NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:382
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

Bianca berdiri diambang pintu kamar yang diduganya sebagai kamar Marvin, kamar itu sudah sangat berantakan, banyak barang yang berserakan seperti habis ada gempa dasyat disana. Bianca masih terpaku ditempatnya melihat Saka yang berusaha menenangkan sepupunya namun tidak berhasil.

“Kak Marvin.” Panggil Bianca lembut sambil maju secara perlahan. Panggilannya tidak dihiraukan pria yang masih sibuk dengan pisau lipat kecil yang ada dalam genggaman pria itu.

Bianca memanggil Marvin sekali lagi, dengan sedikit lebih keras tapi masih penuh ketenangan dan kelembutan supaya pemuda itu dapat mendengarnya. Bianca sudah berada di hadapan pria itu, menggenggam lengan pria itu yang memegang pisau dan meraihnya dengan lembut. Marvin mengangkat wajahnya dan menemukan Bianca dihadapannya. Ia melemahkan pegangan pada pisau kecil itu.

Dengan perlahan Bianca mengambil alih pisau kecil dalam genggaman Marvin dan menyerahkannya kepada Saka. Secara tiba-tiba Marvin langsung memeluk wanita di hadapannya, airmata pria itu juga luruh dari matanya tanpa permisi. Meski diselimuti keterkejutan, tanpa sadar dan entah dorongan darimana Bianca membalas pelukkan Marvin, seolah memberikan ketenangan untuk pria di hadapannya.

Dalam pelukkan Marvin, Bianca memberikan bisikan tanpa suara pada Saka untuk membawakan kotak P3K agar dia bisa mengobati pergelangan Marvin yang sudah mengeluarkan darah karena goresan dari pisau kecil tadi.

“Kak Marvin, aku ijin obatin tangan kakak ya.” Bianca dengan perlahan melepaskan pelukannya pada Marvin, masih dengan mata yang fokus pada Marvin ia mengambil kotak P3K dari tangan Saka, tanpa menunggu persetujuan Marvin, Bianca kemudian membawa pria itu untuk duduk di tepi tempat tidur dan meraih pergelangan tangan Marvin yang terluka. Dengan telaten Bianca mengobati pergelangan Marvin sesekali wajah pria itu tampak menahan perih tapi tidak ada tangisan kesakitan disana.

“Boleh aku tahu kenapa Kak Marvin melakukan ini?” tanya Bianca tenang dan lembut, suara yang disukai Marvin belakangan ini. Marvin menatap Bianca, sorot matanya menampilkan luka itu lagi, luka yang pernah Bianca lihat di ruang konsultasinya. “Kalau Kak Marvin gak mau cerita gak apa-apa, tapi boleh kami menemani kakak disini?” tanya Bianca lagi karena melihat Marvin hanya menatapnya lama dan tidak memberikan jawaban. Marvin mengangguk menanggapi pertanyaan terakhir Bianca.

Bianca merapikan kotak P3K yang tadi digunakannya dan menyerahkan kembali kepada Saka, lalu Bianca mengajak Marvin untuk keluar dari kamarnya menuju ruang tamu. Bianca meminta tolong kepada ART di rumah itu untuk membuatkan Marvin segelas cokelat panas, kemudian dirinya mengambil posisi untuk duduk disebelah Marvin. Marvin, Saka, Intan dan dirinya saat ini sudah berada di ruang tamu.

Tidak ada obrolan hanya keheningan yang memenuhi ruang tamu itu, Bianca memejamkan matanya, kejadian tadi kembali terlintas dalam benaknya. Rasa takut yang menghinggapi dirinya ketika melihat apa yang dilakukan Marvin, dorongan untuk mengambil alih keadaan, ada sesuatu yang memaksanya untuk memeluk pria itu memberikan ketenangan dan kehangatan. Tanpa ia sadari satu bulir air matanya luruh, dengan cepat Bianca menyekanya.

“Mba Bianca.” Panggil Marvin yang kemudian kembali terdiam. Bianca tersadar dari pikirannya dan menoleh ke arah sumber suara menatapnya teduh dan tersenyum lembut.

“Jika Kak Marvin mau, kakak boleh memanggilku Caca.” Ucapan Bianca menyejukkan hati Marvin sekali lagi.

“Boleh saya bicara berdua denganmu?” tanya Marvin pelan. Bianca mengangguk menyetujui.

“Kalau gitu tante dan Saka ke dalam dulu.” Ujar Intan sambil bangkit berdiri, namun tidak melanjutkan langkahnya ketika melihat keponakannya menggelengkan kepala.

“Aku akan pakai ruang kerjaku, tante.” Sahut Marvin sambil bangkit berdiri yang diikuti oleh Bianca, keduanya melangkah meninggalkan ruang tamu menuju ruangan yang tidak jauh dari sana.

Saka memerhatikan kedua orang yang mulai meninggalkan ruang tamu dan menghilang dibalik pintu ruang kerja Marvin itu, ada rasa cemburu yang mulai merayap tapi dengan cepat Saka menepis semua perasaannya.

Marvin menutup pintu ruangan itu dan mempersilahkan Bianca duduk. Bianca mengambil posisi di sofa yang ada di ruangan itu, sedangkan Marvin memilih sofa single yang ada di sebelah kanan Bianca.

“seharusnya aku mati saat kecelakaan kemarin.” Suara Marvin terdengar memecah keheningan yang menghinggapi mereka beberapa saat lalu. Bianca tercekat mendengar pria itu mengatakannya dengan gamblang.

“Mengapa Kak Marvin berpikir begitu?” tanya Bianca pelan dan hati-hati.

“jika aku mati, semuanya akan lebih baik.” Lanjut Marvin sambil meremas jemarinya, menghiraukan pertanyaan Bianca. Bianca diam, menunggu apa selanjutnya yang akan pria ini katakan. “aku sudah melakukan segala hal yang ibuku inginkan, hanya menghilang untuk selamanya yang belum bisa aku penuhi, mungkin setelah yang satu itu aku penuhi ia akan puas.” Bianca bisa melihat airmata yang sudah siap tumpah dari pria di hadapannya.

Bianca masih terdiam, lidahnya kelu mendengar setiap penuturan Marvin. Secara refleks Bianca memajukan posisi duduknya supaya lebih dekat dengan Marvin dan meraih tangan pria itu, menggenggamnya, membuat pria yang sibuk dengan pikirannya itu terkejut.

“Aku tidak akan mengoreksi apapun dari pikiran yang sedang memenuhi kepala kakak. Tapi Kak Marvin berharga. Waktu hidup bukan menjadi urusan manusia, Kak tapi kehendak yang kuasa.” Tutur Bianca lembut, tindakan dan perkataan refleks yang baru saja dilakukan wanita itu berhasil membuat dirinya sendiri terkejut. Tidak biasanya ia akan melakukan hal itu.

Marvin tertegun mendengar penuturan Bianca, kata berharga yang disematkan Bianca adalah suatu kata kebohongan baginya, tapi ketika kata itu terucap dari mulut wanita yang sudah berhasil menarik dirinya bagai magnet, itu terdengar seperti sebuah harapan.

“Bagaimana cara mengampuni diri sendiri?” tanya Marvin, Bianca melepaskan genggaman pada tangan Marvin dan menatap pria itu.

“dalam hal apa Kak Marvin ingin mengampuni diri sendiri?” Bianca balik bertanya. Marvin memejamkan mata, berpikir. Setiap kali berbicara dengan Bianca ia selalu memaksa dirinya berpikir dan menanyakan kepada diri sendiri pertanyaan yang Bianca lontarkan, setelah diam dan bertanya pada diri sendiri akhirnya Marvin menggeleng.

“Aku tidak tahu.”

“Apa yang masih mengganjal di hati Kak Marvin?” tanya Bianca lagi, dan sekali lagi Marvin terdiam kembali menanyakan hal itu ke dirinya sendiri.

“Aku...” ujar Marvin tidak menyelesaikan kalimatnya, seperti biasa Bianca sabar menunggu sampai Marvin bisa melanjutkan kalimatnya. “aku, aku hanya ingin merasa memiliki dan dimiliki oleh keluargaku.” Suara Marvin lemah, seolah itu adalah hal yang mustahil. “tapi, meskipun aku berusaha, ibuku tetap membenciku.” Lanjut Marvin.

“Apa Kak Marvin juga membenci ibu kakak?” tanya Bianca, Marvin memalingkan matanya, menatap foto keluarga yang ia pajang di ruangan itu. Biancapun memerhatikan foto keluarga itu dan terkejut ketika melihat gantungan boneka yang sama seperti yang ia gantung di tasnya berada di tangan anak perempuan yang terasa familiar dalam ingatan Bianca, anak perempuan itu seperti mirip dengan adik kelasnya di bangku sekolah dasar.

“sepertinya tidak, aku hanya membenci diriku sendiri karena membuat ibuku merasa memiliki anak sial yang tidak bisa memenuhi harapannya.” Jawaban Marvin kembali mengingatkan Bianca tentang harapan besar yang orangtuanya taruh di pundaknya, tapi karena keegoisannya ia memilih untuk mengabaikan harapan Bram dan Vivi. Sedangkan pria di hadapannya selalu berusaha dengan segala cara untuk bisa memuaskan harapan orangtuanya tapi selalu merasa gagal memenuhinya.

“mengapa Kak Marvin berpikir seperti itu?” tanya Bianca lagi, ia mengalihkan kembali fokusnya, berulangkali mengingatkan dirinya bahwa ini bukan tentang Anindia Bianca Maheswari tapi tentang Arkana Marvin Dirgantara.

“Bukan pikiranku, tapi perkataan ibuku.” Bianca menyadari luka pria ini sedang terkoyak, seketika Bianca teringat cerita Saka mengenai pertemuan Marvin dan orangtuanya secara tidak sengaja siang tadi.

“Apa Kak Marvin mau menceritakan kepadaku apa yang terjadi?” tanya Bianca lembut. Marvinpun mengangguk dan mulai bercerita tentang pertemuan tadi siang dan perkataan Febi yang berhasil memicu emosinya. Bianca menyimak dengan seksama meskipun terkadang hatinya seperti diremas ketika mendengar cerita Marvin.

“Bahkan mengetahui aku kecelakaan tidak membuatnya merasa iba.” Tutur Marvin sebelum menyudahi ceritanya.

Bianca berusaha mencerna setiap cerita Marvin, pengulangan dari perkataan ibunya yang Marvin lontarkan membuat Bianca menemukan sesuatu yang disembunyikan rapat oleh ibu dari pria dihadapannya, wanita yang dipanggil Marvin ibu seperti menyembunyikan rindu dibalik sikap tidak ramahnya, seolah tidak tahu bagaimana membuat putranya pulang. Menyudutkan dan membuat putranya merasa bersalah dengan kondisi orangtua yang semakin menua menjadi cara untuk mengancam putranya agar mempertimbangkan untuk kembali. Tapi Marvin yang terluka malah melihat itu dari sudut dan cara yang berbeda.

“Kak Marvin, aku ingin menyampaikan sesuatu, tapi aku menyampaikan ini sebagai teman Kak Marvin, bukan sebagai Psikolog yang sedang mendampingi Kakak.” Ujar Bianca setelah menimbang cukup lama untuk berani menyampaikannya.

“Kakak harus bisa menerima kematian adik Kak Marvin, keadaan keluarga kakak yang sudah renggang sejak lama, dan menerima bahwa ibu Kak Marvin adalah orang yang kak Marvin kenal setelah kematian adik kakak. Setelah kakak bisa menerima keadaan tersebut, baru Kak Marvin akan bisa melepaskan pengampunan untuk diri kakak dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Tutur Bianca panjang lebar, setiap ucapannya berhasil membuat matanya dan Marvin berembun. Marvin meluruhkan tubuhnya di sofa melepaskan semua ketegangan yang menyelimuti dirinya sedari tadi, ucapan Bianca mampu membuatnya kembali bernafas, tidak ada nada menyalahkan atau menghakimi, bahkan tidak ada paksaan untuk memperbaiki.

“sesuatu yang sudah pecah memang akan sulit untuk diutuhkan kembali, Kak. Tapi bukan berarti tidak bisa diperbaiki, Cuma hasilnya tidak akan sama.” Lanjut Bianca lagi.

“Terima kasih, Ca.” Ujar Marvin setelah Bianca selesai menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan, ada angin sejuk yang menenangkan berhembus di hatinya. Bianca mengangguk dan tersenyum mendengar panggilan yang disematkan Marvin barusan.

Tanpa Bianca sadari, salah satu pintu yang ia tutup karena penghianatan yang pernah ia alami saat ini perlahan mulai menampakkan celahnya.

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!