Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Jadikan Pelampiasan
Lucyana berada di apartement Galen, sesuai janji ia membuatkan pasta untuk laki-laki itu. Dirinya tidak sendiri ada Arabella juga ketiga teman Galen. Mereka berada di ruangan lain sedangkan dirinya berkutat di dapur sendiri. Itu pun atas permintaannya sendiri.
Lucyana memilih memasak dua jenis pasta, lasagna dan spageti. Ketika sedang mengangkat lasagna dari dalam oven, ia dikejutkan dengan keberadaan Galen yang tiba-tiba ada di belakangnya. Beruntung lasagna panggang yang ada di tangannya tidak terjun bebas.
"Eh, Kak." Lucyana buru-buru menaruh lasagna panggang ke atas meja minibar. "Mau cobain? Tapi masih panas." tawar Lucyana disambut anggukkan oleh Galen.
"Bentar." Lucyana melepas sarung tangannya, menaruhnya di pinggir kompor. Lantas mengambil piring serta sendok beserta garpu. "Kakak mau yang mana, lasagna atau spageti?" tanya Lucyana.
Galen menunjuk lasagna panggang dengan dagunya. Lucyana lantas mengambil sepotong lasagna panggang dari tempatnya, memindahkannya ke atas piring.
"Silahkan, Kak. Kalau gak enak bilang ya." Lucyana menghidangkan lasagna panggang ke hadapan Galen.
Galen membuka mulutnya, dengan tatapan masih mengarah pada Lucyana membuat gadis itu merasa gugup.
"Kakak mau disuapin?" tanya Lucyana gugup.
Galen mengangguk kecil, sedangkan Lucyana terkekeh pelan. Ternyata ada sifat manja di balik sifat dingin Galen. Gadis itu tidak tahu jika Galen sedang berusaha menggodanya. Lucyana menyendok lasagna panggang, meniupnya. Dirasa sudah tidak panas, Lucyana menyuapkan ke mulut Galen.
"Bagaimana rasanya, Kak?" tanya Lucyana harap-harap cemas.
Sebelum Galen mengangguk, seruan seseorang lebih dulu menggema.
"Wih, mulai ada kemajuan tuh. Udah main suap-suapan!"
"Siap-siap kamu kalah," bisik Sam di telinga Zayn.
Galen dan Lucyana menoleh, mendapati teman-temannya berdiri tidak jauh dari tempat mereka berada.
"Enak gak? Bagi dong?" pinta Zayn sembari berjalan ke dekat Galen juga Lucyana.
Galen dengan segera mengambil sendok dari tangan Lucyana, juga wadah berisi lasagna panggang, membawanya pergi dari dapur, tanpa menyisakan barang sedikitpun untuk yang lain.
Galen berjalan melewati adik dan juga ketiga temannya yang sama-sama berdiri dengan wajah cengo.
"Kamu mau habisin itu sendiri?" Sam bertanya sambil menelan salivanya untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak mengering.
Galen tidak menjawab, tetapi dari ekspresi wajahnya mengatakan 'iya'.
"Apa begitu enak sampai kamu tidak ingin berbagi dengan kami, Kak," imbuh Arabella, air liurnya seakan menetes melihat Galen makan dengan lahap.
Lagi-lagi Galen tidak menjawab, laki-laki memilih duduk di ruangan tengah sambil menikmati lasagna panggang buatan Lucyana.
"Aku bikin 5 porsi spaghetti. Ayo kita makan sama-sama," ajak Lucyana.
Mereka masing-masing mengambil satu piring spaghetti, sedangkan Arabella masih berdiri di tempatnya, memandangi sang kakak bergantian dengan Lucyana. Apakah kakaknya sedang mendekati Lucyana?
Ada alasan Arabella memiliki pikiran itu, lantaran sebelumnya melihat tatapan Galen pada Arabella sedikit berbeda.
"Ayang Ara, kenapa bengong. Sini makan! Spagetti nya enak tahu," ucap Zayn yang langsung membuyarkan lamunan Arabella.
"Eh, iya." Arabella mengambil satu porsi spaghetti yang masih tersisa di atas meja mini bar.
-
-
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Lucyana sudah pulang dijemput sopirnya. Ia pulang terlambat lantaran jalanan macet. Jika bisa sebenarnya Lucyana tidak ingin pulang, tetapi ia ingin mempertahankan hak-haknya.
Sampai di rumah, seperti biasa Lucyana disambut oleh ocehan ibu tirinya. Rupanya Cintya mengadu yang bukan-bukan pada sang ibu. Saudari tirinya mengatakan jika dirinyalah yang meminta Arabella untuk tidak berteman dengan dia juga melarangnya untuk ikut ke apartemen Galen. Padahal Galen yang melaran. Laki-laki itu mengatakan orang asing tidak diizinkan masuk ke apartemennya.
Mendengar semua aduan itu mata Lucyana berotasi, merasa jengah dengan situasi di rumahnya saat ini. Dengan tuduhan-tuduhan Cintya yang tidak terbukti kebenarannya.
"Arabella sudah memberimu syarat agar dia mau berteman denganmu, 'kan? Maka lakukan saja," ucap Lucyana.
"Kamu yang menyuruhnya, bukan?" tuduh Cintya.
"Aku tidak menyuruhnya. Dia bukan gadis yang bisa dikendalikan. Bukankah kalian juga tahu itu, bagaimana justru dia yang mengendalikan situasi di rumah ini waktu itu," ucap Lucyana membuat Kamila dan Cintya diam. "Kalau tidak ada lagi yang mau dibicarakan, aku mau ke kamar. Aku capek." Tanpa menunggu respon dari ibu dan juga saudari tirinya, Lucyana pergi ke kamarnya.
Sementara itu Arabella masih berada di apartemen kakaknya, duduk di kamar menunggu sang kakak selesai mandi. Tangannya memegang ponsel, tetapi tidak ada niatan Arabella untuk menggunakannya.
Arabella justru melamun, memutar-mutar benda pipih di tangannya dengan tatapan penuh tanya. Ada perasaan khawatir tersirat di wajahnya, memikirkan apa yang ia bicarakan dengan Lucyana sebelum gadis itu pulang.
"An, kamu suka sama kak Galen gak?" tanya Arabella.
"Siapa sih yang gak suka sama kak Galen dengan segala kesempurnaan yang dia miliki. Tapi aku sadar diri kok. Selera kak Galen pasti tidak seperti aku," jawab Lucyana.
"Kenapa melamun?"
Suara berat Galen membuat lamunan Arabella buyar. Gadis itu mengarahkan pandangannya ke arah sang kakak yang baru keluar dari kamar mandi. Kakaknya bertelanjang dada, hanya memakai celana training berwarna hitam yang pas di kakinya.
Arabella masih menatap sang kakak, ada keraguan dalam diri Arabella untuk bertanya, tetapi rasa penasaran mendorong dirinya untuk melakukannya.
"Apa Kakak menyukai Lucyana?" tanya Arabella.
Galen yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk menghentikan aktivitasnya, menoleh sekilas ke arah Arabella.
"Kak —"
Galen mengangkat kedua bahunya, membuat perkataan Arabella terhenti.
Arabella beranjak dari tempat duduknya menghampiri sang kakak yang justru berjalan keluar kamar. Gadis itu berlari kecil untuk mengimbangi langkah sang kakak.
Keduanya sudah berada di lantai dasar, Galen mengambil rokok di atas meja, menyalakannya, lalu kembali meletakan pematik ke atas meja dengan sedikit melemparnya. Galen kemudian mengayunkan langkah menuju balkon, meninggalkan Arabella yang kesal lantaran pertanyaannya belum dijawab oleh Galen.
Tidak pantang menyerah Arabella menyusul sang kakak ke balkon. "Jangan jadikan Lucyana sebagai pelampiasan, Kak! Kasihan, dia sudah ada masalah dalam keluarga."
Lagi-lagi Galen tidak merespon perkataan Arabella, laki-laki menghisap rokoknya kuat-kuat, terlihat sekali Galen sedang merasa gelisah. Setelah mengepulkan asap, Galen membuang sisa rokok ke lantai lantas menginjaknya. Laki-laki itu merasa sudah kehilangan minat untuk merokok.
"Kak, please, talk to me!"
Drrrtt …
Sebelum Galen merespon perkataan Arabella, ponselnya lebih dulu berdering. Galen merogoh saku celananya, mengambil ponselnya. Nomor Daren muncul di layar ponselnya. Dengan segera Galen menjawab panggilan itu.
"Katakan!" perintah Galen.
Beberapa detik kemudian ekspresi wajah Galen berubah serius. Ia lantas memutuskan panggilan itu secara sepihak. Dengan segera Galen memakai hoodie, juga menyambar kunci mobil. Galen buru-buru keluar dari apartemen meninggalkan Arabella dalam kebingungan.
Ekspresi wajah serius juga auranya yang menggelap membuat Arabella khawatir. Gadis itu memutuskan untuk menyusul sang kakak.
"Kakak mau ke mana?" Arabella merentangkan kedua tangannya, mencegah Galen masuk ke dalam lift.
"Lucyana dalam bahaya," ucap Galen lantas berjalan melewati Arabella, tangannya terulur menekan tombol lift.
"Apa?" Arabella berbalik terkejut dengan perkataan sang kakak, tetapi ia tahu sang kakak tidak mau menjelaskan apa yang terjadi pada Lucyana detik itu juga. Maka Arabella memutuskan untuk ikut. "Aku ikut!"
Galen tidak merespon, tetapi membiarkan sang adik ikut ke tempat Lucyana.