Sudah tahu tak akan pernah bisa bersatu, tapi masih menjalin kisah yang salah. Itulah yang dilakukan oleh Rafandra Ardana Wiguna dengan Lyora Angelica.
Di tengah rasa yang belum menemukan jalan keluar karena sebuah perbedaan yang tak bisa disatukan, yakni iman. Sebuah kejutan Rafandra Ardana Wiguna dapatkan. Dia menyaksikan perempuan yang amat dia kenal berdiri di altar pernikahan. Padahal, baru tadi pagi mereka berpelukan.
Di tengah kepedihan yang menyelimuti, air mata tak terasa meniti. Tetiba sapu tangan karakter lucu disodori. Senyum dari seorang perempuan yang tak Rafandra kenali menyapanya dengan penuh arti.
"Air mata adalah deskripsi kesakitan luar biasa yang tak bisa diucapkan dengan kata."
Siapakah perempuan itu? Apakah dia yang nantinya akan bisa menghapus air mata Rafandra? Atau Lyora akan kembali kepada Rafandra dengan iman serta amin yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Ternyata Belum Berakhir
Para karyawan senior benar-benar takut pada anak dari Gavin Agha Wiguna, yakni Gyan alias Tuan. Apalagi sedari tadi Tuan tak pernah keluar ruangan di mana di dalam sana terdapat cctv yang tersambung pada laptop kerja. Talia merasa tertolong akan kehadiran lelaki yang belum dia kenal itu.
Mereka juga bergegas pulang setelah jam kantor selesai. Tinggal Talia yang masih berada di sana membereskan barang yang dia bawa.
"Cepat pulang! Udah malam!"
Tangan Talia sudah berada di depan dada. Seperti melihat hantu yang tiba-tiba ada di sampingnya. Tatapan tajam layaknya paman Rafandra terlihat sangat jelas. Talia terus memperhatikan punggung Gyan yang semakin menjauhinya dengan rasa penasaran yang luar biasa.
Memesan ojek online sudah Talia lakukan. Dia tak ingin menghamburkan uang yang diberi Rafandra. Jika, ada sisa akan dia kembalikan. Tanpa Talia sadari ada banyak mata yang memperhatikannya. Termasuk salah satu singa muda yang menatapnya begitu datar sampai menghilang dari pandangan.
Hembusan napas lega keluar setelah dia tiba di rumah. Bergegas menuju pintu kosan. Baru saja memasukkan kunci pintu, suara seseorang membuat tubuhnya menegang.
.
Di dalam mobil seorang lelaki dengan wajah cemas terus mengumpat akan jalanan yang begitu macet sampai tak bisa jalan. Kekhawatiran atas laporan dari orang-orang kepercayaan serta cctv yang dia lihat secara langsung membuatnya berkata sedikit kasar. Padahal, dia dikenal sebagai lelaki soft spoken.
"Bang satt!" Tangannya sudah memukul kemudi saking emosinya.
Matanya terus memantau cctv dan membuat tangannya mengepal dengan sangat keras.
.
"Masih berani kamu datang ke Kota ini?"
Tangan yang tengah memegang kunci terlihat bergetar. Telapak tangannya mulai dingin. Dan matanya memerah. Belum juga membalikkan tubuh, rambut yang tergerai ditarik hingga dia terjengkang.
"Di mana Yudha?"
Talia hanya bisa menggeleng karena rasa pusing akibat jambakan yang ibunda Yudha lakukan.
"Jangan bohong kamu!" Kalimat penuh kemurkaan terlontar.
"Be-be-nar. T-Ta-lia tidak tahu," jawabnya gelagapan.
Tangan itu sudah melepas jambakan rambut Talia, tapi kini beralih pada rahang Talia yang dia cengkeram dengan kuat.
"Jangan pernah goda Yudha lagi. Saya tidak Sudi memiliki menantu dari selingkuhan suami saya!"
Sakit sekali hati Talia mendengarnya. Air matanya pun kini luruh tanpa aba. Hatinya lebih sakit dari luka fisik yang ibunda Yudha torehkan.
"LEPAS!!"
Atensi Ibunda Yudha beralih mendengar suara tersebut, tapi tidak dengan pandangan Talia. Cengkeram di dagu pun terlepas karena ada tangan yang menarik tangan wanita murka.
"Jangan terus siksa Tata. Tata tidak tahu apa-apa perihal masa lalu Papa." Yudha mulai membela Talia.
"Kenapa setelah mengenal perempuan itu kamu berubah menjadi anak pembangkang?" tunjuknya pada Talia yang kini sudah menunduk.
"Di mana Yudha anak yang nurut sama orang tua?" Kata demi kata penuh dengan penekanan.
Mulut Yudha seketika kelu. Dia mulai melirik Talia yang sedari tadi tak bergerak. Hanya berdiri tegak sembari menitikan air mata. Tangannya hendak menggenggam tangan Talia yang mengepel. Namun, suara bentakan sang ibu membuatnya mengurungkan niat.
"YUDHA!!"
Hembusan napas kasar Yudha lakukan. Dia memberanikan menatap dalam wajah sang ibunda.
"Ma, Yudha sayang dan cinta Tata. Jangan terus siksa Yudha seperti ini, Ma," pintanya.
"Setahun Yudha seperti orang gila. Kehilangan Tata sama seperti kehilangan separuh jiwa Yudha."
Ibunda Yudha tak bisa berkata. Sedangkan Talia masih membeku di tempat yang sama. Perlahan Yudha memutar tubuh menghadap Talia. Dipegang pundak Talia dan ditatapnya dengan begitu lekat.
"Aku sayang kamu, Ta."
Seorang lelaki dengan kemeja basah menghentikan langkah ketika melihat Talia dipeluk begitu erat. Air mukanya seketika berubah.
"Tolong jangan pergi lagi."
Senyum teramat kecil terukir di wajah yang basah setelah mendengar kalimat samar tersebut. Kaki yang kuat berlari tiba-tiba lemas seperti tak ada energi. Perlahan, dia memutar tubuh meninggalkan mereka yang masih saling sayang.
"Pak--"
"Saya harus pulang."
Pundak tegak itu terlihat layu bagai bunga yang sudah lama tak disiram. Langkahnya pun gontai seperti tak berpijak pada bumi. Dinyalakannya mesin mobil yang tadi dia tinggal di macetnya jalanan. Melihat ke arah spion samping di mana adegan melepas rindut ternyata belum berakhir. Seulas senyum kembali terukir sebelum pedal gas dia injak dan mobil melaju meninggalkan tempat itu.
...*** BERSAMBUNG ***...
Budayakan meninggalkan komentar setelah membaca ya supaya authornya semangat up-nya lagi.
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
gak papa mah kalo msih belom sadar ma perasaan masing2,pelan2 aja deh bang rafa &talia...
sehat selalu ya fie🤗