Azura Claire Morea, seorang dokter muda yang terpaksa membuat suatu kesepakatan bersama seseorang yang masih berstatus pria beristri.
Ya, dia Regan Adiaksa Putro, seorang kapten TNI AD. demi kesembuhan dan pengobatan sang ibu Azura terpaksa menerima tawaran sang kapten sebagai istri simpanan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIMPANAN KAPTEN 27
"Udah kepake semua, untuk nikahan bapak!"
Deghh...
Rasanya, azura ingin memaki. Betapa tidak tahu malunya pria itu. Pria yang seumur hidupnya, Ia habiskan untuk menyakiti dan merendahkan azura.
Namun, pria itu menggunakan uang yang berasal dari azura untuk nikahannya?
Azura menutup mata, tak percaya dengan apa yang baru saja Ia dengar dari adiknya ini.
"Nazirah, tega yah kalian! Ibu sedang sakit, bukannya ngejagain ibu, kalian malah menggunakan uang untuk biaya berobat ibu untuk hal yang... Ya Tuhan, ampuni orang-orang ini," azura meremas rambutnya, tak dapat menerima semua ini.
"Lagian, kakak kan bisa nyari duit lagi," ujar nazirah santai.
"Nyari duit lagi? Kamu pikir duit sebanyak itu, petik di pohon?"
"Lah terus kakak ngapain disini? Kerja sana, biar bisa hasilin duit yang banyak untuk biaya berobat ibu," ketus nazirah.
"Ya udah, mana, berikan ATM ibu!"
Nazirah segera merogoh tas selempang yang bergelantung di tubuhnya, dan memberikan apa yang di minta azura.
Azura segera berlalu dari sana. Ia tidak ingin berlama-lama di tempat itu, sebab hanya mengundang amarah dan rasa sakit hati.
Setelah kembali ke rumah sakit, ibunya menanyakan perihal uang itu.
Azura yang kesal, mengatakan yang sebenarnya, bahwa uang itu sudah tidak ada, sudah habis di gunakan nazirah dan ayah tirinya.
Namun, digunakan untuk apa, azura tidak berani mengatakannya. Dia hanya kesal karena mereka tidak menghargai uang pemberian regan untuk biaya berobat ibunya.
"Maaf yah kak, kakak udah berusaha, lalu duitnya dipake habis kek gitu," ujar ibu azura merasa tidak enak dan sedih karena uang pemberian putrinya itu disalah gunakan oleh dua orang yang sama sekali tidak berkontribusi untuk kesembuhannya.
Yang mereka lakukan, hanya mengancam dan memarahi azura, saat membutuhkan uang.
"Kok jadi Ibu yang minta maaf? Kakak gak marah sama ibu, kakak marah sama zirah dan bapak. Bisa-bisanya mereka ngabisin duit berobat ibu untuk hal yang gak penting."
Azura tertunduk lesu. Sebenarnya bukan masalah uang yang Ia ributkan.
Namun pernikahan pria berusia 45 tahun itu, yang membuat dirinya terus saja mengomel. Ia tidak sudi, uang pemberian suaminya, digunakan untuk keperluan bapak tirinya itu, apalagi untuk keperluan pernikahan, rasanya Ia ingin meneriaki ayah tirinya itu, untuk menumpahkan semua kekesalannya.
ibunya azura, tidak tahu harus berkata apa. Ia pun kasihan melihat kemarahan putrinya, namun tidak banyak yang bisa Ia lakukan selain mendengarkan keluhan putrinya itu.
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya azura sadar, bahwa kemarahannya ini, akan membawa rasa sedih pada ibunya.
Ia segera meraih tangan yang sudah sangat kurus itu, sembari mencium dan meletakkannya di pipinya.
"Bu... Maafin kakak yah! Kakak udah marah-marah, buat ibu gak nyaman. Maafin kakak, Bu!"
Ibunya azura tersenyum, dan mengusap lembut kepala putri cantiknya itu.
"Jangan minta maaf, ndok! Kamu ndak salah, kamu pantas marah. Jadi... Kalau udah selesai marahnya, sini peluk ibu! Ibu pengen meluk kamu sebanyak mungkin. Ibu takut, gak akan bisa meluk kamu lagi, ndok!"
Azura segera berbalik menatap ibunya dengan wajah sedih.
"tidak, Ibu akan hidup sampai tua, bersama Kakak. Kakak gak ngijinin ibu pergi ninggalin kakak. Tolong jangan ngomong kek gini lagi yah! Hati kakak sakit, dengernya." ibu memeluk putrinya itu erat-erat.
Setelahnya, azura segera menyuapi makan siang untuk ibunya dan membiarkan ibunya beristirahat.
Kini, wanita itu hanya duduk sendiri. Dan disaat seperti ini, regan akan terus memenuhi kepalanya.
Pertanyaan tentang hubungan mereka, kedepannya akan seperti apa? bagaimana cara agar dirinya bisa melupakan suaminya itu? Apa yang membuat regan tiba-tiba bersikap dingin padanya?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu, tidak memiliki jawaban, sebab pria itu seperti telah menjauh darinya.
Sudah empat hari sejak Ia berangkat meninggalkan kota Wamena dan transit di Jayapura selama sehari dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Jakarta dan ini adalah hari keempat. Tak ada kabar sedikitpun dari regan.
Pesan yang azura kirimkan tidak Ia balas, panggilan telepon pun tidak dijawab. Namun mulai kemarin, nomor regan mendadak tidak bisa lagi dihubungi.
Azura sempat berfikir, bahwa pria itu telah memblokir nomor teleponnya.
Namun, Ia buru-buru menepis pikiran itu. Dia tidak ingin berprasangka buruk pada prianya itu, sebab Ia tahu, keadaan disana yang baru saja menikmati jaringan Telkomsel. Namun, mungkin sedang ada kendala, sehingga pria itu tidak bisa dihubungi.
***
Hari berganti, kini sudah enam hari berlalu. Selain regan yang tidak ada kabar, nazirah dan ayahnya, satu kali pun, tidak datang untuk menjenguk Ibunya.
Azura tidak mempersoalkan tentang ayahnya, karena azura tahu, ayahnya itu sudah menikah lagi. Namun nazirah, apa yang gadis itu pikirkan, sampai-sampai, dia tidak datang untuk menjenguk ibunya.
Ibunya pun tidak bereaksi apa-apa saat sudah berhari-hari, tidak dikunjungi oleh suaminya. Bahkan ketiadaan nazirah seperti angin segar untuk ibunya.
Dia seperti hanya ingin, menghabiskan waktunya dengan azura seorang.
Belakangan, Ia terus menceritakan tentang masa kecil azura, betapa mereka bahagia saat hidup berdua di Bali.
Ibunya, merindukan masa-masa itu. Masa-masa dimana dia tidak membuat azura harus berjuang sendiri untuk kesembuhannya.
Terkadang Ia termotivasi, sebab azura berjanji akan menikah secepatnya dan memberikannya cucu yang cantik dan tampan. Hal-hal itu membuat ibu azura sangat bahagia.
Namun saat Ia begitu kesakitan dan melihat air mata yang menetes di pipi putrinya itu, hatinya merasakan sakit, dan berfikir, bahwa akan lebih baik, jika dirinya tidak ada. Putrinya itu hanya akan fokus dengan pekerjaannya dan mengejar karirnya.
Siang itu, azura berencana untuk mencari seseorang yang sekiranya bisa mengurus ibunya. Saat Ia harus kembali ke klinik pangkalan militer.
Namun, Ia tidak menemukan siapapun. Ia berniat untuk kembali ke rumah sakit, namun Ia ingin membelikan sesuatu untuk Ibunya. Ia memutuskan untuk singgah di sebuah cafe dan memilih apa yang akan Ia pesan.
Tiba-tiba, ada beberapa anak sekolah yang masuk kedalam cafe itu juga. Mereka sedikit berisik saat masuk.
Namun diam, saat sudah berada di tempat duduk yang ternyata tidak jauh dari azura.
Azura hanya sekilas menatap mereka, lalu kembali menunduk dan menuliskan pesanannya. Namun detik kemudian Ia membelalakkan matanya, saat mendengar anak-anak itu kembali berbicara.
Ia segera mengangkat wajahnya dan menatap ke arah mereka. Pikirannya melayang jauh ke Papua, sebab keempat anak itu berbicara dengan dialek Papua, meskipun hanya seorang diantara mereka yang berambut keriting, namun mereka semua menggunakan dialek yang sama.
"Ehh, tar dulu," azura menatap gadis berambut keriting itu lekat-lekat. Ia kemudian berdiri dari dudukannya dan berjalan perlahan menghampiri mereka.
"He-helen!" Gadis itu segera berbalik karena namanya di sebut.
"Ehh, Kakak dokter!" Sapa gadis itu.
Azura tersenyum bahagia. Ia segera memeluk gadis itu erat-erat. Mereka berdua sama-sama terlihat sangat bahagia.
"Dek, ko sekolah di sini kah?"
"Iyo kakak, sa sekolah di Bekasi sini," jawab Helen.
"Oh ya kak, kenalan dengan sa pu teman-teman nih!" ujar Helen.
Mereka akhirnya berkenalan satu sama lain. Namun, yang membuat azura terheran-heran, meskipun ketiga temannya ini memiliki kulit yang putih dan rambut yang lurus.
Namun dialek yang mereka gunakan adalah dialek Papua. Mereka membuat azura begitu merindukan suaminya.
"Kamu tiga nih, orang apa sebenarnya? Kok rambut lurus, kulit putih, tapi dialeknya...?"
Mereka tertawa terbahak-bahak.
"Kakak, mereka tiga ini, orang Jawa yang lahir dan besar diPapua, jadi beginilah dialek mereka, sudah mendarah daging."
Azura tertawa sejadi-jadinya. Ia senang bisa bertemu ke-empat orang itu disana. Mereka mulai bercakap-cakap.
Azura akhirnya mengatakan tujuannya ingin mencari orang yang bisa membantu mengurus Ibunya, namun tidak menemukannya. Sedangkan Dua hari lagi, Ia sudah harus kembali ke Mes. Untuk mulai bekerja di klinik pangkalan militer.
Setelah pembicaraan panjang kali lebar, entah mengapa, ketiga anak sekolah itu, memutuskan untuk membantu azura melakukan hal itu.
Mereka ada yang sekolah pagi dan siang. Mereka bisa bergantian untuk membantu ibunya.
Ibunya, sebenarnya setelah kedatangan azura dia sudah sangat membaik. Cuma yang dikhawatirkan jika Ia mengalami drop, harus ada seseorang yang mendampinginya agar bisa bertindak membawanya ke rumah sakit, sebab rencana besok mereka akan pulang ke rumah.
Rumahnya pun, azura mengontrak rumah, yang agak luas, dengan tiga kamar. Satu kamar untuk dirinya dan ibunya, satu kamarnya lagi, untuk ketiga gadis itu, sebab gadis yang satunya tinggal bersama keluarganya dan tidak mungkin di beri ijin.
Dan kamar satunya lagi, dibiarkan kosong. Rumah itu juga telah dilengkapi dengan seluruh peralatan rumah tangga, jadi mereka hanya perlu membawa pakaian mereka.
Setelah dil dengan pemilik kontrakan, mereka gegas membersihkan rumah itu. Helen dan kedua temannya, sebelum ini, tinggal di kosan dekat dengan kontrakan itu, sebab dekat dengan sekolah mereka. Kini mereka harus memindahkan barang dari kosan mereka ke kontrakan.
Setelah semuanya beres, mereka bergegas ke rumah sakit, Di sore hari.
Setibanya di sana, ibunya azura menatap mereka dengan tatapan bingung.
Sllu nunggu ka othor up
bab super mewek..
ayo zura jgn putus asa..
ceritanya makin seru
knp yang baca sedikit?
setiap baca tiap bab selalu penasaran lanjutannya
terima kasih kak author
💖
jd satu" masalah beres
kasian juga
lanjut dong