Pengkhianatan itu bukan datang dari musuh, tapi dari orang yang paling dia percaya.
Vilya Ariestha Elora — dihancurkan secara perlahan oleh pacarnya sendiri, dan sahabat yang selama ini ia anggap rumah. Luka-luka itu bukan sekadar fisik, tapi juga jiwa yang dipaksa hancur dalam diam.
Saat kematian nyaris menjemputnya, Vilya menyeret ke duanya untuk ikut bersamanya.
Di saat semua orang tidak peduli padanya, ada satu sosok yang tak pernah ia lupakan—pria asing yang sempat menyelamatkannya, tapi menghilang begitu saja.
Saat takdir memberinya kesempatan kedua, Vilya tahu… ia tak boleh kehilangan siapa pun lagi.
Terutama dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Ke Mall
Langit di luar jendela belum sepenuhnya terang, tapi sinar cahaya matahari pagi mulai merambat masuk lewat sela tirai tipis yang tersibak ringan oleh angin.
Gadis itu duduk diam di depan meja, pandangannya kosong menatap lurus ke arah cangkir teh yang masih utuh di tempatnya. Ujung jemarinya menyusuri perlahan tepian cangkir itu—gerakan kecil yang tampak tenang, tapi menyimpan kegelisahan yang tak mampu ia redam.
Ia sedang mengingat kejadian-kejadian di kehidupan lampau nya dan semakin ia memikirkannya, rasa kesalnya makin numpuk.
Tangannya mengepal perlahan, menahan sesuatu yang tak sempat diucapkan. Ia menarik napas panjang, berharap ingatan yang menyesakkan itu bisa perlahan memudar… meski nyatanya, masih tinggal di sana.
Tak lama, gadis itu bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan ke lemari pakaian dan membuka nya. Ia menatap deretan pakaian yang tergantung rapi.
Di kehidupan sebelumnya, ia pernah diremehkan karena cara berpakaiannya. Sebelum tinggal di mansion ini, uang sakunya bahkan cuma tiga ratus ribu per bulan. Jumlah segitu jelas tidak cukup, apalagi di lingkungan yang melihat seseorang dari penampilan nya.
Dan di saat ayahnya memberinya sebuah kartu untuk memenuhi semua kebutuhannya, orang-orang mulai mendekatinya dan mempengaruhinya, dan perlahan kepribadiannya berubah menjadi sombong. Saat itu ia mulai membeli pakaian bermerek yang tidak cocok untuknya, dan ia pun juga membeli banyak kosmetik kelas atas.
Kalau dipikir-pikir sekarang, ia merasa dirinya begitu bodoh.
Di kehidupan sebelumnya, ia sering memakai pakaian yang kurang cocok dengan untuk usianya dan selalu memakai riasan yang berlebihan. Ia mulai berpikir bahwa selama itu terjadi, orang lain tidak akan memandang rendah dirinya lagi.
Setelah beberapa saat terdiam, ia menutup pintu lemari tersebut lalu mengambil tas selempangnya yang tergeletak di dekat meja. Tanpa banyak pikir, ia melangkah cepat ke luar kamar.
Beberapa saat, ada seseorang yang memberi tahu Elmira dan putrinya, bahwa gadis itu telah keluar.
Tak lama setelah itu, seseorang datang menghampiri Elmira dan putrinya, memberi tahu bahwa gadis itu sudah pergi tanpa meninggalkan pesan.
"Ma, menurutmu dia mau ke mana?" Elena mengernyit, nada suaranya kesal. "Dia bahkan nggak bilang apa-apa sebelum pergi, gadis itu benar-benar nggak tahu sopan santun."
Setelah mengingat kejadian memalukan di dapur tadi. Perasaan malu yang belum sepenuhnya reda berubah jadi kemarahan. Elena dengan kasar mengumpatnya. "Dasar ga tahu diri!"
"Elena, ada hal-hal yang seharusnya tidak kau ucapkan, apalagi dengan statusmu sekarang." Suara Elmira terdengar tenang, tapi tajam.
“Maaf ma.” Elena hanya menunduk kan kepala dan tidak bicara lagi.
"Vilya." Elmira menggumamkan nama nya dan tatapannya berhenti di pintu keluar. Dia pasti tidak akan membiarkan putri Rosalina bersenang-senang.
Di sisi lain, Vilya sedang berjalan kaki selama setengah jam hingga akhirnya, ia keluar dari area mansion yang begitu luas dan tertutup.
Sesampainya di gerbang utama, ia menghampiri salah satu penjaga dan meminta tolong untuk memesankan sebuah taksi.
Setelah taksi tiba ia mengucapkan terima kasih, lalu segera masuk ke dalam mobil tersebut.
Tujuannya adalah sebuah mall di pusat kota.
Mungkin ini menjadi tempat yang paling sering ia habiskan di kehidupan sebelumnya, di sana ia sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk memilih brand mahal, mencoba segala kosmetik, atau sekadar berjalan mengelilingi toko-toko mewah, berharap itu bisa mengisi kekosongan dalam dirinya.
Begitu sampai, dia menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi, lalu melangkah menuju sebuah toko alat tulis yang letaknya nggak jauh dari mall.
Perlahan, ia memilih satu per satu perlengkapan sekolah seperti pensil, pulpen, buku catatan dan perlengkapan lainnya.
Ini adalah awalan baru dalam hidupnya. Ia bertekad akan menjadi sosok yang lebih kuat dan lebih baik dari sebelumnya.
Setelah membeli alat tulis, dia melangkah masuk ke dalam mall untuk membeli ponsel.
Ponsel yang sekarang ia pakai jelas jauh dari kata layak. Layarnya retak dan kinerjanya juga lambat, Jauh berbeda dari yang biasa ia gunakan di kehidupan sebelumnya.
Tanpa ragu, ia menghabiskan jutaan rupiah untuk sebuah ponsel model terbaru
Setelah membeli semua kebutuhannya, ia melirik jam yang terpasang di sudut mall. Masih cukup siang. Ia menarik napas pelan, lalu memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Toh, belum ada yang menunggunya pulang.