Amarah, kebencian, cacian, hinaan, penderitaan, masa lalu, kesalahan dan akhir yang tragis. Kisah mana yang menurutmu belum pernah kamu rasakan?
Hidup Alma tidak pernah berjalan mulus, penderitaan sepertinya enggan menjauh dari wanita malang itu.
Plak!
"Anak sialan, tidak tahu diuntung! kamu sudah mencoreng nama baik keluarga ini dengan hamil tanpa suami dan sekarang malah bekerja ditempat kotor itu sebagai penyaji minuman!"
"Kamu sudah menyebabkan cintaku mati sebelum kami bersama, maka akan aku buat hidupmu seperti mati tetapi masih bisa bernafas!"
Lalu kemana lagi aku harus lari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wulan_Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sahabat SMA
"Kenapa Alma lama sekali?" gerutu Ibu Julia.
Tubuhnya tidak bisa diam, Ibu Julia terus mondar mandir sambil sesekali menoleh kearah belakang mencari sosok Alma.
Pak Bayu yang melihat tingkah Ibu Julia mondar-mandir akhirnya menarik istrinya itu agar duduk disebelahnya.
Pak Bayu berdecak sebal, "Kamu kenapa sih Bu mondar-mandir terus, nggak capek ya kamu?" tanya Pak Bayu sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu itu yang kenapa, kenapa sih kamu selalu saja membuat aku ingin marah! Aku sedang menunggu Alma, siapa tahu dia sudah mendapatkan uang satu miliar ku," cetusnya.
"Astaga ibu! Uang lagi?"
"Memangnya kenapa? Alma sudah berjanji dan itu harus dia tepati!"
Ibu Julia menggeser tubuhnya sambil mendelik kesal.
Beberapa saat kemudian akhirnya Alma kembali masuk, dengan cepat Ibu Julia menghampiri Alma.
"Al, bagaimana? Laki-laki tua tadi dia siapa kamu? Apa dia memberikan kamu uang?"
Alma menyipitkan matanya sambil mengerutkan kening mendengar ucapan ibunya.
"Bu, apa tidak ada hal lain selain uang?" tanya Alma dengan nada tenang. Kali ini dia malas berdebat dengan ibunya itu.
Ibu Julia menggeledah seluruh tubuh Alma hingga isi tasnya juga dia keluarkan.
"Pasti kamu menyembunyikan sesuatu, kan? Dimana kamu sembunyikan uang itu!"
Ibu Julia terus memaksa Alma mengeluarkan sesuatu yang tidak dimiliki anaknya itu. Hingga akhirnya...
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di wajah Ibu Julia.
"Aku sudah menahannya dari kemarin, Bu! Tapi kamu masih saja tidak bisa mengendalikan diri kamu sendiri! Dia itu anak kamu, apa pantas kamu memperlakukannya seperti itu?" sentak Pak Bayu yang sudah naik pitam.
Tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya, Alma hanya bisa terdiam sambil meneteskan air mata. Pak Bayu memang sudah tidak bisa bekerja dan bahkan selama ini hanya diam dirumah mengerjakan pekerjaan rumah. Tetapi Pak Bayu tidak pernah sekalipun menyusahkan Alma apalagi menambah bebannya, ini kali pertama. Pak Bayu menampar Ibu Julia untuk membela Alma.
"Kamu...." tunjuk Ibu Julia. "Kamu berani menampar aku, Pak!" sentaknya lagi.
"Berani, sangat berani! Selama ini aku selalu diam saat kamu mempermalukan aku dengan buruk, aku juga selalu diam saat kamu selalu meremehkan Alma, tapi kali ini aku tidak bisa diam karena kamu sudah sangat keterlaluan!" tegasnya.
Ibu Julia melotot kearah Alma, "Ini semua gara-gara kamu, Alma! Lihat, bapak menampar ibu karena membela kamu!"
Alma menundukkan wajahnya, dia benar-benar sudah tidak punya tenaga untuk bertengkar dengan ibunya itu.
"Hentikan, Alma tidak salah tapi kamu yang salah!" sela Pak Bayu lagi.
Disaat keadaan semakin memanas, tiba-tiba perawat datang membawa map berwarna biru.
"Nyonya Alma?"
Alma menoleh, "Iya Sus?"
Suster memberikan map berwarna biru itu kepada Alma.
"Ada beberapa obat yang harus Nyonya tebus di apotik bawah. Setelah itu Nyonya tolong bawa obat itu keruangan Dokter, Iskandar," ucap perawat.
Ibu Julia yang tadi masih emosi kini mendadak diam karena takut diusir seperti yang dikatakan security tadi.
Alma pun menerima map itu, membukanya lalu kembali menutupinya.
"Baik, Sus. Nanti saya akan berikan ini kepada Dokter Iskandar."
Akhirnya Alma pergi kelantai bawah untuk menebus obat, syukurlah dia bisa menghindari Ibu Julia kali ini.
Alma menekan pintu lift, sembari menunggu pintu lift terbuka Alma mengeluarkan ponsel miliknya untuk memeriksa pesan. Dan benar saja, sudah banyak pesan masuk yang belum dia baca. Namun, ada satu pesan yang mencuri perhatiannya.
(Unknown)
("Bagaimana? Apa kamu menikmati permainan ini?")
Alma meremas ponsel miliknya dengan kuat, pesan itu jelas adalah ancaman untuknya dan apa mungkin ini ada kaitannya dengan sikap Tuan Cemal tadi yang langsung berubah drastis?
"Siapa sebenarnya pengirim pesan ini? Kenapa dia selalu meneror aku?" gumam Alma.
Teng.
Pintu lift terbuka.
Alma menekan tombol menuju apotik, lalu wanita itu kembali menyimpan ponsel miliknya kedalam saku celananya.
Satu Jam yang Lalu
"Tuan Cemal, ada apa? Kenapa wajah Tuan Cemal terlihat tegang?"
Tuan Cemal langsung menyimpan ponsel miliknya, mimik wajah yang tadinya ramah berubah menjadi dingin.
"Tidak ada apa-apa, Al. Emm, sebenarnya aku masih ada urusan, sebaiknya kamu kembali kedalam dan aku permisi pamit dahulu," ucap Tuan Cemal.
Alma mengerutkan keningnya, kenapa rasanya ada yang aneh?
Alma menghentikan langkah Tuan Cemal, "Tuan tunggu sebentar," sergahnya.
"Ada apa, Al?"
"Soal biaya penyembuhan untuk Rose, apa Tuan masih berkenan memberikan keringanan kepada saya?" tanya Alma dengan hati-hati.
Tuan Cemal menggaruk pelipisnya sambil menghela nafas.
"Untuk itu aku akan tanyakan terlebih dahulu kepada direktur rumah sakit ini, Al. Tetapi aku minta maaf jika tidak bisa membantu kamu, aku harap kamu mengerti," ucap Tuan Cemal sembari melengos pergi bersama bodyguard nya meninggalkan Alma sendirian.
Wajah Alma terlihat bingung, setelah Tuan Cemal menerima pesan tadi tiba-tiba saja ekspresi wajahnya berbeda, dan kini ucapan Tuan Cemal berbeda dengan ucapan sebelumnya yang sangat antusias ingin membantu Alma meringankan biaya pengobatan untuk Rose.
"Apa mungkin istri Tuan Cemal tahu jika dia ingin membantuku dan mendadak membatalkannya karena takut?"
Teng..
Lamunan Alma buyar seketika saat lift terbuka lebar.
Alma keluar dari dalam lift lalu berjalan menuju apotik yang ada di depan.
"Permisi, saya ingin menebus obat ini."
Alma menyodorkan map berwarna biru itu kepada penjaga apotik lalu perawat segera menyiapkan obat yang dibutuhkan Alma.
Ping
ponsel Alma berbunyi, satu DM masuk lewat aplikasi Insta miliknya.
"Aku menemukan kamu, Nona." (Emot mata berkedip)
"Ya Tuhan, pemuda ini lagi?" Alma tersenyum konyol mengingat kejadian kemarin malam bersama Gevan.
"Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan jawaban untukku?"
Pesan kembali masuk.
"Konyol!" gumam Alma sambil menggelengkan kepalanya.
Andai saja umur Gevan saat itu ada di atasnya mungkin Alma akan memikirkan tawaran konyol dia. Tetapi mengingat umurnya yang jauh dibawah Alma, mungkin keluarga pemuda itu akan menentang, Alma memang akan mendapatkan uang, tetapi mungkin hidupnya akan banyak tertekan.
Alma kembali mematikan ponsel miliknya, dia benar-benar tidak ingin terlibat dengan pemuda itu.
"Nyonya."
Perawat memanggil Alma dan menyodorkan obat yang diminta dokter.
Alma mengambil bungkusan putih itu, "Terima kasih, Sus," ucap Alma.
Wanita itu pun kembali masuk kedalam lift untuk naik ke lantai atas.
Ditengah perjalanan seorang pria memangil Alma dari kejauhan.
"Alma?"
Alma menoleh, tak disangka ternyata yang baru saja memanggilnya adalah Arga, teman SMA nya.
"Arga?" Alma segera menghampiri pemuda itu.
"Ternyata benar ini kamu, kamu apa kabar?" tanya Arga.
Alma tersenyum bahagia, tak percaya yang dia lihat saat ini adalah sahabat laki-lakinya waktu sekolah. Arga bukan hanya teman yang baik tapi dia adalah sahabat laki-laki yang sempurna, dahulu Alma dan Arga sangatlah dekat, mereka selalu dianggap pasangan yang serasi karena kedekatannya yang seperti seorang kekasih. Arga adalah satu-satunya teman Alma saat di sekolah, karena Alma adalah orang yang sangat menutup dirinya. Namun, kehidupannya hancur seketika saat pria itu datang merenggut kesuciannya dan bahkan membuatnya hamil. Setelah itu Alma tidak berani keluar rumah bahkan memutuskan untuk keluar dari sekolah. Namun, bangkai tidak selamanya dapat ditutupi, isu bahwa Alma hamil menyebar luas hingga tetangga disekitar rumahnya ikut menggunjing lalu mereka diusir dari kampungnya sendiri.
"Aku baik," jawab Alma dengan mata berkaca-kaca.
"Aku tidak percaya kita bertemu di sini, apa yang sedang kamu lakukan disini Al?"
Alma tersenyum tipis.