Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 24
"Kenapa harus bekerja sangat keras? Aku juga punya kerjaan," tanya Luna setelah bisa mengembalikan kesadarannya ke bumi.
"Karena kamu bukan gadis biasa."
Luna mengernyitkan keningnya.
"Aku bukan cewe matre, ya," ketus Luna, tidak terima kalo Hasan menuduhnya begitu.
Hasan malah tertawa mendengarnya.
"Ngga masalah kalo matre. Aku akan berusaha penuhi semua keinginan kamu. Dengan kamu matre, aku akan semakin giat bekerja, karena sudah jelas tujuannya."
TUK
Hasan tambah tergelak ketika Luna melemparkan tisu yang sudah dia gumpal gumpalkan jadi bulatan keras hingga mengenai telak bahunya.
"Dasar." Luna akui dia merasa tersanjung mendengar perkataan Hasan. Dia sampai menggelengkan kepala. Hasan yang sekarang tidak bisa dia duga sama sekali.
"Yakin kamu ngga bakalan ilfeel kalo aku beneran matre?"
"Nggaklah. Memang udah aku niatin. Aku kerja keras, kan, untuk kamu."
Luma tidak bisa pura pura marah atau manyun lagi. Senyumnya yang berakhir dengan tawanya berderai begitu saja.
Hasan menatap lekat gadis yang biasanya jutek dan datar ini padanya. Tapi kini dia tersenyum bahakan tertawa lepas. Jantung Hasan berdebar cepat. Ada desiran nyaman di sana.
Hasan tau, akan seperti apa nanti hidupnya saat bersama Luna. Tapi dia pasti akan bekerja sangat keras untuk mencukupkan gadis yang tidak pernah mengalami hidup susah itu.
"Kenapa?" tanya Luna ketika menyadari tatapan Hasan sangat lekat dengannya
"Kamu... cantik banget," puji Hasan apa adanya.
Luna.tercengang mendengarnya. Pipinya merona. Dia jadi gugup tapi juga di dalam hatinya dipenuhi bunga bunga yang mekar.
Hidangan mereka diantarkan sebelum Luna memberikan bantahan atau mengatakan sesuatu sebagai penyangkalan.
Dia menatap hidangan yang sangat komplit, bahkan ada es buah dan puding.
"Hasan, siapa yang bisa menghabiskannya?" tanya Luna kaget. Dalam hati dia mengomel.
Masa dia mau buat aku gendut?
Tapi Luma tau, biiar pun dikonsep secara milineal tapi cara pengajian rumah makan ini tetap tradisional.
Hasan tersenyum.
"Kamu pilih saja yang kamu suka." Hasan mengulurkan piring kecil yang masih ditutup plastik transparan yang berisi gulai tunjang pada Luna. Makanan yang tadi dia inginkan.
"Terimakasih."
"Apalagi yang kamu mau?" tanya Hasan.
Penataan lauknya memang menggugah selera. Luna sampai lupa tadi sudah menyalahkan Hasan yang menduga ingin membuatnya jadi gendut. Kenyataannya dia sendiri yang ingin menggendutkan perutnya.
"Aku mau cumi dan udangnya. Tapi kita parohan, ya."
Hasan tertawa lagi. Dan Luna selalu terkesima dengan wajah laki laki itu yang semakin tampan.
"Oke."
Kini Luna tanpa sungkan menikmati hidangan yang ada di atas meja.
"Menurutmu rasanya bagaimana?" tanya Hasan setelah mereka konsen dengan makanan masing masing.
"Enak banget. Nanti aku mau ajak Ayra sama yang lain ke sini." Luna mengamati sekitar tempatnya berada. Cukup rame. Banyak yang baru pulang kerja juga mampir ke sini. Mungkin harganya sesuai di kantong, pikir Luna.
"Terimakasih." Hasan tersenyum lagi.
Luna mengamati cara makan laki laki itu. Terlihat elegan tapi tetap santai.
Jantungnya makin ngga baik baik saja.
"Kenapa kamu sekarang bisa kayak gini." Luna berusaha tetap menjejakkan kakinya di atas bumi. Dari tadi Hasan selalu membuatnya ingin melayang.
"Kayak gini, maksudnya?"
Luna melepaskan nafas pelan.
"Kamu berubah. Dulu kamu mana pernah mau menatapku lama lama. Tapi sekarang malah kamu lakukan. Kamu, kan, tau itu dosa."
Hasan mengangguk.
"Ya, dosaku sekarang cukup mengkhawatirkan."
Hampir saja Luna mendengus mendengar jawaban setenang itu.
"Kamu juga pintar menggombal sekarang. Belajar dari Amerika?" tuduh Luna.
Hasan tertawa lagi. Kali ini bibirnya ringan sekali melakukannya.
"Aku berusaha jujur."
DEG
Jantung, tenanglah, perintah Luna ketika debarannya makin menggila.
"Agar kamu yakin kalo aku serius mau menghalalkanmu."
Luna mematung. Sudahlah, rasanya sia sia saja tetap memaksakan sikap pura pura menolak Hasan.
Laki laki ini sudah sukses membuat dia percaya kalo hatinya saat ini sudah jadi miliknya. Milik Hasan.
Luna menunduk dengan debaran debaran yang berpacu cepat tiada henti. Dia mengaduk es buahnya agar kewarasannya tidak hilang.
"Tapi aku.... merasa ngga pantas bersama kamu."
Hasan menatap dengan riak kaget.
Seharusnya malah dia, kan, yang merasa ngga pantas? Kalo Luna memandang strata, dia jauh berada di bawahnya.
"Kamu. Sangat. Pantas. Sekali."
Luna mendongakkan wajahnya. Menatap Hasan masih ngga yakin.
"Akulah yang harus memantaskan diri agar bisa bersama kamu."
Kata kata laki laki itu terasa aneh untuknya.
Keduanya saling bertatapan dalam. Hasan ingin sekali meraih punggung tangan Luna dan mengec upnya lembut.
Nanti Hasan. Sabar, batinnya menahan hasr@t penambah dosanya.
"Kamu mau, kan, menikah denganku?"
Mata Luna mengerjap. Dia mengangguk tanpa ingin menolak lagi. Dia tau, selama ini memang menunggu Hasan dalam ketakpastian.
Hasan sangat mengusahakanmu, Luna, batinnya memberi dukungan.
*
*
*
Seorang gadis berpakaian syar'i dan bercadar menatap Hasan dan Luna lama. Dia tidak percaya melihat Hasan yang kaku bisa tersenyum dan bahkan terlihat tertawa bahagia saat mengobrol dengan gadis yang dia yakin adalah Luna, teman mereka dulu.
Luna. Dia semakin cantik, tapi Janna masih bisa mengingatnya. Rambutnya yang panjang sepinggang yang selalu di ikat tinggi itu waktu SMA, sampai sekarang masih tetap sama.
Luna juga tampak tersenyum agak lebar bahkan juga tertawa bersama Hasan. Mereka seperti pasangan selingkuh yang tidak takut ketahuan pemiliknya. Tapi dalam hatinya Janna sempat akui, keduanya sangat serasi. Dia merasa bersalah pada Laila karena berpikir seperti itu.
Setau Janna, Hasan sebentar lagi akan menikah dengan Laila. Teman dekatnya sendiri yang mengatakannya padanya baru baru ini saat mereka berempat bertemu. Dia, Laila, Bilqis dan Namia.
Tapi yang dia lihat, mengapa kisah lama mereka terulang lagi?
Janna merasa heran, apa benar Laila sama sekali tidak tau tentang ini?
Hasan dan Luna memang lebih terlihat bahagia dari pada ketika temannya saat bersama Hasan.
Sejak kapan, ya? Sejak Hasan di Kairo? Tapi ngga mungkin. Janna menggelengkan kepalanya. Laila ada bersama Hasan saat itu. Mungkin waktu di Amerika?
Banyak dugaan yang muncul di dalam benak Janna. Dia pun mengambil beberapa foto Hasan dan Luna dengan gerakan yang tidak mencurigakan.
Setelah menimbang beberapa kali, Janna akhirnya mengirimkan foto foto itu pada Laila
Ngga sampai dua menit, Laila menelponnya.
"Bisa kasih tau lokasinya dimana?" Suara Laila terdengar sangat emosi.
Janna tergugu. Dia tau siapa Laila. Laila pasti akan ke sini untuk melabrak Luna.
Bodoh, batinnya. Harusnya nanti saja foto foto ini dia kirimkan, sesalnya dalam hati.
"Janna....!" Intonasi Laila penuh tekanan saat menyebut namanya.
"Sia sia, Laila kamu ke sini. Hasan bentar lagi akan pulang." Janna berusaha mencegah niat Laila.
Terdengar dengusan marah Laila.
"Si hedon itu, kenapa selalu menggoda Hasan."
Janna tidak menjawab. Menurutnya tidak tepat tuduhan teman dekatnya. Sampai sekarang, pakaian dan dandanan Luna selalu sopan.
Janna yakin, kecantikan gadis itu yang membuat Hasan bisa berpaling dari Laila. Sekarang saja Luna semakin cantik. Kecantikannya seperti selebgram bahkan artis terkenal tanpa perlu difilter lagi.
.
harus dengan cara apa agar kamu berhenti mengharapkan Hasan,
jangan rendahkan harga dirimu begitu murahnya
jangan juga buat kami ilfill dengan caramu yg menodai kehormatan wanita bercadar.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡