Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Kinara mengerjapkan mata yang terasa berat. Ia langsung bertatapan dengan Rico. Nampak kecemasan di wajah pria itu. Ia juga melihat Danu berdiri tidak jauh. Wajahnya pun terlihat cemas.
"Kenapa aku di sini?" tanya Kinara. Ia melihat tangannya sudah dipasang infus.
"Katakan padaku, apa yang terjadi? Apa kakakmu itu menyakitimu? Kenapa kamu bisa sampai pingsan?" cecar Rico.
Kinara diam dan mengingat. Setelah dirinya dipenuhi api amarah, ia memang merasakan sakit kepala yang hebat. Setelahnya, ia tidak mengingat apa pun. Namun, ketika ia mengingat sang kakak, dengan cepat Kinara hendak bangkit.
"Kamu mau ke mana?" tanya Rico menahan lengan sang istri.
"Aku harus ke tempat kakak."
"Tapi kamu masih lemah. Bukankah sudah kubilang kalau kamu harus banyak istirahat." Rico berbicara penuh penekanan.
"Aku mau ke tempat kakak."
Mendengar permintaan sang istri, lagi-lagi Rico menjadi tidak tega. Ia segera mengambil kursi roda dan mendorong istrinya menuju ke ruangan Kinanti dirawat. Setibanya di sana, Kinara merasa marah ketika melihat seorang pria sedang duduk di samping Kinanti. Ia menatap lelaki itu dengan sangat dalam.
"Ara ... kamu sudah sadar?" tanya Kinanti. Sesekali ia melirik Rico yang berdiri di belakang adiknya. Wajah lelaki itu tampak datar, tetapi terlihat sangat tampan.
Bagaimana kalau lelaki itu tersenyum, pasti sangat memesona. Begitulah pemikiran jahat Kinanti.
"Jadi, dia pria itu, Kak? Baguslah. Aku tidak perlu mencarinya. Aku telepon mama dan papa biar mereka ke sini."
"Ara, bukankah kakak sudah bilang jangan!" sentak Kinanti. Namun, tubuhnya beringsut saat melihat tatapan Rico yang menajam. Seperti hendak menerkam dirinya hidup-hidup.
Rico berdiri setengah menunduk. "Katakan padaku, apa yang terjadi?" bisik Rico.
Kinara justru diam. Merasa bimbang. Tidak ingin siapa pun tahu. Namun, ia juga butuh bantuan. Tidak mungkin melawan pria itu sendirian. Ia menatap Kinanti yang menggeleng lemah seolah memberi kode.
Rico yang menyadari hal itu pun, tahu bahwa ada hal yang tidak beres. "Sepertinya aku tahu apa yang terjadi. Kalau begitu, biar aku telepon Om Soni. Bahwa anak kesayangannya sedang di rumah sakit."
"Jangan ... kumohon." Yohanes bangkit dan mendekati Rico. "Ini urusanku dengan Kinanti. Jangan ikut campur."
"Kalau begitu kamu harus bertanggung jawab! Jangan hanya mau enaknya saja! Pecund*ng!" gertak Kinara. Rico terkejut. Tidak menyangka jika istrinya akan berani berbicara sekasar itu. Sepertinya ia melihat hal yang berbeda dari istrinya.
"Jangan memanggilku seperti itu!" sentak Yohanes.
Kinara bangkit. Menatapnya penuh benci. Rasa amarah itu membuat kekuatan Kinara kembali terkumpul. Ia bahkan menepis tangan Rico yang hendak menahannya.
"Itu sangat pantas untukmu. Kamu sudah menghamili kakakku, bukannya bertanggung jawab kamu malah selingkuh dengan wanita lain. Bang*at!"
Plak!
Semua yang berada di ruangan itu terkejut saat suara tamparan terdengar keras. Ya, Kinara dengan berani menampar Yohanes sangat kuat. Bahkan, sampai ada setitik darah yang keluar dari sudut mulut pria itu.
Ini adalah tamparan pertama yang diterima Yohanes. Lelaki itu geram dan hendak menampar balik, tetapi langsung ditahan dengan kuat oleh Rico.
"Berani kamu menyentuh istriku, aku tidak akan segan mengirimmu ke neraka!" sentak Rico. Sorot matanya menajam penuh kliatan amarah.
Akhirnya, suasana itu hening sesaat saat perawat masuk untuk memeriksa. Mereka semua diam. Setelahnya, Rico pun menghubungi mertuanya. Benar saja, mendengar Kinanti masuk rumah sakit, mereka langsung memesan tiket pesawat saat itu juga.
***
"Menangislah, Ara. Jangan ditahan." Danu berbicara lirih. Merasa tidak tega saat melihat sahabatnya sekacau itu. Selang beberapa detik, terdengar isakan lirih. Danu langsung menarik sahabatnya masuk dalam dekap eratnya.
"Danu ... aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Tapi, kenapa rasanya sakit."
"Tidak apa. Semua pasti akan ada solusinya. Kamu jangan terlalu memikirkannya. Biarlah semua itu menjadi urusan Kinanti dan Om Soni. Kamu tidak perlu ikut campur. Justru kamu harus fokus pada kesehatanmu sendiri." Danu mengusap lembut rambut sahabatnya. Untuk menenangkan.
"Aku tidak bisa. Bagaimana juga, aku terus kepikiran Kak Kinan. Kalau sampai ia menggugurkan janin itu, bukankah itu akan lebih berdosa."
"Bagaimana lagi. Kinan masih harus menyelesaikan kuliah. Sayang sekali jika harus putus di tengah jalan. Kalaupun hamil sambil kuliah, sepertinya itu bukan hal yang baik." Pelukan itu terlepas. Danu mengusap wajah Kinara untuk menghapus air mata wanita itu.
Kinara hanya diam, tetapi tangisnya masih terdengar. Sungguh ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Banyak hal yang terasa membebani pikirannya.
Sementara itu, di luar sana Rico berdiri sambil mengepalkan tangan. Darahnya serasa mendidih ketika melihat Danu memeluk istrinya seerat itu. Akan tetapi, Rico berusaha menahan diri. Ia tahu, selama ini yang menemani setiap masa sulit Kinara adalah Danu. Ia berusaha memaklumi walaupun terasa berat dan sakit.
"Apa kamu mau ke ruangan kakakmu? Orang tuamu sudah datang." Rico berbicara setengah ketus. Kinara hanya mengangguk lalu mereka pun kembali ke ruangan Kinanti.
Ketika sampai di ambang pintu, Kinara melihat Papa Soni dan Mama Yayuk sedang memeluk sang kakak. Bahkan menghujami dengan banyak ciuman. Wajah mereka penuh dengan kecemasan. Segera Kinara memalingkan wajah. Ia cemburu melihat pemandangan itu.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu dirawat, Sayang?" tanya Papa Soni. Kembali mengecup puncak kepala Kinanti.
Ah, mereka bahwa tidak menyapa Kinara dan bertanya kenapa ia didorong pakai kursi roda. Memang benar, seharusnya ia tidak berada di sini sekarang ini. Biarlah urusan itu diselesaikan mereka. Namun, Kinara tidak bisa membiarkan itu.
"Bagaimana kalau papa carikan dokter terbaik untuk memeriksamu." Papa Soni berkata penuh perhatian.
Kepala Kinara tertunduk dalam. Kedua tangannya saling merem*s. Rico memegang bahu istrinya, seolah memberi kekuatan.
"Hai, Om, Tante. Kamu tidak menyapa istriku?" tanya Rico menyadarkan mereka. Papa Soni dan Mama Yayuk maju, tetapi Rico segera mengundurkan kursi roda itu. Seolah tidak ingin mereka menyentuh istrinya.
Rico lalu berjongkok di depan Kinara dan mengusap wajah istrinya lembut. "Kamu tenang saja. Mereka tidak memperhatikanmu tidak apa. Ada aku yang tidak akan pernah meninggalkanmu."
"Aku juga, Ara." Danu menambahkan.
Suasana pun mendadak canggung seketika.
Rico bangkit lalu berjalan mendekati mereka. "Apa kalian mampu membayar dokter terbaik hanya untuk memeriksa putri kesayanganmu?" sindir Rico disertai senyuman licik.
"Nak Rico, jangan berbicara seperti itu. Bagaimana juga, kami adalah mertuamu."
"Tapi aku tidak pernah menganggap kalian sebagai mertua. Apalagi selama ini sikap kalian begitu buruk terhadap istriku. Oh iya ... Apa kalian bahagia karena sebentar lagi akan menjadi seorang kakek dan nenek?"
Mama Yayuk membulatkan mata. "Apakah Ara hamil?" tanyanya penuh harap. Jika memang Kinara harap, sepertinya itu akan menjadi kabar yang paling membahagiakan untuk kelangsungan hidup mereka.
"Tidak."
"Lalu?" tanya Papa Soni tidak sabar.
"Lihatlah putri kesayangan kalian. Sebentar lagi ia akan memberi kalian cucu." Rico menunjuk Kinanti yang sedang ketakutan sambil tertunduk dalam.
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂