Luna punya segalanya, lalu kehilangan semuanya.
Orion punya segalanya, sampai hidup merenggutnya.
Mereka bertemu di saat terburuk,
tapi mungkin… itu cara semesta memberi harapan baru..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHRESTEA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Silence
Sudah berminggu-minggu sejak video skandal Luna menyebar, dunia Luna berhenti dengan cara yang tidak pernah dia bayangkan.
Kontrak iklan resmi dibatalkan.Dua brand besar menarik kerja sama tanpa memberi kesempatan untuk klarifikasi. Dan ponselnya yang dulu ramai menawarkan pekerjaan,kini hanya benda mati yang terus bergetar dengan pesan yang tak ingin dia baca. Setiap kata di berita terasa seperti serpihan kaca kecil yang menusuk pelan.
⸻
Lagi-lagi langit New York mendung. Jalanan tetap ramai seperti biasa, tapi apartemen Luna tetap sunyi. Seakan tak ada kehidupan di dalam sana. Hanya lampu kecil yang menerangi ruangan sebesar itu.
Ia duduk di depan cermin meja rias, menatap makeup mahalnya yang sudah berhari-hati tidak dia gunakan. Hatinya terasa sesak, banyak penyesalan yang menyusup kedalam hatinya.
Ponsel Luna bergetar, nama Luca muncul di layar. Dia menggeser tombol hijau.
“Kamu baik-baik aja?” suara manajernya dari ponsel terdengar pelan, ragu.
“Aku baik,” jawab Luna pendek.
Luca menghela nafas panjang di seberang telepon.
"Maaf, aku tidak bisa membantu apapun. Kai, juga sudah berusaha tapi masalah ini terlalu sulit."
"Aku tau, kalian sudah berusaha." jawab Luna lirih.
"Aku harap semua cepat selesai."
"Iya." jawab Luna, lalu mematikan panggilan telepon.
⸻
Di lantai bawah, media sudah mulai berkemah di depan gedung apartemennya. Mereka menunggu, berharap Luna keluar dan memberikan wajah sedih yang bisa dijadikan headline baru.
Tapi Luna tidak keluar. Ia hanya menatap dari jendela tinggi, melihat banyak orang berkumpul di bawah sana sambil membawa banyak kamera.
Dunia hiburan memang begitu cepat mencintai, tapi lebih cepat membenci.
Sore itu, seseorang mengetuk pintunya.
“Room service!” suara lembut, tapi Luna tahu ia tidak memesan apa pun. Ia menunggu, berharap suara itu pergi. Tapi yang terdengar hanya ketukan lagi, kali ini lebih pelan, sabar, seperti seseorang yang tidak ingin memaksa.
Ia mendekat, melihat dari lubang kecil di pintu. Seorang pria berdiri di luar, mengenakan jas hitam dengan tanda agensi kecil di sakunya.
Kai Donovan.
CEO yang dulu mempercayainya ketika tidak ada yang mau. Dan pria yang kini harus berhadapan dengan fakta bahwa karier artis andalannya nyaris berakhir.
“Aku cuma mau pastikan kamu makan,” katanya saat Luna akhirnya membuka pintu.
“Aku nggak lapar.”
“Luna…” Kai menatapnya lama. “Kamu harus kuat terus. Aku tahu kamu nggak salah.”
Luna tersenyum tipis. “Tapi dunia nggak peduli, Kai. Dunia cuma butuh seseorang buat disalahin.”
Ia berjalan menjauh, membuka jendela besar dan menatap langit. Angin dingin seketika menyusup masuk, menerpa tubuhnya.
"Jangan berdiri disana terlalu lama, kamu bisa sakit." ucap Kai sambil memakaikan kardigan di bahu Luna.
"Hanya udara ini yang membuat aku terasa masih hidup. Semua terlalu menyesakan."
⸻
Hujan akhirnya mengguyur kota New York. Membasahi jalananan, kaca gedung-gedung tinggi dan orang yang ada di bawah sana.
Luna mengintip sejenak, melihat para wartawan itu mulai berhamburan pergi karena hujan. Tapi beberapa masih ada yang bertahan disana. Dia menatap layar TV yang dibiarkan menyala.
Berita masih menampilkan wajahnya dan bergantian dengan berita seorang pembalap yang baru saja mengalami kecelakaan.
Dia tersenyum tipis. "Aku dan dia sama.. kita kehilanggan segalanya."
Di Rumah sakit, Orion juga menatap layar TV. Dia melihat berita tentang skandal artis papan atas dengan seorang pengusaha ternama.
"Dia..sama hancurnya sepertiku."
Dua orang yang tidak saling kenal, sama-sama kehilangan segalanya di bawah langit yang sama. Mereka belum tahu, tapi malam itu, semesta sedang menyiapkan cara pelan-pelan untuk mempertemukan mereka.
