30 Tahun belum menikah!
Apakah itu merupakan dosa dan aib besar, siapa juga yang tidak menginginkan untuk menikah.
Nafisha gadis berusia 30 tahun yang sangat beruntung dalam karir, tetapi percintaannya tidak seberuntung karirnya. Usianya yang sudah matang membuat keluarganya khawatir dan kerap kali menjodohkannya. Seperti dikejar usia dan tidak peduli bagaimana perasaan Nafisha yang terkadang orang-orang yang dikenalkan keluarganya kepadanya tidak sesuai dengan apa yang dia mau.
Nafisha harus menjalani hari-harinya dalam tekanan keluarga yang membuatnya tidak nyaman di rumah yang seharusnya menjadi tempat pulangnya setelah kesibukannya di kantor. Belum lagi Nafisha juga mendapat guntingan dari saudara-saudara sepupunya.
Bagaimana Nafisha menjalani semua ini? apakah dia harus menyerah dan menerima perjodohan dari orang tuanya walau laki-laki itu tidak sesuai dengan kriterianya?"
Atau tetap percaya pada sang pencipta bahwa dia akan menemukan jodohnya secepatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 Ternyata Ada Rahasi
Abi tetap diam saja, sejak awal Nafisha protes memang tidak ada pendirian yang tegas dari seorang ayah dan kepala keluarga di rumah itu.
"Ini menyangkut masa depan Nafisha, jangan sampai ada Della kedua. Cukup Tiara dan Tio yang merasakan penghianatan dari seorang ayah mereka, membuat mereka tumbuh tanpa sosok ayah, karena perselingkuhan dalam rumah tangga," ucap Della.
"Della Abi...."
"Assalamualaikum!" Abi tidak jadi melanjutkan kalimatnya ketika Nafisha terlihat pulang, seperti biasa postur tubuhnya pasti sangat lemas terlihat begitu sangat capek.
"Walaikum salam," sahut Della dan Abi.
Nafisha mencium punggung tangan Abi dan kemudian duduk. Della dan Abi terlihat sama-sama diam, memang barusan kedua orang tersebut baru saja membicarakan Nafisha.
"Siapa membuat kopi ini?" tanya Nafisha.
"Itu pertanyaan apa sindiran," sahut Della.
"Oh, jadi benar Kakak, biasanya juga nggak bisa buatnya dan selalu Umi," sahut Nafisha.
"Kamu itu, Ya," sahut Della tampak begitu kesal.
"Mana Umi?" tanya Nafisha.
"Di kamar, nggak enak badan," jawab Della.
"Ohhh, nih, Nafisha bawa martabak, ingat sisain untuk Nafisha!" ucapnya dengan tegas memang kalau membawa makanan dia belum sempat mencicipi sudah dihabiskan.
Nafisha berdiri dari tempat duduknya dan langsung memasuki rumah. Nafisha ternyata memasuki kamar Uminya yang melihat wanita paruh baya itu tampak tertidur.
"Umi sakit?" tanya Nafisha berdiri di depan pintu kamar.
"Suara lembut itu tidak pernah umi dengar kalau pulang ke rumah," sahut Saras masih sempat-sempatnya menyindir putrinya.
"Gimana mau tidak marah-marah pulang ke rumah sudah ditagih uang," sahut Nafisha masuki kamar dan duduk di pinggir ranjang.
Tangannya langsung bergerak memijat kaki Saras.
"Umi mau berobat ke rumah sakit?" tanya Nafisha.
"Tidak perlu, Umi mau istirahat aja, lagi pula ke rumah sakit hanya buang-buang duit," jawab Umi.
"Umi aja kalau untuk diri sendiri pelit. Coba aja nanti Kak Della, Angga yang sakit, Umi langsung desak Nafisha buat bawa mereka berobat," ucap Nafisha dengan sewot.
"Namnya juga seorang ibu pasti lebih mementingkan kesehatan anak-anaknya. Nafisha masa muda Umi tidak sama seperti kamu, Umi gadis desa pada umumnya yang sudah selesai dalam pendidikan dan langsung menikah, punyai suami dan tidak bekerja. Umi tidak punya penghasilan sejak dulu dan sangat berbeda dengan kamu yang menghabiskan masa muda kamu dengan bekerja dan memiliki uang dan tabungan. Jika bukan meminta tolong kepada kamu di saat Kakak atau adik kamu sakit Umi harus minta uang kepada siapa," ucap Saras.
"Terus kalau Nafisha yang sakit bagaimana, memang Kak Della dan Angga mau mengeluarkan uang buat bawa Nafisha ke rumah sakit?" tanya Nafisha.
"Buktinya kamu tidak pernah sakit dan itu artinya kamu kuat, tidak ingin merepotkan orang lain," jawab Saras.
"Tetapi Nafisha sesekali itu ingin sakit. Nafisha ingin melihat bagaimana perlakuan Umi sama tidak kepada Nafisha. Angga saja pegal-pegal dikit punggungnya langsung diinjak-injak, dipijat-pijat, Kak Della panas sedikit langsung dikompres," oceh Nafisha mengeluh.
Mungkin selama ini dia memang terlalu cuek dan selalu merasa bisa sendiri, tidak seperti kakak dan adiknya yang memang sedikit manja dan apa-apa membutuhkan orang lain.
Dia juga pasti pernah demam, tetapi dia terlalu mandiri. Tetapi rasa sakit itu tidak menempel lama di tubuhnya membuatnya tidak membutuhkan siapa-siapa.
"Kalau diberi kesehatan jangan meminta untuk diberi sakit, kamu pikir sakit itu enak. Umi tidak pernah membedakan kalian, kamu juga jangan ikut-ikutan mendengar isu anak tengah harus menanggung beban ini dan itu," ucap Umi.
"Darimana Umi tahu kalau istilah seperti itu ada?" tanya Nafisha.
"Umi, pernah scroll Tik tok dan membaca komentar-komentar para netizen, banyak sekali anak-anak muda galau karena anak tengah," jawab Saras.
"Sekarang Umi sudah seperti ibu-ibu di zaman sekarang, dikit lihat tik tok," sahut Nafisha dengan tersenyum.
Saras juga tersenyum sangat jarang sekali dia melihat wajah putri keduanya itu yang sangat jutek dan kerja aja marah-marah terus.
"Umi sebaiknya istirahat, Nafisha juga mau mandi. Oh iya ini!" Nafisha tiba-tiba saja memberikan amplop putih.
"Umi tidak minta," ucap Saras.
"Nafisha kesal diminta dan lebih baik memberikan," jawabnya.
"Tabung sisanya, jangan kasih Angga," ucap Nafisha memang terkadang tahu jika adiknya itu pasti uang hasil gajinya tidak tahu ke mana dan terkadang masih suka meminta kepada Uminya.
Padahal uminya tidak memiliki pekerjaan dan hanya mendapatkan uang dari pemberian Nafisha, itupun kalau sisa dari seluruh kebutuhan di rumah.
"Kalau buat cucu-cucu boleh. Nenek gini juga pengen memanjakan cucu?" tanya Saras.
"Boleh, tapi jangan mainan. Nanti kalau nilai Tiara dan Tio bagus. Nafisha saja yang belikan," jawab Nafisha membuat Saras menganggukkan kepala.
Nafisha berdiri dan menyelimuti Saras. "Umi istirahat ya," ucap Nafisha membuat Saras menganggukkan kepala.
Nafisha keluar dari kamar Saras, Nafisha memang baru saja mendapatkan bonus dari kantor. Dia tidak lupa memberikan pada keluarganya, pasti harus kepada ibunya karena ibunya yang mengatur kebutuhan di rumah.
Nafisha ini kesel saja kalau dimintai di saat pulang kerja, seperti orang yang diserang dan takut saja tidak diberi, terkadang ibu dan anak memang suka saling salah paham satu sama lain.
*****
Setelah selesai bersih-bersih, Nafisha juga melaksanakan sholat isya dan tidak lupa berdoa pada Allah.
Seperti biasa gadis 30 tahun itu selalu menceritakan semua kesehariannya yang terjadi, gundahan hatinya kepada sang pencipta.
Nafisha hanya terus berusaha meminta untuk diberi ketenangan hati dan tetap kemudahan dalam kesulitan hidupnya, kesehatan keluarga.
Dratt-drattt-drattt.
Di saat selesai sholat yang bertepatan dengan ponselnya berdering membuat Nafisha berdiri dari tempat duduknya sembari mengangkat sajadah tersebut.
"Nadien," ucap Nafisha langsung mengangkatnya.
"Ada apa Nadien?" tanya Nafisha.
"Nafisha kamu harus ikut meeting malam ini, ini penting sekali dan aku ada di ruang rapat," ucap Nadien yang berbicara begitu pelan.
"Aku baru saja sampai rumah, masa iya mau ke kantor lagi," jawab Nafisha merasa hal itu tidak masuk akal.
"Kamu lupa ini hari apa, ini meeting laporan awal bulan, ini lagi giliran kamu untuk berbicara Nafisha. Atasan sudah ada di ruang rapat," tegas Nadien.
"Lalu bagaimana? Mana mungkin aku balik ke kantor yang adanya rapat sudah selesai. Lagi pula kenapa harus hari ini rapatnya dan apa tidak bisa besok," ucap Nafisha.
"Aku sudah meminta kemudahan kepada pak Arthur, kamu bisa berbicara melalui vc. Nggak ada waktu buruan," jawab Nadien mengalihkan panggilan tersebut dengan video call.
"Apa!"
"Bagaimana ini?" Nafisha terlihat panik karena dia sama sekali belum bersiap-siap.
"Aisss tidak punya waktu," Nafisha menarik nafas dan langsung mengangkat video call tersebut.
Wajahnya terpajang di layar monitor di ruang rapat untuk menyampaikan hasil laporannya di awal bulan.
Mata Arthur melihat ke layar monitor tersebut. Cantik dan sangat teduh wanita yang masih memakai mukenah tersebut memperlihatkan wajahnya dengan sangat gugup. Nafisha yang tidak sempat membuka mukenanya atau mengganti dengan hijab.
"Asalamualaikum, maaf saya harus menyampaikan laporan dengan cara seperti ini," ucap Nafisha dengan gugup tetapi berusaha untuk tenang karena memang rapat perwakilan melalui Vc seperti itu bukanlah pertama kali dilakukan.
Bersambung....
tapi aku kok agak takut Agam bakalan balas dendam yaa...dia kan aslinya laki2 begajulan
wanita sholekhah jodohnya pria yg sholeh.nafish gadis yg baik kasihan banget dapet laki2 keong racun hia huaa