Serangeline Fros, wanita berusia 45 tahun, dikenal di seluruh kota Darsen sebagai ketua geng Bloodfangs—geng paling ditakuti yang menguasai setengah wilayah kota. Di balik reputasinya yang kelam, Sera menyimpan mimpi lama yang tak pernah terwujud: menjadi seorang penyanyi. Namun takdir berkata lain, sejak muda ia dipaksa oleh kakeknya untuk meneruskan tahta keluarga sebagai pemimpin geng, menenggelamkan keinginannya di balik darah dan kekuasaan.
Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawanya. Tapi kematian bukanlah akhir bagi Serangeline Fros. Ia terbangun kembali… di tubuh seorang wanita muda berusia 25 tahun—bertubuh gendut, pemalu, dan diremehkan semua orang, bahkan oleh suaminya sendiri.
Apakah Serangeline akan menemukan makna baru dari kehidupan keduanya, ataukah sisi gelapnya sebagai gangster akan kembali bangkit dan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32.Kemunculan Sera
HAPPY READING!!!
.
.
.
Artikel tentang kemunculan Sera sebagai artis pendatang baru di agency milik Aleric akhirnya tersebar luas. Setelah sesi pemotretan selesai, unggahan demi unggahan memenuhi media sosial resmi Agency Novasphere Media.
BINTANG BARU DARI AGENCY NOVASPHERE MEDIA
Pesona cantik dengan suara yang menakjubkan.
Nantikan pertemuan perdana dengan artis kami, Seraphine Almera.
Pastikan selalu memantau media sosial Agency Novasphere Media!!!
Caption promosi itu seketika menghebohkan publik. Seolah bensin yang disiramkan ke api besar—reaksinya meledak tanpa aba-aba. Banyak orang langsung mengenali postur tubuh dan wajah Sera. Semuanya terasa begitu jelas dan identik dengan perempuan misterius yang sebelumnya mereka lihat di mal.
Tak sedikit yang bahkan menyandingkan foto Sera dari unggahan resmi dengan foto-foto hasil jepretan mereka sendiri di pusat perbelanjaan.
Perempuan misterius dengan suara menakjubkan saat press conference itu kini memiliki nama.
Komentar demi komentar bermunculan tanpa henti.
Aku tidak sabar bertemu dengannya.
Aku ingin langsung mendengar suaranya.
Auranya seperti ratu. Aku yakin dia bisa mengalahkan Lyra yang sekarang sudah tidak jelas.
Aku mendukungmu, Sera!
Cepat tunjukkan pesona dan suaramu, kami sangat mengagumimu.
Aku menantikan konser perdana kamu!
Antusiasme netizen menyambut kehadiran Sera begitu luar biasa. Kolom komentar media sosial agency Aleric mendadak meledak. Akun yang biasanya sepi kini dipenuhi ribuan komentar positif. Jumlah like dan follower meningkat pesat dalam hitungan jam. Agency itu kembali dilirik, kembali dibicarakan.
“Lihat,” ucap Sera dengan nada sombong sambil melipat tangan di depan dada, berada di ruangan Aleric setelah sesi foto berakhir.
“Hanya dalam beberapa jam, pesonaku langsung menghujani kolom komentar. Harusnya kamu menerimaku menjadi artis jauh sebelum aku menawarkan diri.”
Ia menatap Aleric penuh percaya diri.
“Kalau begitu, agency-mu tidak akan terancam bangkrut dan ditekan papamu itu.”
Sera memang sengaja berpindah ke ruangan Aleric. Ia bosan di ruangannya sendiri—dan lebih dari itu, ia ingin terus memengaruhi pria tersebut. Rencananya tidak boleh berhenti.
“Jangan terlalu berbesar hati dulu, Sera,” ucap Aleric memperingatkan.
“Banyak juga penggemar Lyra yang menyerangmu dengan komentar buruk.”
“Tidak seberapa,” balas Sera ringan.
“Jumlah mereka jauh lebih sedikit dibanding yang memujiku dan menantikan konser perdanaku.”
“Kamu terlalu percaya diri,” sahut Aleric dingin.
“Aku hanya takut kamu akan kecewa oleh kepercayaan dirimu sendiri.”
“Tentu aku mempercayai diriku,” jawab Sera mantap.
“Karena tidak ada satu pun hal dari diriku yang patut diragukan.”
Kalimat itu membuat Aleric terdiam. Sesuatu dari nada dan keyakinan itu menyeretnya pada masa lalu.
Flacback.
Masa SMA
Ruangan radio sekolah itu tidak besar, namun terasa hangat dan akrab. Sebuah papan kecil di dinding bertuliskan “Studio Radio OSIS”. Di dalamnya, dia duduk di balik meja siaran, jari-jarinya lincah memainkan tombol pengaturan suara—volume, equalizer, dan pemutar musik yang mulai usang namun setia.
Di hadapannya, sebuah kaca tebal memisahkan ruang siaran dengan Ruang Vokal, ruangan kedap suara sederhana yang hanya berisi mikrofon berdiri dan headphone besar.
Dia melambaikan tangan, memberi isyarat pada seorang perempuan yang berdiri di balik kaca. Gadis itu mengangguk kecil, menenangkan napasnya.
Begitu dia mengangkat jari jempolnya, gadis itu langsung bernyanyi. Alunan musik mengalir lembut, dan suara indahnya mengisi ruang radio, merambat pelan namun penuh keyakinan. Tidak ada keraguan dalam nada-nadanya—hanya kepercayaan diri yang kuat, seolah ia tahu dunia memang pantas mendengarnya.
Saat lagu berakhir, gadis itu melepas headphone dan keluar dari ruang vokal. Ia menghampiri dia dengan senyum puas di wajahnya.
“Bagaimana suaraku? Bagus, bukan? Aku yakin semua anak-anak kini tengah mengantri untuk memujiku.”
Dia menatapnya sekilas sebelum menjawab, nada suaranya datar namun jujur.
“Kamu terlalu percaya diri.”
Gadis itu tertawa kecil, tidak tersinggung sedikit pun. Tatapannya justru semakin bersinar."Tentu aku mempercayai diriku karna tidak ada yang perlu di ragukan dariku."ucapnya percaya diri.
Aleric kembali pada masa kini ia menggeleng menepis semua ingatan di masa lalunya .
“Tidak mungkin… itu sudah puluhan tahun lalu. Ini pasti hanya kebetulan,” batin Aleric sambil memandangi wajah songong Sera yang melirik ke arahnya tanpa berkedip, seolah sengaja menantang pertahanannya.
“Kamu mulai memikirkanku?” tanya Sera sambil menyunggingkan senyum tipis di bibirnya.
Sontak Aleric terbatuk.
“Ck… tidak mungkin. Kamu harus menjauhkan rasa percaya dirimu itu,” katanya cepat, lalu meraih minuman di atas mejanya untuk menutupi kegugupannya.
“Aku tidak bisa membuangnya. Dia sudah melekat sangat rapat padaku,” ujar Sera tenang. Lalu ia menatap Aleric lagi, lebih lama. “Dan sepertinya… kamu juga akan menyusulnya.”
“Uhuk—!”
Aleric tersedak, menyemburkan minuman yang baru saja diteguknya.
“Ck… jangan grogi seperti itu,” ujar Sera santai. “Kamu menampilkannya terlalu jelas.”
“Siapa yang grogi? Dan aku menampilkan apa?” protes Aleric. “Aku menyemburkan minumanku karena perkataanmu sembarangan itu.”
Ia berdiri sedikit, nada suaranya meninggi.
“Lagipula kenapa kamu malah bersantai di ruanganku? Aku sudah memberimu ruangan sendiri dengan fasilitas lengkap. Kamu bisa berlatih bernyanyi, dance, atau sekadar berleha-leha di sana bukan menggangguku bekerja seperti ini.”
“Aku rasa aku tidak mengganggumu,” balas Sera santai. “Lagipula sejak tadi aku juga tidak melihatmu bekerja. Kamu hanya melamun sambil menatap wajah cantikku.”
Sera menempelkan kedua tangannya di dagunya, membentuk pose kiyowo dengan sengaja.
Aleric langsung mencibir.
“Hentikan. Atau minuman ini akan melayang ke wajahmu.”
“Kenapa? Apa aku terlalu imut?” tanya Sera polos. Lalu matanya menyipit nakal. “Oh… atau pose itu mengingatkanmu pada Lyra?”
“Sudah kubilang aku tidak akan terhasut dengan permainanmu, Sera,” jawab Aleric dingin. “Aku tahu ke mana jalan pikirmu sampai kamu terus mengungkit Lyra sejak tadi.”
“Memang apa? Aku hanya bertanya. Apakah salah?”
“Tentu saja,” balas Aleric tegas. “Kamu mencoba membangkitkan kenangan lamaku dengan Lyra.”
“Lalu apakah itu juga membangkitkan rasa dendam karena dikhianati olehnya?” tanya Sera penasaran.
“Sama sekali tidak. Aku bukan dirimu yang memelihara dendam.”
“Aku tidak memeliharanya. Dia tumbuh sendiri, mau bagaimana lagi,” sahut Sera ringan namun menusuk. “Lagipula hanya manusia tidak normal sepertimu yang tidak memiliki dendam setelah dikhianati seperti itu.”
“Terserah apa ucapanmu. Yang jelas aku tahu bagaimana diriku.”
“Aaaiiisss…”
Sera mengumpat dalam hati. “Laki-laki ini benar-benar sulit kutaklukkan. Sudah berkali-kali kupancing, dia tetap tidak memakan umpanku. Harus dengan cara apa aku membuatnya masuk ke dalam permainanku? Berada di sini dan menjadi artisnya saja tidak cukup untuk membuat Kael, Lyra, dan antek-anteknya menderita. Apalagi dia mengawasiku seperti istrinya sendiri. Huh… aku harus mencari cara lain.”
Tok… tok… tok…
Rayhan masuk ke dalam ruangan Aleric dan menyapa sopan pada Aleric serta Sera.
“Maaf, Nona. Tapi kamu perlu take video bernyanyi untuk promosi kedua,” ucap Rayhan.
“Baiklah,” jawab Sera singkat, lalu berdiri. Aleric pun ikut berdiri.
“Kamu mau apa?” tanya Sera sambil mengerutkan kening. “Bukannya tadi kamu menyuruhku pergi? Kenapa sekarang kamu ikut berdiri saat aku akan keluar?”
“Tentu saja aku harus memantaumu,” jawab Aleric datar. “Rasa percaya dirimu harus kamu buktikan lewat take video kali ini.”
“Sudah kubilang, tidak ada yang perlu diragukan dariku,” ujar Sera sambil mengibaskan rambutnya, lalu melangkah keluar dari ruangan Aleric tanpa menoleh lagi.
“Cih… perempuan itu,” gumam Aleric pelan sambil mengikutinya. “Setiap hari selalu ada gebrakan baru darinya yang memporak-porandakan kesabaranku.”
Di sisi lain, Lyra yang berada di apartemennya menjerit keras.
“Aaaaaaa, SERA!!”
Ia menggenggam layar ponselnya dengan tangan gemetar. Foto Sera dan caption promosi di media sosial terpampang jelas. Kolom komentar dipenuhi pujian—banyak di antaranya berasal dari penggemarnya sendiri. Jumlah pengikut Lyra terus menurun, berpindah ke akun Sera yang terpampang di poster artis baru milik agensi Aleric.
“Kamu bukan hanya mencuri suaraku,” desis Lyra penuh kebencian, “tapi juga mencuri semua penggemarku, Sera. Lihat saja… setelah aku menikah dengan Kael, aku akan menghancurkanmu.”
“KAMU AKAN HANCUR, SERA!!”
Pekikannya menggema di apartemen kosong saat ia melempar barang-barang di sekitarnya, amarah dan iri hati meluap tanpa kendali.
.
.
.
💐💐💐Bersambung 💐💐💐
Ahjumma kamu itu membangkitkan rasa dendam Aleric pada Lyra atau sedang menggodanya untuk jadi suami hahah
Lanjut Next Bab ya guys😊
Lope lope jangan lupa ya❤❤
Terima kasih sudah membaca bab ini hingga akhir semuanya. jangan lupa tinggalkan jejak yaa, like👍🏿 komen😍 and subscribe ❤kalian sangat aku nantikan 🥰❤
Nantikan update setiap jam 13.00 dan 19.00 guys ☺