NovelToon NovelToon
TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Trauma masa lalu / Kekasih misterius
Popularitas:456
Nilai: 5
Nama Author: nandra 999

Sebuah kisah tentang cinta yang berubah menjadi jeruji. Tentang perempuan yang harus memilih: tetap dalam pelukan yang menyakitkan, atau berjuang pulang ke dirinya sendiri.
Terjebak di Pelukan Manipulasi menceritakan kisah Aira, seorang perempuan yang awalnya hanya ingin bermitra bisnis dengan Gibran, pria karismatik .

Namun, di balik kata-kata manis dan janji yang terdengar sempurna, tersembunyi perangkap manipulasi halus yang perlahan menghapus jati dirinya.

Ia kehilangan kontrol, dijauhkan dari dunia luar, bahkan diputus dari akses kesehatannya sendiri.

Ini bukan kisah cinta. Ini kisah bagaimana seseorang bisa dikendalikan, dikurung secara emosional, dan dibuat merasa bersalah karena ingin bebas.

Akankah Aira menemukan kekuatannya kembali sebelum segalanya terlambat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nandra 999, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab - 16 Sandi Pelarian

Beberapa hari berlalu sejak Aira memberanikan diri mengirim pesan ke grup komunitas perempuan penyintas.

Sejak malam itu, meski tubuhnya masih memar dan lehernya belum pulih sepenuhnya dari lilitan kabel roll yang menyakitkan, hatinya mulai punya tujuan.

Setiap hari, Aira menjalani rutinitas yang sama seperti biasanya: menyapu rumah, memasak makanan, mencuci baju Gibran, dan menuruti semua perintahnya. Tapi dalam diam, ia menyusun pelarian.

Ia mencatat semua yang bisa membantunya keluar—jam-jam kosong, kebiasaan Gibran yang selalu tertidur setelah minum, arah CCTV kecil di depan rumah, bahkan catatan letak kunci yang sering Gibran taruh di saku jaket hitam dekat pintu.

Ia menyimpan semuanya dalam pikirannya. Tidak ada tulisan. Tidak ada bekas. Tapi Aira sudah sangat hafal.

Sementara itu, komunikasi dengan komunitas penyintas terus berjalan. Admin bernama "Mawar" memberinya panduan sederhana tapi penting:

"Kalau kamu tidak bisa telepon atau bicara langsung, kamu bisa kirim sinyal darurat dengan sandi. Bisa lewat emoji, tulisan fiksi, atau sinyal visual sederhana. Kami akan bantu cari bantuan terdekat bila kamu sudah siap."

Sandi.

Kata itu terus terngiang. Aira mulai berpikir keras—bagaimana ia bisa mengirim sinyal darurat tanpa dicurigai Gibran? Lalu, ia ingat: ia masih punya akun media sosial lamanya.

 Sudah lama tidak ia pakai, tapi ia tahu Gibran tidak pernah tertarik mengeceknya, karena ia pikir Aira tidak punya teman dekat lagi.

Dengan pelan dan penuh waspada, Aira login ke akun itu lewat browser, lalu mengganti foto profil dengan gambar kupu-kupu hitam.

Itu sandi yang ia sepakati dengan admin Mawar.

Artinya:

“Aku dalam bahaya. Siapkan bantuan. Aku sedang mencari celah.”

Hari-hari berikutnya, Aira juga mulai berinteraksi kembali dengan seseorang dari masa lalunya—Tari, sahabatnya semasa SMA. Mereka sempat bertengkar dan hilang kontak selama bertahun-tahun, tapi Aira merasa kini saatnya mengulurkan tangan.

Dengan akun baru dan nama samaran, Aira mengirim pesan ke Tari:

"Aku dulu teman SMA kamu. Kita pernah nyanyi bareng di acara perpisahan. Kamu tahu lagu ‘Mengejar Matahari’? Aku kangen saat-saat itu."

Kode itu jelas. Tidak mungkin orang lain tahu selain Tari. Dan benar saja, beberapa jam kemudian, balasan masuk.

Tari: “Aira? Kamu di mana sekarang? Apa kamu baik-baik saja? Kamu masih sama... dia?”

Aira ingin menangis.

Itu pertama kalinya seseorang dari masa lalunya menyebut namanya. Membukakan pintu.

Membuktikan bahwa dunia di luar sana tidak benar-benar membencinya seperti yang Gibran selalu katakan.

Di balik dinding rumah itu, Aira mulai menyiapkan banyak hal kecil:

Menyembunyikan pakaian dalam tas kecil bekas yang diselipkan di loteng belakang.

Menghafal rute terdekat ke jalan utama.

Menyimpan korek api dan air minum botol kecil di kantong jaket bekas.

Semua dilakukan dalam diam. Dalam doa. Dalam luka-luka yang masih membiru.

Gibran mulai curiga. Ia merasa Aira terlalu diam. Tapi Aira sudah terlalu mahir menampilkan wajah netral.

“Kenapa akhir-akhir ini kamu ka

yak... aneh, Ra?” tanya Gibran sambil melinting rokok.

Aira tersenyum. “Aku cuma capek, Mas. Lagi nggak enak badan.”

Dan seperti biasanya, Gibran tak tertarik mendengarkan lebih jauh. Ia hanya peduli pada dirinya sendiri.

Suatu malam, setelah menyapu halaman yang basah karena hujan siang tadi, Aira berdiri di depan cermin. Ia menatap wajahnya sendiri.

Masih ada lebam samar di pelipis. Masih ada bekas memar di bawah dagu. Tapi ada sesuatu yang berubah di matanya.

Bukan hanya luka. Tapi cahaya.

“Aku sudah terlalu lama bertahan dalam diam,” bisiknya pada pantulan cermin.

Malam itu, ia menulis satu kalimat di catatan rahasia email-nya:

“Aku sedang mempersiapkan kemerdekaanku. Dalam diam. Dalam luka. Tapi pasti.”

Esok paginya, Gibran pamit keluar sebentar ke bengkel langganannya. Ia bilang hanya 15 menit.

Bagi Aira, itu bukan waktu lama. Tapi itu adalah jendela kesempatan.

Dengan langkah cepat tapi terukur, ia masuk ke dapur, mengambil ponsel, membuka aplikasi kamera, dan memotret tangannya yang masih membekas luka kabel. Ia kirim ke admin Mawar disertai tulisan:

“Aku akan kabur. Aku akan pastikan kunci diambil besok malam. Aku butuh bantuan di titik X. Aku akan berpura-pura ke warung.”

Tak lama kemudian, balasan datang.

“Kami siap. Pastikan aman. Kami tunggu sinyal terakhirmu.”

Malam itu, Aira tidur dengan jantung berdebar. Ia tahu, besok bukan hanya tentang kabur.

Tapi tentang hidup atau mati.

Tentang dirinya… atau Gibran. Tentang bebas… atau terkubur selamanya di rumah tanpa jendela itu.

Dan sebelum menutup mata, Aira menulis satu kalimat terakhir di pikirannya:

"Besok... aku akan melangkah. Meski tertatih. Tapi dengan seluruh nyawa."

Hari-hari berlalu dalam diam yang menggigit. Meskipun senyuman Aira tetap terukir di wajah, pikirannya terus bekerja. Bahkan saat ia menyapu lantai atau mencuci piring, otaknya seperti punya ruang tersendiri yang menyusun skenario-skenario pelarian—“Kalau Gibran pergi 10 menit, aku bisa kabur lewat belakang. Kalau dia tertidur, aku bisa ambil kunci cadangan. Kalau... kalau... kalau...”

Rasa takut masih ada. Bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Tapi kini, rasa takut itu tidak lagi melumpuhkan. Ia menjadi alarm. Ia menjadi peringatan yang justru membuat Aira lebih waspada dan berhati-hati.

Gibran semakin sering menunjukkan sisi tempramentalnya. Terkadang hanya karena hal sepele: nasi terlalu lembek, handuk lupa dipindah, atau nada bicara Aira terdengar terlalu datar. Dan saat emosinya naik, ia sering melempar benda—gelas, asbak, bahkan ponsel Aira pernah hampir dibanting.

Aira tidak melawan. Tapi kini, ia mencatat semuanya... dengan ingatan.

Suatu sore, Aira sengaja mengajak Gibran berbincang sambil menyetrika.

“Mas, kalau suatu hari aku nggak ada... Mas bakal cari aku, nggak?” tanyanya lirih.

Gibran tertawa kecil. “Ngomong apa sih? Kamu tuh aneh. Ya jelas aku cari lah. Kamu milik aku, Ra. Nggak ada tempat buat kamu selain di sini.”

Kalimat itu cukup untuk membuat bulu kuduk Aira berdiri. Tapi dia hanya tersenyum kecil dan menunduk.

Dalam hati, ia berkata,

“Justru karena aku bukan milik siapa-siapa, aku akan pergi.”

Malam itu, Aira membuka kembali obrolan dengan Tari. Sahabatnya kini benar-benar menjadi sandaran emosional meski mereka hanya bisa berbicara lewat akun samaran.

Tari: “Kamu nggak perlu takut. Aku akan siap bantu kamu. Aku bisa jemput. Tinggal bilang kapan dan di mana.”

Aira ingin percaya, tapi rasa trauma membuatnya tetap hati-hati. Ia memutuskan untuk tetap menyiapkan dua kemungkinan:

dibantu keluar, atau kabur sendiri.

Di gudang kecil belakang dapur, ia menyembunyikan tas tua milik ibunya yang dulu ditinggal. Dalam tas itu, sudah ada beberapa lembar baju, salinan KTP, uang receh hasil mengumpulkan selama berminggu-minggu, serta foto anaknya yang masih ia simpan—sedikit lecek, tapi penuh nyawa.

Ia memandang foto itu lama sekali.

“Maaf ibu belum bisa pulang. Tapi tunggu aku… sebentar lagi.”

Satu hal yang Aira sadari—kebebasan butuh keberanian, bukan hanya kesempatan.

Dan saat kesempatan itu datang, ia harus berani cukup untuk menerkamnya, walau detik berikutnya bisa menjadi detik terakhir.

Gibran sudah mulai curiga. Ia melihat Aira makin pendiam tapi juga makin tenang. Ia mulai menatap Aira dengan cara berbeda—lebih curiga dari biasanya.

“Kenapa akhir-akhir ini kamu tenang banget, ya? Jangan main-main sama aku, Ra,” ancamnya suatu malam.

Aira menahan napas.

Tapi kali ini ia tidak panik.

“Capek aja, Mas. Banyak pikiran,” jawabnya.

Suara lembut, tapi penuh perhitungan.

Gibran mendengus, lalu kembali duduk di sofa dan menyalakan TV. Tapi Aira tahu, waktu mereka bersama sudah tidak lama lagi. Dan itu bukan karena Gibran akan pergi, tapi karena dia yang akan menghilang.

Tepat pukul 02.13 dini hari, Aira mengetik pesan terakhir malam itu kepada Admin Mawar:

“Besok jam 5 sore. Dia akan keluar sebentar. Aku akan pura-pura beli sabun. Titik temu di minimarket dekat jembatan.”

Balasan langsung masuk:

“Kami siap. Bawa hanya yang penting. Jangan panik. Jangan ragu. Kami akan tunggu kamu.”

Dan malam itu, di kamar yang masih berbau asap rokok Gibran, Aira menatap langit-langit dan berkata dalam hati:

“Kalau besok adalah hariku untuk mati, setidaknya aku mati saat berusaha bebas.”

Tapi jauh dalam batinnya, ia tahu: Besok adalah harinya untuk hidup.

1
gaby
Jgn2 Gibran pasien RSJ yg melarikan diri.
gaby
Di awal bab Gibran selalu mengatakan cm Gibran yg mau menerima Aira yg rusak. Dan kata2 Aira rusak berkali2 di sebutkan di bab pertama. Maksud Rusak itu gmn y thor?? Apa Aira korban pelecehan atau korban pergaulan bebas??
gaby
Smangat thor nulisnya. Ternyata ini novel pertamamu di NT y. Tp keren loh utk ukuran pemula, ga ada typo. Dr awal bab aja dah menarik, Gibran si pria manipulatif
Robert
Suka banget sama cerita ini, thor!
nandra 999: Thks yeah 🥰
total 1 replies
Gấu bông
Terinspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!