Saat mencoba menerobos ke tingkat kekuatan tertinggi, Xiao Chen—Raja Para Dewa Kultivator—terhisap ke dalam celah dimensi dan terdampar di dunia asing yang hanya mengenal sihir dan pedang.
Di dunia yang nyaris hancur oleh konflik antar ras dan manusia yang menguasai segalanya, kekuatan kultivasi Xiao Chen bagaikan anomali… tak dapat diukur, tak bisa dibendung.
Ia terbangun dalam tubuh muda dan disambut oleh Elvira, elf terakhir yang percaya bahwa ia adalah sang Raja yang telah dinubuatkan.
Tanpa sihir, tanpa aturan, hanya dengan kekuatan kultivasinya, Xiao Chen perlahan membalikkan dunia ini—membangun harapan baru, mencetak murid-murid dari nol, dan menginjak lima keturunan manusia terkuat bagaikan semut.
Tapi saat kekuatan sejati menggetarkan langit dan bumi, satu pertanyaan muncul:
Apakah dunia ini siap menerima seorang Dewa... dari dunia lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEELANG, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 – Dungeon Kabut dan Awal Reputasi
Kabut tebal menyelimuti kawasan Dungeon Hutan Kabut. Udara di sekitar begitu lembap hingga nafas terasa berat, dan sinar matahari pun nyaris tak bisa menembus tajamnya kabut putih keabu-abuan yang menggantung rendah. Aroma tanah basah bercampur dengan bau jamur dan darah tua yang sudah kering.
Tiga orang pemuda berjalan gugup, sesekali saling menatap satu sama lain. Di belakang mereka, langkah Xiao Chen begitu tenang, ringan, dan kontras dengan suasana menegangkan.
> “Tempat ini makin gelap dari sebelumnya,” gumam Miya sambil merapikan gulungan mantra di pinggangnya. “Sensor sihirku tak bisa menembus 10 meter ke depan.”
> “Karena ada gelombang sihir kegelapan yang menekan,” kata Xiao Chen tenang.
Ketiganya menoleh.
> “Sihir kegelapan? Tapi… bukankah dungeon ini sudah dijinakkan? Harusnya aman,” sahut Gend panik.
> “Itulah masalahnya,” Xiao Chen melanjutkan sambil menatap ke depan. “Dungeons tidak pernah benar-benar jinak. Mereka hanya tidur. Sampai sesuatu membangunkannya.”
Mereka memasuki gerbang batu lumut yang menjadi pintu masuk resmi dungeon. Di dalamnya, jalan setapak berliku-liku seperti lorong gua, namun dindingnya dipenuhi akar pohon yang bergerak perlahan… seolah hidup.
> “Kalian tetap di belakangku,” kata Xiao Chen tanpa menoleh.
10 Menit Masuk – Pertemuan Pertama
Seekor Shadow Wolf, binatang buas yang bergerak dalam dimensi bayangan, melompat dari kegelapan! Rolf panik dan langsung mengangkat perisai, tapi tak sempat bereaksi lebih.
> ZRAK!
Cahaya biru menyala dari telapak tangan Xiao Chen. Tanpa gerakan mencolok, bola es kecil melesat ke udara, mengenai kepala Shadow Wolf tepat sebelum taringnya menyentuh leher Rolf. Tubuh beast itu langsung membeku, dan jatuh dengan suara retakan es.
> “Satu.”
> “D-Dia membekukan wolf itu… tanpa mantra?” Miya tercengang. “Tunggu, itu bukan sihir! Apa itu?!”
Xiao Chen tak menjawab. Ia terus berjalan.
Namun semua ini terekam di pikiran ketiganya. Meskipun mereka belum tahu siapa Xiao Chen, satu hal menjadi jelas: bocah ini bukan petualang biasa.
30 Menit Masuk – Lapisan Tengah
Mereka tiba di sebuah dataran terbuka di dalam dungeon, tempat yang seharusnya menjadi ruang istirahat aman. Namun, saat mereka menginjak lantainya…
> KRAKK!
Tanah retak. Energi sihir mengalir liar dari bawah. Sebuah lingkaran hitam muncul, dan tubuh-tubuh mirip manusia bangkit perlahan. Matanya berwarna ungu, kulitnya keabu-abuan, dan tubuhnya berasap.
> “Zombie sihir! Banyak sekali!” teriak Gend panik.
> “Ini bukan bagian dari struktur dungeon normal!” seru Miya, mulai menyiapkan mantra pelindung.
> “Kita kabur saja!” Rolf sudah hendak lari, tapi Xiao Chen menahan bahunya.
> “Diam di belakangku. Hitungan mundur. Tiga… dua…”
> “SATU!”
Xiao Chen mengangkat dua jarinya ke udara, lalu menariknya turun. Lingkaran energi spiritual muncul di udara seperti garis-garis langit.
> ZHUUUNG!!
Puluhan paku es spiritual turun dari langit seperti hujan meteor mini. Setiap zombie yang terkena langsung membeku dan hancur. Tidak ada ledakan, tidak ada teriakan. Hanya kehancuran tenang dan dingin.
Miya menatap Xiao Chen seperti melihat dewa.
> “Kau… bukan manusia, ya?”
Xiao Chen menoleh sekilas, wajahnya datar.
> “Manusia, dewa, atau iblis. Semua hanya label. Yang penting adalah apa yang kau lakukan.”
40 Menit Masuk – Inti Dungeon
Akhirnya, mereka tiba di ruang utama: sebuah altar tua dengan kristal bercahaya di tengah. Namun... kristalnya tampak retak.
> “T-Tunggu, ini…” Miya bergetar.
Kristal itu tiba-tiba pecah. Kabut hitam melonjak dari retakannya, membentuk siluet sosok berjubah. Sosok itu tidak memiliki wajah, hanya dua bola cahaya merah di tempat matanya.
> “Ah… akhirnya ada yang cukup kuat untuk memecah segel kecil ini…” bisik suara dari bayangan itu. “Sang Raja Kegelapan akan segera bangkit… dan semua akan kembali seperti semula.”
> “Raja Kegelapan?” Xiao Chen melangkah maju. “Kau bukan raja. Kau hanya pecahan jiwa dari pecundang yang dikalahkan zaman.”
> “Kau berani menghina pewaris Raegar?!”
Aura gelap itu menyerang, menciptakan duri-duri bayangan yang menembus udara. Xiao Chen hanya mengangkat satu tangan.
> CLING!
Waktu berhenti. Secara harfiah. Bahkan Miya dan dua temannya membeku di tempat. Hanya Xiao Chen yang bisa bergerak.
> “Aku tak suka bicara dua kali.”
Dengan satu jentikan jari, es abadi menyelimuti seluruh altar. Suara jeritan terdengar dari dalam bayangan itu, tapi hanya berlangsung satu detik. Lalu hening. Semuanya membeku. Hancur. Hilang. Seolah tak pernah ada.
Waktu kembali berjalan. Miya jatuh terduduk.
> “K-Kita selamat?”
> “Dungeon-nya… selesai?” gumam Rolf.
Xiao Chen hanya mengangguk. Ia berjalan ke kristal yang tinggal puing-puingnya.
> “Dungeon ini disusupi. Bukan oleh iblis. Tapi oleh manusia.”
> “Apa maksudmu?” tanya Miya.
Xiao Chen membungkuk, mengambil pecahan kristal, lalu menggenggamnya. Dalam sepersekian detik, informasi ribuan tahun mengalir ke kepalanya. Ia melihat perang kuno. Melihat enam manusia kuat. Melihat satu di antaranya—Raegar—dikhianati.
> “Sejarah mereka… dipalsukan.”
Keluar dari Dungeon
Mereka kembali ke guild dengan tubuh penuh debu, tapi tanpa luka berarti. Petualang lain terkejut saat melihat mereka keluar begitu cepat dan membawa bukti pembersihan dungeon.
> “Mana petualang yang membantu kalian?”
> “Jangan bilang… bocah itu?” tanya seseorang tak percaya.
Lira menatap Xiao Chen. Ia membaca laporan Miya, lalu kembali menatap bocah itu.
> “Kau tahu… dalam sistem guild, membersihkan dungeon sepenuhnya dengan rekan rank E itu mustahil.”
Xiao Chen menatapnya tanpa emosi.
> “Mungkin sistem kalian yang harus diperbarui.”
Malam itu, rumor tentang petualang muda tak dikenal yang membersihkan dungeon sendirian menyebar di kota Grayhelm seperti api menyambar ilalang kering.
Tapi rumor itu hanya awal.
Di tempat lain, di singgasana kabut kelam, Raegar membuka matanya yang merah menyala.
> “Dia muncul... Raja dari langit… ternyata bukan legenda kosong.”
> “Kalau begitu... mari kita perkenalkan dunia ini pada kehancuran.”