hanya besok dan lusa anda ada undangan di Bandung menghadiri acara pembukaan hotel Tuan Alexander." jawab Diko.
Sebastian langsung tersenyum dan ia setuju dengan Casandra untuk melakukan resepsi pernikahan minggu depan.
Casandra, Ibu Endah dan Pak Herman yang mendengarnya langsung tersenyum bahagia.
"Mama akan bantu atur semuanya bersama Ibu Endah. Resepsi kalian harus sempurna, karena ini bukan hanya pernikahan, tapi juga awal baru.” ucap Casandra.
Amira menunduk malu dengan pipinya yang memerah seperti kepiting rebus.
“Terima kasih, Mama. Aku nggak pernah membayangkan bisa punya keluarga sehangat ini.”
Sebastian menggenggam erat tangan Amira yang menunduk malu.
“Kita pantas mendapat kebahagiaan ini, Sayang,” ucap Sebastian dengan suara lembut.
Setelah Casandra dan Diko pamit meninggalkan ruang tamu, Amira menyandarkan kepala di bahu Sebastian.
“Bas, bolehkah aku minta sesuatu di resepsi pernikahan kita?"
Sebastian menoleh ke arah istrinya dengan wajahnya yang sedang kebingungan.
“Sederhana? Maksudmu bagaimana?” tanya Sebastian dengan wajah yang kebingungan.
Amira menatap keluar jendela, di mana langit sore mulai berubah warna menjadi keemasan.
“Aku ingin ada satu foto kita berdua, tap kita foto bukan di studio, tapi di tempat yang indah, alami, dan penuh kenangan. Foto yang menggambarkan awal baru kita.”
Sebastian tersenyum tipis sambil menggenggam tangan istrinya.
“Tempat seperti apa yang kamu pikirkan, Sayang?”
Amira menatapnya dengan mata berbinar saat mendengar perkataan Sebastian.
“Gunung Bromo. Aku ingin kita berfoto di sana, di bawah langit subuh yang perlahan berubah warna. Aku dengar pemandangannya menakjubkan, seperti negeri di atas awan.” jawab Amira.
Sebastian merangkul pundak istrinya dan memintanya agar besok Amira ikut ke acara pembukaan hotel yang diadakan oleh Tuan Alexander.
"Hotel Alexander ada disekitar gunung Bromo. Jadi, sekalian saja kita kesana." ajak Sebastian.
Amira yang mendengarnya langsung memeluk tubuh suaminya.
Sebastian mengusap lembut punggung Amira yang masih memeluknya.
“Sayang,” ucapnya pelan, “besok pagi ikut aku ke kantor, ya?”
Amira menatap wajah suaminya dengan sedikit bingung.
“Ke kantor? Memangnya ada apa, Bas?”
Sebastian tersenyum hangat sambil merapikan rambut istrinya yang jatuh di pipi.
“Besok aku ada beberapa dokumen penting yang harus kutandatangani dulu sebelum berangkat ke acara pembukaan hotel Tuan Alexander. Setelah urusan di kantor selesai, kita langsung berangkat ke sana.”
Amira menganggukkan kepalanya ke arah suaminya.
Setelah mengobrol dengan mereka, Casandra meminta agar Sebastien mengajak Amira untuk istirahat.
"Lekas istirahat, ya. Kasihan cucu ibu, nanti." ucap Ibu Endah.
Amira tersenyum lembut mendengar ucapan Ibu Endah.
“Iya, Bu. Aku dan Bas istirahat sekarang,” ujarnya sambil berdiri dan menunduk hormat.
Sebastian menggandeng tangan istrinya menuju kamar tamu yang disiapkan khusus untuk mereka di villa.
Langkah mereka pelan, diiringi suara jangkrik malam dan aroma khas bunga kamboja yang mekar di taman belakang.
Begitu pintu kamar tertutup, suasana berubah menjadi tenang dan hangat.
Lampu kamar yang redup memantulkan cahaya keemasan di dinding, menciptakan kesan lembut dan nyaman.
Amira duduk di tepi tempat tidur, menatap ke luar jendela di mana bintang-bintang bertaburan di langit.
“Bas, aku masih nggak percaya semua ini nyata,” ucap Amira.
Sebastian berdiri sambil memeluk tubuh istrinya dari beliau.
“Apa yang nggak kamu percaya, Sayang?” tanya Sebastian.
"Bahwa aku bisa punya hidup yang tenang, keluarga yang menerima, dan suami yang menyembuhkan semua lukaku.” jawab Amira.
Sebastian tersenyum, lalu menunduk, mencium puncak kepala istrinya dengan lembut.
“Kamu layak untuk disembuhkan, Mira. Kamu layak dicintai tanpa takut.” ucap Sebastian.
Kemudian Sebastian mengajak istrinya untuk naik ke atas tempat tidur.
Amira merebahkan tubuhnya dan bersandar di dada bidang suaminya.
Sebastian mengelus-elus perut Amira dengan lembut, seolah menyapa kehidupan kecil yang tumbuh di dalam sana.
Tangannya bergerak pelan, penuh kasih dan kehati-hatian, sementara matanya tak lepas menatap wajah istrinya yang tampak damai dalam pelukannya.
“Bas,” bisik Amira lirih, suaranya hampir tenggelam oleh hembusan angin malam dari jendela yang sedikit terbuka.
“Hm?” sahut Sebastian lembut dengan jemarinya yang masih mengusap perut istrinya.
“Kalau anak kita nanti lahir, aku ingin dia punya hati seperti kamu.”
Sebastian terdiam sejenak, lalu tersenyum dan menatap mata istrinya yang berkaca-kaca.
“Kalau dia punya hati seperti aku, dia akan jatuh cinta pada seseorang seperti kamu.”
Amira tersenyum malu dan menyembunyikan wajahnya di dada Sebastian.
Suara detak jantung pria itu terdengar stabil, hangat, seolah menenangkan setiap ketakutan yang masih tersisa di benaknya.
Sementara itu di tempat lain dimana Nakula dan Isabel baru saja melakukan hubungan intim seperti biasanya.
"Kenapa cuma sebentar, Na?" tanya Isabel dengan wajah cemberut.
Nakula menghela nafas panjang saat mendengar perkataan dari Isabel.
"Aku harus lekas tidur, sayang. Karena besok kita harus berangkat pagi." jawab Nakula.
Nakula memeluk Isabel dari belakang dan memintanya untuk tidur.
"Tapi, Na. Aku belum puas." rengek Isabel.
Isabel menepis tangan Nakula yang melingkar di pinggangnya.
“Selalu saja begitu, Na. Setiap kali selesai, kamu langsung bilang capek atau harus tidur.”
Nakula membuka matanya pelan, menatap Isabel yang kini duduk dengan selimut melilit tubuhnya.
“Isabel, aku benar-benar lelah. Seharian ini aku harus berurusan dengan dokumen dari kantor pusat dan besok pagi ada meeting dengan Tuan Sebastian. Aku nggak bisa datang dalam keadaan setengah sadar.” ucap Nakula dengan nada agak tinggi.
Isabel meneteskan air matanya saat Nakula sedikit membentaknya.
"Sebenarnya aku ini penting nggak sih dihidup kamu? Apa kamu masih mencintai Amira si buruk rupa?" tanya Isabel.
Nakula yang mendengarnya langsung memeluk tubuh Isabel.
"Aku hanya mencintai kamu, Bel. Dan malam ini aku sangat lelah. Besok aku akan mengajakmu makan malam."
Isabel mendongakkan kepalanya sambil menghapus air matanya.
"Janji? Besok kita makan malam setelah kita meeting dengan Tuan Sebastian."
Nakula menganggukkan kepalanya sambil mencium kening Isabel.
Isabel kembali tersenyum dan setelah itu mereka kembali saling berpelukan.
Nakula dan Isabel sama-sama memejamkan matanya.
Dalam hitungan detik mereka berdua sudah tertidur pulas.
karna bastian mandul