Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Aini tak kuasa menolak permintaan Arjun. Meski sudah begitu banyak alasan yang ia kemukakan, supaya mereka tak pergi ke rumah Zeta.
Gadis itu tak mau bertemu dengan Briana. Yang pastinya akan berada di sana bersama kedua orang tuanya.
Namun, Arjun sepertinya tidak peka. Malah nampaknya dia begitu bersemangat untuk mengajak Aini yang sudah menjadi istrinya saat ini.
"Hm, Arjun. Aku gak enak badan. Mau muntah nih," kata Aini saat di perjalanan.
"Kamu mau muntah?" Arjun menatap Aini. Menyentuh keningnya yang berkeringat.
"I-ya. Aku beneran gak bohong!"
"Ya udah, kalau begitu kita ke rumah sakit sekarang."
Pria itu membelokkan mobilnya ke sebuah gedung. Sebelumnya, dia menghubungi seseorang lewat ponselnya.
"Aku sudah mendaftarkan kamu buat periksa di bagian poli kandungan. Jadi, kita gak usah kelamaan menunggu."
"Iya, makasih banyak ya. Maaf kalau sudah merepotkan. Kita jadi batal ke rumah nenek," ujar Aini terlihat bersalah.
"Ini sudah menjadi kewajiban ku sebagai suamimu. Kalau kamu merasa tidak enak badan seperti tadi, kamu langsung ngomong sama aku ya," ujar Arjun mengusap kepala Aini.
"Hm!" Gadis itu mengangguk, menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.
Saat namanya dipanggil, pasutri ini langsung maju ke depan. Aini diperiksa terlebih dahulu. Berat badannya juga ditimbang sebelum masuk bertemu dokter.
"Sepertinya, Ibu sedikit stres dan banyak pikiran. Sebaiknya, jangan banyak pikiran ya, Bu. Apakah ini kehamilan yang pertama kalinya?" tanya dokter memandang Arjun dan Aini bergantian.
"Iya, ini kehamilan pertama istri saya, Dok!" jawab Arjun cepat.
"Ah, baiklah. Kandungannya sehat, jangan lupa minum vitamin dan banyak istirahat. Nanti, saya kasih resep. Bisa diambil di apotek depan ya."
"Terima kasih, Dok."
Tak ada pembicaraan lain. Setelah melakukan pengecekan lewat USG, pasangan ini langsung keluar.
"Memangnya, kamu lagi mikirin apa sih sampai stres gitu. Kalau kamu perlu teman bicara, hubungi Fena. Kamu bisa ajak dia ngobrol sepuasnya," saran Arjun.
"Mungkin aku capek aja. Tapi, terima kasih ya. Tadi aku senang banget lihat kandungan aku sehat. Meski janinnya masih sangat kecil, tapi aku benar-benar terharu banget."
"Ya, aku juga sama. Gak nyangka, sebentar lagi kita bakal jadi orang tua. Setelah kepergian orang tuaku, ini adalah kebahagiaan pertama kalinya bagiku. Kamu sudah memberikan aku cinta, Aini."
Aini tak mengerti apa yang dikatakan oleh Arjun. Ingin bertanya, tapi tiba-tiba ada seseorang yang menegur suaminya.
"Arjun, sedang apa kamu di sini?"
2 orang wanita berdiri dihadapan mereka. Aini menghela napas, saat tatapan keduanya terlihat tidak bersahabat.
"Tante rupanya!" sahut Arjun sekilas.
"Kamu belum jawab pertanyaan Mama, Arjun. Kalian habis periksa dari poli kandungan ya. Apa, Aini hamil?" Kali ini Briana bertanya dengan nada tinggi.
"Jangan bilang kalau dia hamil duluan. Dan mau meminta pertanggungjawaban kamu, iya kan? Dasar gadis licik. Di luar kelihatan polos dan lugu. Ternyata kamu punya akal bulus untuk menaklukkan Arjun!" Arum terlihat berang.
"Tante, apa yang kalian bicarakan. Aini hamil anakku. Dan kami sudah menikah sekarang!" sanggah Arjun merangkul bahu istrinya.
"Arjun, kamu gak usah melindungi dia. Mana mungkin kalian berdua sudah menikah. Kami sebagai keluarga dekat kamu kenapa tidak kamu beritahu?" tanya Arum tidak percaya.
"Masalah itu, adalah urusan ku. Tante gak berhak ikut campur. Kami permisi dulu. Istriku mau istirahat di rumah."
"Arjun, jangan pergi dulu. Arjun!" Arum berusaha mencegah kepergian keponakan suaminya itu. Tapi sayangnya, dia gagal.
"Mah, bagaimana ini. Arjun ternyata serius menikahi gadis udik itu. Ditambah dia sedang hamil lagi!" cetus Briana tidak suka.
"Tenang saja, Sayang. Pasti Mama Zeta gak akan pernah terima bila Aini sudah hamil di luar nikah. Kan belum tentu juga itu anaknya Arjun," ujar Arum menenangkan putrinya.
Dia sama paniknya dengan Briana. Bila Aini melahirkan keturunan Arjun, maka hilanglah sudah kesempatan mereka untuk menguasai segala milik Arjun dan Zeta. Karena Rama tidak memiliki anak kandung.
Sesampainya di rumah, mereka segera bercerita dengan Zeta. Tentu saja, cerita yang sudah berbeda karena telah ditambah bumbunya.
"Mah, tadi sewaktu di rumah sakit, kami berdua bertemu dengan Arjun. Dia bersama Aini juga," lapor Arum duduk di sebelah Zeta yang sedang menikmati secangkir teh.
"Oya? Sedang apa mereka di sana. Apakah Aini atau Arjun yang sakit?" tanya Zeta cepat.
"Hum, Aini...dia hamil, Mah!" Arum tertunduk, tapi senyumnya tampak licik.
"A-pa? Aini hamil?" Zeta nampak bergetar.
"Iya, Nek. Aku juga sempat gak percaya. Tapi Arjun malah mengiyakan. Bahkan katanya, mereka udah nikah diam-diam di belakang nenek. Dugaan ku, pasti Aini udah menjebak Arjun untuk menikahinya. Dia sengaja menggunakan kehamilannya itu untuk memaksa Arjun," imbuh Briana ikut mengobarkan api kemarahan Zeta.
Wanita tua itu terdiam. Pandangannya seakan kosong. Melihat itu, Arum dan Briana saling bersenggolan. Mengira akan berhasil membuat Zeta membenci Aini.
"Aku yakin sekali, kalau itu bukan bayi Arjun. Mana mungkin, baru menikah malah udah hamil aja. Pasti itu ada kesalahan dari Aini!" Arum semakin menambah hasutannya.
"Padahal nenek udah begitu baik sama dia. Eh, dia malah sengaja menjebak Arjun. Mana kita tahu, itu anak Arjun apa bukan!" tambah Briana bersemangat.
"Sebaiknya aku sendiri yang akan menanyakan hal ini pada Arjun. Kalian berdua tidak usah ikut campur!" tegas Zeta berdiri dan berjalan meninggalkan kedua wanita licik ini.
Menyaksikan Zeta yang tidak terpengaruh, membuat Arum dan Briana sedikit kesal. Seharusnya, Zeta membenci Aini yang sudah begitu berani menjebak Arjun.
Saat sudah masuk ke dalam kamarnya, Zeta tersenyum simpul. Dia cepat-cepat menghubungi Arjun untuk menanyakan kebenaran itu.
'Arjun, kamu lagi di mana?'
'Di rumah, Nek. Memangnya ada apa?'
'Kamu udah jahat sama nenek. Tega menikah diam-diam tanpa memberi tahu nenek.'
'Ah, pasti Tante Arum yang udah cerita ya?'
'Apa benar begitu, Jun. Katanya Aini udah hamil duluan ya?'
'Nek, maaf ya kalau aku udah bikin nenek sedih. Tapi aku hanya ingin menuruti keinginan kecil Aini saja. Dan dia memang hamil anakku. Kesalahan itu terjadi, memang akibat perbuatan kami berdua.'
'Artinya, kamu mau bertanggung jawab atas perbuatan kamu.'
'Selain itu, aku memang mencintai Aini, Nek. Dia adalah cinta pertama ku yang sudah lama aku cari selama ini.'
'Hah, benarkah? Jadi, dia itu cewek yang pernah kamu ceritakan itu?'
'Iya, Nek. Aku sangat bahagia bisa menikah dengan Aini. Sekarang dia sedang lemah, karena sedang hamil muda. Sebenarnya kami tadi mau berkunjung ke rumah nenek. Tapi mendadak Aini mual.'
'Kamu harus jaga kandungan Aini baik-baik ya. Jangan biarkan dia sedih ataupun tertekan.'
'Iya, Nek.'
Alangkah bahagianya hati Zeta. Tak lama lagi, anggota keluarganya akan bertambah lagi. Yang tidak dia sadari, kalau Arum dan Briana tidak akan membiarkan kebahagiaan Aini. Mereka berusaha untuk mencegah kelahiran anak pertama Arjun itu.
Bersambung...