Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Bab 20
Rangga terlalu malas untuk menanggapi Miriam. Ia hanya menghela napas pelan, mengabaikan wanita itu, lalu berbalik pergi tanpa sepatah kata.
Karena perutnya lapar, Rangga menuju sebuah warung tenda kecil di pinggir jalan. Ia memesan semangkuk bubur panas, duduk, dan mulai makan sambil memeriksa ponselnya.
“Sesuai dugaanku, kamu memang di sini.”
Suara itu membuat Rangga menoleh.
Ternyata Noah baru saja masuk ke warung dan langsung duduk di depannya. Ia menatap Rangga tanpa berbicara sejenak.
Wajahnya tidak menunjukkan keterkejutan — jelas, Noah sudah tahu kebiasaan Rangga yang sering sarapan di tempat sederhana ini.
“Kamu bukannya kerja? Ngapain malah nongkrong di sini?” tanya Rangga dengan alis terangkat.
“Kamu nggak kasih tahu aku apa yang sebenarnya terjadi! Gimana aku bisa kerja dengan tenang?” Noah bersungut kesal.
“Aku lihat nama dan fotomu di papan pengumuman kantor kemarin, dan jujur, aku hampir jatuh saking kagetnya! Jelaskan, cepat! Dan satu lagi — jangan pura-pura lupa soal Hector! Aku yakin itu juga ulahmu!”
Hector adalah mandor lama mereka berdua ketika dulu masih bekerja di proyek konstruksi. Setelah meminta Selena menghadapi pria itu, Rangga memang tidak pernah memikirkannya lagi.
“Hector?” Rangga menatap dengan wajah polos. “Ada apa dengan dia?”
Noah mengerjapkan mata, tak percaya temannya bisa setenang itu.
“Tidakkah kamu tahu dia sekarang sedang dituntut beberapa perusahaan real estat? Setelah menjual semua asetnya pun, katanya dia tetap nggak sanggup bayar! Dia sempat menelepon aku kemarin — minta tolong sampaikan maafnya padamu. Katanya, kalau kamu memaafkan, mungkin dia bisa selamat.”
Rangga menatap tenang. Dari nada bicara Noah, ia tahu temannya itu sama sekali tidak terguncang oleh identitas barunya. Justru sikap santainya membuat Rangga sedikit tersenyum lega.
“Semua masalah yang dia hadapi sekarang hasil dari kecurangannya sendiri,” ujar Rangga datar. “Dia yang menanam, dia yang menuai. Aku nggak ada urusan.”
Noah mendesah dan menyandarkan tubuhnya. “Aku nggak ke sini cuma buat ngomongin Hector, Rangga. Aku pengin tahu semua! Kok bisa kamu tiba-tiba jadi Direktur Utama PT. Luminex Corp?”
Rangga terdiam sesaat. Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk memberi penjelasan sebagian — hanya bagian aman yang bisa diceritakan.
Teman seperti Noah pantas dipercaya, tapi tidak untuk rahasia besar yang melibatkan Night Watcher.
“Kau tahu aku kehilangan ingatan waktu Paman Eldric nemuin aku, kan?” tanya Rangga.
Noah mengangguk. “Iya, terus?”
Rangga melanjutkan dengan nada santai, “Beberapa waktu lalu, sebagian ingatanku balik. Aku baru ingat kalau dulu aku punya satu kartu — dan waktu aku cek, ternyata saldonya luar biasa besar.”
Noah menatap tajam, seolah sedang memeriksa apakah temannya berbohong.
“Lalu?”
“Ya, cuma itu. Aku cuma ingin bikin keluarga Liana sadar siapa yang dulu mereka hina. Jadi aku beli PT. Luminex Corp. Sekalian biar Novida tahu kalau hidup kadang bisa berbalik,” jelas Rangga singkat.
Tentu saja, ia tidak akan menyebutkan identitas aslinya sebagai Night Watcher Zero.
Bukan hanya rahasia, tapi bisa membahayakan nyawa orang di sekitarnya.
Noah menatap kagum, lalu tertawa kecil. “Jadi kamu mau ‘menampar’ mereka? Wah, keren juga!”
Rangga ikut tertawa ringan. “Awalnya iya. Tapi setelah kupikir lagi, mereka nggak sepenting itu. Kebencianku juga udah reda.”
Setelah mendapatkan kembali ingatannya, cara pandang Rangga terhadap dunia berubah total.
Gabungan antara masa lalunya yang gelap dan tiga tahun hidup sederhana membuatnya sadar — tempatnya bukan di antara manusia biasa.
Dan apa pun yang sudah terjadi, Hale, ayah Liana, tetap orang yang pernah menyelamatkannya. Walau niatnya tidak murni, tapi utang budi tetap utang budi. Karena itu, Rangga rela melepaskan rumah hasil jerih payahnya — anggap saja sebagai balas jasa.
Namun, untuk Liana dan ibunya, Miriam, rasa sakit yang mereka tanamkan tiga tahun terakhir tidak akan ia biarkan lenyap begitu saja.
“Sekarang kamu kerja yang bener,” kata Rangga menegaskan.
“Walaupun aku pemilik perusahaan, bukan berarti kamu boleh seenaknya bolos. Gunakan kesempatan ini buat belajar. Aku nggak akan pecat kamu, tapi kalau orang lain iri karena kamu dimanja, bisa repot.”
Noah menyengir. “Tenang aja, aku udah ambil cuti resmi kok.”
Ia lalu tersenyum bangga. “Dan perusahaan udah transfer gajiku — satu miliar, bro! Aku pakai buat bayar operasi Novri, dan tadi pagi operasinya berhasil.”
Wajah Rangga langsung berubah cerah. Ia menepuk bahu Noah dengan antusias.
“Bagus! Itu kabar terbaik hari ini. Kalau dia udah sadar, kabari aku. Aku mau jenguk.”
Di depan gedung PT. Luminex Corp, seorang pria berjas rapi tampak mondar-mandir gelisah.
Kepalanya yang botak mengilap basah oleh keringat. Di tangan kirinya ada tas kerja, dan tangan kanannya memegang kotak berisi botol anggur mahal.
Ia tampak cemas menunggu seseorang.
Tak lama, seorang wanita muda keluar dari gedung dan segera mengenalinya.
“Om Heru, ada apa cari aku?” tanya Novida dengan napas sedikit terengah.
Ya — pria itu adalah Heru Zeta, kakak dari Miriam.
Melihat keponakannya, Heru tersenyum canggung. “Novida, begini… Om mau ketemu Pak Roki Budiman. Selama ini, Luminex Corp bantu mendistribusikan barang dari perusahaan Om. Tapi kemarin, tiba-tiba kerja sama dihentikan. Om nggak tahu kenapa.”
Ia menelan ludah, lalu menambahkan, “Om udah coba cari perusahaan logistik lain, tapi semua pasang harga tinggi sekali.”
Mendengar itu, wajah Novida menegang. Ia langsung teringat pada kata-kata Rangga di hari pria itu datang mengambil barang-barangnya di rumah Liana.
> “Kau akan menyesal.”
Kini, kalimat itu bergema lagi di kepalanya — dan terasa sangat nyata.
Bersambung